Ambil Alih FIR, Indonesia Untung dan Singapura Rugi?
Senin, 08 April 2024 - 05:10 WIB
Selain itu, pemberlakuan masa retroaktif hingga 18 tahun (dari semula hanya 15 tahun) memungkinkan penyelarasan dengan ketentuan hukum pidana nasional. Dengan demikian, kejahatan di masa lalu bisa ditarik dalam hukum Indonesia. Sedangkan untuk kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura akan memberi kerangka kerja sama pertahanan, termasuk di dalamnya menfasilitasi kerja sama militer yang saling menguntungkan dengan tetap menghormati integritas kedaulatan kedua negara.
baca juga: Indonesia Hanya Kendalikan Ruang Udara 37 Ribu Kaki ke Atas, KSAU: Itu Keputusan Terbaik
Ruang lingkup kerja sama di dalamnya sangatlah luas, termasuk keberadaan 8 area kerja sama yang diatur dan semuanya disusun dalam kerangka untuk memberikan keuntungan bagi kedua negara. Sebagai informasi, Indonesia telah menyelesaikan proses domestik untuk FIR melalui Peraturan Presiden No. 109 tahun 2022, DCA melalui UU No. 3 tahun 2023 dan Esktradisi melalui UU No. 5 tahun 2023.
Win-win Solution
Sukses Indonesia mengambil alih kendali FIR bukanlah variabel tunggal, karena diikuti dengan sejumlah kerja sama lain, dalam konteks ini adalah perjanjian ekstradisi dan kerja sama pertahanan atau DCA. Selain itu, ada sejumlah kerja sama lain yang tak kalah penting untuk memperkokoh hubungan bilateral kedua negara.
Saat Leaders Retreat, Jokowi dan Lee Hsien Loong menyepakati 20 letter of intent, dengan skup kerja sama di antaranya, 9 MoU B-to-B di bidang energi, healthcare dan digital, dan 7 MoU G-to-G antara lain di bidang energi, kesehatan, dan digital. Pertemuan juga membahas kelanjutan enam kelompok kerja antar kedua negara yaitu kelompok kerja Batam, Bintan, Karimun (BBK) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lainnya, kelompok kerja investasi dan kelompok kerja transportasi, kelompok kerja pariwisata, kelompok kerja tenaga kerja dan kelompok kerja agribisnis.
Selain itu, pembicaraan juga menyinggung upaya menarik arus modal masuk dari Singapura di Kendal Industrial Park yang menjadi KEK. Tak kalah pentingnya adalah pembahasan langkah tindak lanjut Bilateral Investment Treaty (BIT) antara Indonesia dan Singapura yang diperlukan bagi perlindungan investasi, dan pengkajian kembali terhadap Perjanjian Double Taxation Avoidance (DTA) yang bertujuan untuk meningkatkan level kompetisi dan iklim investasi di kedua negara.
Kerja sama ekonomi Indonesia-Singapura terbilang erat dan menempatkan Singapura sebagai salah satu mitra terpenting. Berdasar laporan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2023 lalu negara kota itu merupakan asal investasi penanaman modal asing (PMA) terbesar di Indonesia, dengan nilai USD15,4 miliar. Di sisi lain Indonesia merupakan mitra dagang terbesar kedua Singapura di ASEAN, dengan pangsa 17% dari total perdagangan.
Total nilai perdagangan bilateral pada 2022 mencapai USD33,8 miliar, meningkat 24,6% year on year dibanding 2021. Dari berbagai fakta kerja sama Indonesia-Singapura, langkah merebut FIR tidak bisa dipandang sebagai bentuk konflik zero sum game, karena ternyata Indonesia masih mengedepankan hubungan bilateral di antara Indonesia keduanya.
Karena itu, walaupun mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau dan Natuna sangat urgen untuk menegaskan kedaulatan atas wilayah udara tersebut, Indonesia ternyata masih longgar dalam konteks kerja sama pertahanan. Singapura masih mendapat tempat wilayah NKRI untuk melakukan latihan militer.
baca juga: Indonesia Hanya Kendalikan Ruang Udara 37 Ribu Kaki ke Atas, KSAU: Itu Keputusan Terbaik
Ruang lingkup kerja sama di dalamnya sangatlah luas, termasuk keberadaan 8 area kerja sama yang diatur dan semuanya disusun dalam kerangka untuk memberikan keuntungan bagi kedua negara. Sebagai informasi, Indonesia telah menyelesaikan proses domestik untuk FIR melalui Peraturan Presiden No. 109 tahun 2022, DCA melalui UU No. 3 tahun 2023 dan Esktradisi melalui UU No. 5 tahun 2023.
Win-win Solution
Sukses Indonesia mengambil alih kendali FIR bukanlah variabel tunggal, karena diikuti dengan sejumlah kerja sama lain, dalam konteks ini adalah perjanjian ekstradisi dan kerja sama pertahanan atau DCA. Selain itu, ada sejumlah kerja sama lain yang tak kalah penting untuk memperkokoh hubungan bilateral kedua negara.
Saat Leaders Retreat, Jokowi dan Lee Hsien Loong menyepakati 20 letter of intent, dengan skup kerja sama di antaranya, 9 MoU B-to-B di bidang energi, healthcare dan digital, dan 7 MoU G-to-G antara lain di bidang energi, kesehatan, dan digital. Pertemuan juga membahas kelanjutan enam kelompok kerja antar kedua negara yaitu kelompok kerja Batam, Bintan, Karimun (BBK) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lainnya, kelompok kerja investasi dan kelompok kerja transportasi, kelompok kerja pariwisata, kelompok kerja tenaga kerja dan kelompok kerja agribisnis.
Selain itu, pembicaraan juga menyinggung upaya menarik arus modal masuk dari Singapura di Kendal Industrial Park yang menjadi KEK. Tak kalah pentingnya adalah pembahasan langkah tindak lanjut Bilateral Investment Treaty (BIT) antara Indonesia dan Singapura yang diperlukan bagi perlindungan investasi, dan pengkajian kembali terhadap Perjanjian Double Taxation Avoidance (DTA) yang bertujuan untuk meningkatkan level kompetisi dan iklim investasi di kedua negara.
Kerja sama ekonomi Indonesia-Singapura terbilang erat dan menempatkan Singapura sebagai salah satu mitra terpenting. Berdasar laporan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2023 lalu negara kota itu merupakan asal investasi penanaman modal asing (PMA) terbesar di Indonesia, dengan nilai USD15,4 miliar. Di sisi lain Indonesia merupakan mitra dagang terbesar kedua Singapura di ASEAN, dengan pangsa 17% dari total perdagangan.
Total nilai perdagangan bilateral pada 2022 mencapai USD33,8 miliar, meningkat 24,6% year on year dibanding 2021. Dari berbagai fakta kerja sama Indonesia-Singapura, langkah merebut FIR tidak bisa dipandang sebagai bentuk konflik zero sum game, karena ternyata Indonesia masih mengedepankan hubungan bilateral di antara Indonesia keduanya.
Karena itu, walaupun mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau dan Natuna sangat urgen untuk menegaskan kedaulatan atas wilayah udara tersebut, Indonesia ternyata masih longgar dalam konteks kerja sama pertahanan. Singapura masih mendapat tempat wilayah NKRI untuk melakukan latihan militer.
tulis komentar anda