Etika Hakim Konstitusi, Antara Harapan dan Kenyataan
Selasa, 09 April 2024 - 13:35 WIB
Ketujuh, melaksanakan keputusan bersama. Artinya, apa pun keputusannya yang telah menjadi kesepakatan bersama. Maka, semua pihak harus menerima untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Rakyat Pengawal Moral Bangsa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan yang merupakan lembaga keulamaan yang lahir dari rahim umat dan bangsa memiliki komitmen yang besar untuk mengawal aspirasi rakyat Indonesia terutama penegakan moral dan etika dalam berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, sebelum dan sesudah pilpres, MUI secara resmi menerbitkan tausiah kebangsaan. Salah poin penting menegaskan bahwa MUI salah satu institusi penegak akhlak (moral force), maka MUI senantiasa istikamah dalam memberi penguatan terhadap upaya penegakan nilai-nilai kejujuran dan keadilan termasuk dalam proses penyelenggaraan pemilu sebagai manifestasi pemilihan pemimpin bangsa (nashbu al-imam).
Hal ini memang tak mudah, karena banyak kepentingan yang menjadi penghambat menegakkan moral, etika bangsa. Karena itu, semua komponen bangsa dapat bercermin kembali kapada cita-cita pendiri bangsa. Misalnya Soekarto-Hatta pernah menyatakan kemerdekaan bangsa.
Tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini ialah mampukah kita menjaga kedaulatan NKRI dari intervensi kekuatan asing, menanggulangi kemerosotan moral dan dehumanisasi dalam kehidupan sosial, mencegah perbuatan korupsi, serta mengatasi ketimpangan kondisi ekonomi yang semakin melebar.
Sejak lama Bung Karno mengingatkan dalam pidato 1 Juni 1945 bahwa “...tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.” Bung Hatta memberi definisi “kemakmuran rakyat” ialah apabila rakyat terlepas dari kemiskinan yang menyiksa dan bahaya kemiskinan yang mengancam. Menurut Bung Hatta, pemerintah harus bertindak supaya tercapai penghidupan sosial yang lebih baik.
Dalam Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) tanggal 15 Juni 1979 yang merupakan pidato terakhir Bung Hatta mengatakan "Negara kita berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi politik perekonomian negara di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu."
Politik liberalisme sering dipakai jadi pedoman hingga saat ini berlangsung akan dapat merusak etika politik dalam berbangsa dan bernegara. Saatnya Indonesia bangkit dari pengaruh hegemoni ekonomi kapitalisme untuk membangun etika politik yang dapat mewujudkan kemaslahatan rakyat Indonesia.
Rakyat Pengawal Moral Bangsa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan yang merupakan lembaga keulamaan yang lahir dari rahim umat dan bangsa memiliki komitmen yang besar untuk mengawal aspirasi rakyat Indonesia terutama penegakan moral dan etika dalam berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, sebelum dan sesudah pilpres, MUI secara resmi menerbitkan tausiah kebangsaan. Salah poin penting menegaskan bahwa MUI salah satu institusi penegak akhlak (moral force), maka MUI senantiasa istikamah dalam memberi penguatan terhadap upaya penegakan nilai-nilai kejujuran dan keadilan termasuk dalam proses penyelenggaraan pemilu sebagai manifestasi pemilihan pemimpin bangsa (nashbu al-imam).
Hal ini memang tak mudah, karena banyak kepentingan yang menjadi penghambat menegakkan moral, etika bangsa. Karena itu, semua komponen bangsa dapat bercermin kembali kapada cita-cita pendiri bangsa. Misalnya Soekarto-Hatta pernah menyatakan kemerdekaan bangsa.
Tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini ialah mampukah kita menjaga kedaulatan NKRI dari intervensi kekuatan asing, menanggulangi kemerosotan moral dan dehumanisasi dalam kehidupan sosial, mencegah perbuatan korupsi, serta mengatasi ketimpangan kondisi ekonomi yang semakin melebar.
Sejak lama Bung Karno mengingatkan dalam pidato 1 Juni 1945 bahwa “...tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.” Bung Hatta memberi definisi “kemakmuran rakyat” ialah apabila rakyat terlepas dari kemiskinan yang menyiksa dan bahaya kemiskinan yang mengancam. Menurut Bung Hatta, pemerintah harus bertindak supaya tercapai penghidupan sosial yang lebih baik.
Dalam Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) tanggal 15 Juni 1979 yang merupakan pidato terakhir Bung Hatta mengatakan "Negara kita berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi politik perekonomian negara di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu."
Politik liberalisme sering dipakai jadi pedoman hingga saat ini berlangsung akan dapat merusak etika politik dalam berbangsa dan bernegara. Saatnya Indonesia bangkit dari pengaruh hegemoni ekonomi kapitalisme untuk membangun etika politik yang dapat mewujudkan kemaslahatan rakyat Indonesia.
(zik)
tulis komentar anda