Ramadan dan Optimalisasi Zakat, Infak, dan Sedekah
Jum'at, 15 Maret 2024 - 13:27 WIB
Ramadan dengan demikian mestinya bisa menciptakan kultur gotong royong dan keceriaan dalam berbagi. Ramadan adalah tarbiyah untuk bersedekah, sekolahan yang efektif untuk menyapa mereka yang tidak berpunya.
Apabila ekosistem sosial dan dan kultur giving, loving and caring yaitu kebiasaan memberi, mencintai dan kepedulian sosial menguat maka sesungguhnya beban bansos bisa dikurangi. Apabila stakeholders dan struktur keuangan perbankan dan industri besar jujur membayar CSR-nya, dapat dipastikan Indonesia lebih sejahtera, Indonesia lebih baik.
Apabila budaya dan sistem filantropisme manusia Nusantara dikuatkan, sistem chaity individu yang berlebih harta terbangun dengan berdasar data sasaran yang jelas maka tentu Inadonesia tak hanya memiliki predikat negara paling dermawan di dunia. Sebutan itu menjelma menjadi kekuatan pemerataan kesejahteraan sebagaimana dicita citakan para pendiri negara, sebagaimana nilai luhur yang dibawa oleh para Nabi.
Ramadan sangat erat hubungannya dengan visi dan misi Indonesia serta amanat bagi para pemimpin. Sebagaimana Undang Undang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat dan pemerintahan daerah harus hadir untuk menangani berbagai masalah sosial, mengikis kemiskinan dan menopang kejayaan Indonesia. Indonesia masa depan yang lebih baik.
Lembaga sosial strategis seperti NU, Muhammadiyah, yayasan sosial keagamaan, kalangan ponpes, kampus, perusahaan keuangan dan industri, organisasi sosial pada umumnya, lembaga lembaga Zakat Infak dan Sedekah seperti LAZISNU dan LAZISMU, yayasan sosial non kegamaan dan bagian sosial perusahaan besar bisa menjadi pilar penting untuk Indonesia yang lebih baik.
Semangat Ramadan bisa meningkatkan virus positif filantropisme yaitu semangat atau kesadaran mendekati Sang Pencipta dengan jalan memberi, mencintai orang papa dan membantu sesama. Inilah esensi bulan Ramadhan sekaligus makna hakiki berpuasa, meningkatkan rasa empati sosial.
Menurut James O. Midgley (1995) dalam Tamin (2011), filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya pengentasan kemiskinan yaitu pendekatan social service (social administration), social work dan philanthropy).
Filantropi dianggap sebagai salah satu modal sosial telah menyatu di dalam kultur komunal (tradisi) yang telah mengakar sejak lama khususnya di masyarakat pedesaan. Namun sekarang merambah para eksekutif di perkotaan bahkan di lingkungan metropolitan.
Semakin hari, semakin banyak testimoni yang datang dari kalangan orang kaya papan atas yang mangatakan hidupnya seakan benar-benar merasa bahagia setelah mereka bisa membantu sesama. Sebagian para konglomerat dan The Top 100 world rich-men mengakui bahwa keberhasilannya adalah blessing karena mereka melakukan bantuan bantuan sosial.
Di luar negeri, orang-orang terkaya di dunia mendirikan yayasan sosial mengirimkan bantuan ke berbagai belahan dunia, dengan dua pernyataan yang jelas bahwa dengan charity (bersedekah), mereka hidup lebih tenteram bahagia dan harta mereka tak pernah berkurang karena sedekah.
Apabila ekosistem sosial dan dan kultur giving, loving and caring yaitu kebiasaan memberi, mencintai dan kepedulian sosial menguat maka sesungguhnya beban bansos bisa dikurangi. Apabila stakeholders dan struktur keuangan perbankan dan industri besar jujur membayar CSR-nya, dapat dipastikan Indonesia lebih sejahtera, Indonesia lebih baik.
Apabila budaya dan sistem filantropisme manusia Nusantara dikuatkan, sistem chaity individu yang berlebih harta terbangun dengan berdasar data sasaran yang jelas maka tentu Inadonesia tak hanya memiliki predikat negara paling dermawan di dunia. Sebutan itu menjelma menjadi kekuatan pemerataan kesejahteraan sebagaimana dicita citakan para pendiri negara, sebagaimana nilai luhur yang dibawa oleh para Nabi.
Ramadan sangat erat hubungannya dengan visi dan misi Indonesia serta amanat bagi para pemimpin. Sebagaimana Undang Undang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat dan pemerintahan daerah harus hadir untuk menangani berbagai masalah sosial, mengikis kemiskinan dan menopang kejayaan Indonesia. Indonesia masa depan yang lebih baik.
Lembaga sosial strategis seperti NU, Muhammadiyah, yayasan sosial keagamaan, kalangan ponpes, kampus, perusahaan keuangan dan industri, organisasi sosial pada umumnya, lembaga lembaga Zakat Infak dan Sedekah seperti LAZISNU dan LAZISMU, yayasan sosial non kegamaan dan bagian sosial perusahaan besar bisa menjadi pilar penting untuk Indonesia yang lebih baik.
Semangat Ramadan bisa meningkatkan virus positif filantropisme yaitu semangat atau kesadaran mendekati Sang Pencipta dengan jalan memberi, mencintai orang papa dan membantu sesama. Inilah esensi bulan Ramadhan sekaligus makna hakiki berpuasa, meningkatkan rasa empati sosial.
Menurut James O. Midgley (1995) dalam Tamin (2011), filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya pengentasan kemiskinan yaitu pendekatan social service (social administration), social work dan philanthropy).
Filantropi dianggap sebagai salah satu modal sosial telah menyatu di dalam kultur komunal (tradisi) yang telah mengakar sejak lama khususnya di masyarakat pedesaan. Namun sekarang merambah para eksekutif di perkotaan bahkan di lingkungan metropolitan.
Semakin hari, semakin banyak testimoni yang datang dari kalangan orang kaya papan atas yang mangatakan hidupnya seakan benar-benar merasa bahagia setelah mereka bisa membantu sesama. Sebagian para konglomerat dan The Top 100 world rich-men mengakui bahwa keberhasilannya adalah blessing karena mereka melakukan bantuan bantuan sosial.
Di luar negeri, orang-orang terkaya di dunia mendirikan yayasan sosial mengirimkan bantuan ke berbagai belahan dunia, dengan dua pernyataan yang jelas bahwa dengan charity (bersedekah), mereka hidup lebih tenteram bahagia dan harta mereka tak pernah berkurang karena sedekah.
tulis komentar anda