Pengembaraan Tak Pernah Usai Seniman Nurhidayat
Jum'at, 26 Juli 2024 - 10:45 WIB
Bambang Asrini Widjanarko
Esais seni rupa
SENIMAN Indonesia yang hidup dan berkarya di Perancis selama puluhan tahun membawa oleh-oleh pameran solo tentang melankoli Eropa abad IX. Ia memanggungkan sejarah keterasingan dirinya sendiri dalam pengembaraan pun imajinasi kesepian orang-orang modern.
baca juga: AI Ungkap Misteri Lukisan Terkenal Madonna della Rosa
Lukisan-lukisan dan patung yang digelar di CG artspace, Jakarta Selatan sampai akhir Juli ini, memanggungkan narasi detil impresi kesunyian dalam keramaian. Tentang idealisasi manusia-manusia yang di paruh waktunya, di luar jam kerja kegilaan abad 21 dengan melongok romantisme lapuk tentang manusia dan lansekap jiwanya di Paris dan kota-kota lain, seperti Lyon dan sekelilingnya.
Nurhidayat dengan jenial membayangkan dirinya dan lukisannya sebagai mesin waktu, “memotret” sejarah dengan mewakilkan kondisi waktu luang keluyuran orang-orang di tengah kota sampai sejenuh-jenuhnya di masa lalu Eropa. Ia gambarkan secara apik dalam lukisan-lukisan serta patungnya dengan bauran warna-warni ilustratif bergaya pop, serta sesekali drawing hitam-putih yang memikat.
Seniman ini membawa ironi kehidupan urban, teks-teks visual yang ramai di kanvas, sosok-sosok manusia enigmatik, serta citra kostum aneh seperti astronot yang dimaknai sebagai dirinya sendiri. Seperti di karya yang bisa disaksikan pada Exil #3, 2024, Drawing on canvas, 80 x 65 cm atau di karya Exil #2, 2024, Acrylic on canvas, 90 x 80 cm.
Seperti katanya dalam wawancara “saya mengidentifikasi diri saya sendiri sebagai eksil, yang membeda di Perancis, ada tegangan keberbedaan ras dan gegar-budaya yang saya alami”.
Esais seni rupa
SENIMAN Indonesia yang hidup dan berkarya di Perancis selama puluhan tahun membawa oleh-oleh pameran solo tentang melankoli Eropa abad IX. Ia memanggungkan sejarah keterasingan dirinya sendiri dalam pengembaraan pun imajinasi kesepian orang-orang modern.
baca juga: AI Ungkap Misteri Lukisan Terkenal Madonna della Rosa
Lukisan-lukisan dan patung yang digelar di CG artspace, Jakarta Selatan sampai akhir Juli ini, memanggungkan narasi detil impresi kesunyian dalam keramaian. Tentang idealisasi manusia-manusia yang di paruh waktunya, di luar jam kerja kegilaan abad 21 dengan melongok romantisme lapuk tentang manusia dan lansekap jiwanya di Paris dan kota-kota lain, seperti Lyon dan sekelilingnya.
Nurhidayat dengan jenial membayangkan dirinya dan lukisannya sebagai mesin waktu, “memotret” sejarah dengan mewakilkan kondisi waktu luang keluyuran orang-orang di tengah kota sampai sejenuh-jenuhnya di masa lalu Eropa. Ia gambarkan secara apik dalam lukisan-lukisan serta patungnya dengan bauran warna-warni ilustratif bergaya pop, serta sesekali drawing hitam-putih yang memikat.
Seniman ini membawa ironi kehidupan urban, teks-teks visual yang ramai di kanvas, sosok-sosok manusia enigmatik, serta citra kostum aneh seperti astronot yang dimaknai sebagai dirinya sendiri. Seperti di karya yang bisa disaksikan pada Exil #3, 2024, Drawing on canvas, 80 x 65 cm atau di karya Exil #2, 2024, Acrylic on canvas, 90 x 80 cm.
Seperti katanya dalam wawancara “saya mengidentifikasi diri saya sendiri sebagai eksil, yang membeda di Perancis, ada tegangan keberbedaan ras dan gegar-budaya yang saya alami”.
tulis komentar anda