Lima Lembaga Ini Diminta Awasi Pelaksanaan Program Kartu Prakerja
Jum'at, 01 Mei 2020 - 18:04 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Kejaksaan dan masyarakat diminta mengawasi program Kartu Prakerja.
Kepala Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengatakan, secara prinsip yang harus dipahami dari awal adalah bahwa Program Kartu Prakerja ini menggunakan uang negara yang cukup besar, yang tahun 2020 ini saja besarnya hingga Rp20 Triliun.
"Melibatkan 5,6 juta orang calon penerima manfaat kartu prakerja," ujar Didik Mukrianto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5/2020).
Belum lagi lanjut dia, dari anggaran tersebut ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp5,6 Triliun yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital. Bahkan, kata dia, penyedia platform digital tersebut sebagai mitra kartu prakerja, keberadaannya tidak melalui mekanisme lelang.
"Karena alasan yang fundamental tersebut, dimana keterlibatan keuangan negara yang sedemikian besar, dan proses eksekusinya untuk beberapa hal masih dianggap tidak transparan dan akuntable, bahkan ada beberapa anggapan tentang adanya potensi KKN, Dagang Pengaruh/Trading Influence, maka pengawasan yang ketat dan melekat mutlak dibutuhkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, penyimpangan dan korupsi," ujarnya.
(Baca juga: Dukung Program Kartu Prakerja, Nasdem Desak Pelatihan Daring Dihentikan)
Dia berpandangan, bukan hanya KPK yang harus jeli dan ketat dalam mengawasi. "Tapi lebih jauh saya meminta PPATK untuk memantau setiap transaksi keuangan khususnya pihak-pihak atau perusahaan dan pengusaha yang terlibat dan atau terafiliasi dalam pelaksanaan kartu prakerja ini. Kalau perlu BPK juga harus melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja ini. Demikian juga Kepolisian, Kejaksaan, Inspektorat, Civil Society dan Masyarakat harus aktif untuk melakukan pengawasan," ujarnya.
Dengan pengawasan dini tersebut, dia berharap apabila ada yang nyata-nyata melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan dan melakukan korupsi, baik pejabat maupun pihak swasta termasuk penyedia platform digital, segera lakukan tindakan preventif, tangkap, cegah dan perbaiki.
Kepala Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengatakan, secara prinsip yang harus dipahami dari awal adalah bahwa Program Kartu Prakerja ini menggunakan uang negara yang cukup besar, yang tahun 2020 ini saja besarnya hingga Rp20 Triliun.
"Melibatkan 5,6 juta orang calon penerima manfaat kartu prakerja," ujar Didik Mukrianto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5/2020).
Belum lagi lanjut dia, dari anggaran tersebut ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp5,6 Triliun yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital. Bahkan, kata dia, penyedia platform digital tersebut sebagai mitra kartu prakerja, keberadaannya tidak melalui mekanisme lelang.
"Karena alasan yang fundamental tersebut, dimana keterlibatan keuangan negara yang sedemikian besar, dan proses eksekusinya untuk beberapa hal masih dianggap tidak transparan dan akuntable, bahkan ada beberapa anggapan tentang adanya potensi KKN, Dagang Pengaruh/Trading Influence, maka pengawasan yang ketat dan melekat mutlak dibutuhkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, penyimpangan dan korupsi," ujarnya.
(Baca juga: Dukung Program Kartu Prakerja, Nasdem Desak Pelatihan Daring Dihentikan)
Dia berpandangan, bukan hanya KPK yang harus jeli dan ketat dalam mengawasi. "Tapi lebih jauh saya meminta PPATK untuk memantau setiap transaksi keuangan khususnya pihak-pihak atau perusahaan dan pengusaha yang terlibat dan atau terafiliasi dalam pelaksanaan kartu prakerja ini. Kalau perlu BPK juga harus melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja ini. Demikian juga Kepolisian, Kejaksaan, Inspektorat, Civil Society dan Masyarakat harus aktif untuk melakukan pengawasan," ujarnya.
Dengan pengawasan dini tersebut, dia berharap apabila ada yang nyata-nyata melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan dan melakukan korupsi, baik pejabat maupun pihak swasta termasuk penyedia platform digital, segera lakukan tindakan preventif, tangkap, cegah dan perbaiki.
tulis komentar anda