Pidato Pengantar Presiden untuk RAPBN 2021 Kurang Realistis

Sabtu, 15 Agustus 2020 - 20:39 WIB
Fadli Zon
Fadli Zon

Chairman Institute for Policy Studies (IPS), Alumnus Studi Pembangunan London School of Economics (LSE), Inggris

KITA kemarin sudah mendengar pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam rangka mengantarkan RUU APBN 2021. Di tengah ancaman pandemi serta resesi ekonomi yang masih akan terus berlangsung, kita sebenarnya ingin mendengarkan pidato kenegaraan yang dekat dengan kenyataan. Hanya dengan mendekati realitas, kita akan bisa mencari jalan keluar tepat untuk mengatasi krisis yang tengah berlangsung.

Sayangnya harapan itu tak terpenuhi. Pidato kemarin kurang realistis. Satu hal paling mencolok adalah soal target pertumbuhan ekonomi. Presiden Joko Widodo menargetkan pertumbuhan tahun depan ada pada kisaran 4,5 hingga 5,5%. Di tengah pandemi, itu adalah target yang tak masuk akal. Apalagi, selama kuartal kedua 2020 kemarin pertumbuhan ekonomi kita anjlok hingga minus 5,32%.

Bagaimana caranya melompat dari angka minus 5% ke angka positif 5% di tengah-tengah pandemi, jika sebelum pandemi saja angka pertumbuhan kita hanya bisa mepet 5%? Rasanya tak perlu menjadi ekonom untuk menilai target itu sama sekali jauh dari realistis!



Pernyataan Presiden bahwa kita harus menjadikan krisis ini sebagai momen untuk melakukan lompatan besar adalah ungkapan terlalu muluk. Optimisme penting, tapi realistis lebih penting lagi. Sesudah kehidupan ekonomi kita anjlok, sebagaimana perekonomian hampir seluruh negara di dunia saat ini, yang kita perlukan adalah pemulihan, alias kembali ke titik normal. Bicara mengenai lompatan pada saat kita sedang terpuruk, selain tak masuk akal, juga bukan ungkapan bijaksana.

Ada empat alasan kenapa optimisme dalam pidato Presiden kemarin kurang realistis.

Pertama, anggaran stimulus ekonomi yang akan diberikan pemerintah tahun depan lebih kecil daripada anggaran tahun ini. Merujuk pada revisi APBN 2020, anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini mencapai Rp695 triliun. Sementara, tahun 2021 pemerintah hanya akan menganggarkan Rp356,5. Artinya, dengan anggaran hampir Rp700 triliun saja pemerintah gagal mengangkat perekonomian, apalagi dengan anggaran yang berkurang hampir setengahnya?

Kedua, RAPBN 2021 dengan jelas menunjukkan penyusunan anggaran belanja pemerintah sejauh ini tak memiliki korelasi dengan kurva pandemi maupun proyeksinya. Patokannya adalah besaran anggaran PEN dan defisit APBN itu sendiri.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More