Pembajakan Akun Dinilai Pelanggaran HAM
Minggu, 23 Agustus 2020 - 13:32 WIB
JAKARTA - Peretasan akun media sosial (Medsos) sejumlah tokoh yang kritis terhadap pemerintah serta laman berita Tempo.co terus mendapatkan kecaman. Adapun salah satu tokoh yang kritis terhadap pemerintah dimaksud adalah Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono.
“Peretasan akun Twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kedua kasus peretasan ini dengan jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid kepada SINDOnews, Minggu (23/8/2020). (Baca juga: Usut Kasus Peretasan Media dan Akun Pribadi Tanpa Diskriminasi)
Dia menilai Pandu Riono selama ini begitu lantang menyuarakan kritikannya terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Sementara pemberitaan Tempo, kata dia, banyak menyorot keprihatinan politik dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa. ”Kami memandang kedua kasus peretasan ini dapat dilihat sebagai pembungkaman kritik. Jika ini benar, maka jelas pelanggaran HAM telah terjadi. Hak seseorang untuk mengungkapkan pendapatnya adalah hak yang dilindungi di konstitusi dan hukum HAM internasional,” tuturnya. (Baca juga: Politikus Demokrat: Lawan Kita Covid, Bukan Kebebasan Berpendapat)
Amnesty International Indonesia juga meminta agar pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus tersebut secara transparan, akuntabel, dan jelas. Dia menambahkan, semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Jikalau terbukti pelaku adalah bagian dari otoritas negara, maka tidak boleh ada impunitas hukum,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Negara juga harus menjamin bahwa hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dilindungi. Bagaimanapun, lanjut dia, masyarakat berhak mendapatkan dan memang membutuhkan informasi.
"Pembungkaman informasi, apalagi terkait pandemi yang tengah berlangsung, tidak hanya melanggar hak atas informasi yang dijamin dalam hukum HAM internasional, namun juga berpotensi melanggar hak atas kesehatan,” pungkasnya.
“Peretasan akun Twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kedua kasus peretasan ini dengan jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid kepada SINDOnews, Minggu (23/8/2020). (Baca juga: Usut Kasus Peretasan Media dan Akun Pribadi Tanpa Diskriminasi)
Dia menilai Pandu Riono selama ini begitu lantang menyuarakan kritikannya terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Sementara pemberitaan Tempo, kata dia, banyak menyorot keprihatinan politik dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa. ”Kami memandang kedua kasus peretasan ini dapat dilihat sebagai pembungkaman kritik. Jika ini benar, maka jelas pelanggaran HAM telah terjadi. Hak seseorang untuk mengungkapkan pendapatnya adalah hak yang dilindungi di konstitusi dan hukum HAM internasional,” tuturnya. (Baca juga: Politikus Demokrat: Lawan Kita Covid, Bukan Kebebasan Berpendapat)
Amnesty International Indonesia juga meminta agar pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus tersebut secara transparan, akuntabel, dan jelas. Dia menambahkan, semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Jikalau terbukti pelaku adalah bagian dari otoritas negara, maka tidak boleh ada impunitas hukum,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Negara juga harus menjamin bahwa hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dilindungi. Bagaimanapun, lanjut dia, masyarakat berhak mendapatkan dan memang membutuhkan informasi.
"Pembungkaman informasi, apalagi terkait pandemi yang tengah berlangsung, tidak hanya melanggar hak atas informasi yang dijamin dalam hukum HAM internasional, namun juga berpotensi melanggar hak atas kesehatan,” pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda