Sisi Lain dalam Pemberantasan Korupsi
Kamis, 14 Maret 2024 - 12:05 WIB
Keunikan hukum DPA menggunakan pendekatan efisiensi di mana korporasi Boeing telah dinyatakan terbukti melakukan suap, akan tetapi penuntutan dihentikan dengan syarat korporasi Boeing wajib membayar denda penalti dengan nilai 10 kali lipat dari jumlah denda dalam UU Tipikor kepada negara.
Tetapi di sisi lain korporasi Boeing diproteksi dari tuntutan pidana dan perdata pihak lain atau negara lain. Pendekatan hukum yang relatif baru tersebut, DPA telah dipraktikkan selain di AS, juga di Inggris dan Perancis. Berkaca pada praktik DPA tersebut, seyogianya pemberantasan korupsi termasuk suap di dalam sistem hukum pidana Indonesia mengambil sisi baiknya bagi efisiensi pemberantasan korupsi terutama bagi negara dan kesejahteraan rakyatnya.
Hal ini patut dipertimbangkan karena biaya dari APBN untuk KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian juga untuk Inspektorat Pengawasan dan Satuan Pengawas Internal (SPI) di K/L sangat tinggi sehingga tidak sebanding dengan pemasukan keuangan bagi negara setiap tahun dengan kata lain, besar pasak dari tiang.
Sehingga arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi perlu dievaluasi dan diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan nyata (riil) bagi bangsa dan negara, serta tidak menambah utang negara yang semakin meningkat per tahun anggarannya.
Perubahan arah poiitik hukum pemberantasan korupsi antara lain dengan perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001 dengan memasukkan ketentuan lain melengkapi ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 serta pasal suap dan gratifikasi, yaitu dengan ketentuan mengenai DPA.
Selain itu norma Pasal 2 dan Pasal 3 diberikan penjelasan lengkap mengenai maksud dan tujuan serta sasaran pemberantasan korupsi. Pertama, penyelenggara negara. Kedua, pihak lain selain penyelenggara negara.
Selain perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001, juga agar segera diundangkan RUU Perampasan Aset yang merupakan senjata pamungkas terakhir yang diharapkan dapat mencegah setiap penyelenggara negara melakukan korupsi termasuk juga pihak lain selain penyelenggara negara.
Hasil yang diharapkan dengan perubahan arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi ini adalah, pertama, sasaran dan tujuan pemberantasan korupsi dapat dicapai secara efisien dan efektif tanpa harus membebani dana APBN setiap tahun anggarannya.
Dana APBN selebihnya dapat digunakan untuk menaikkan selain gaji juga tunjangan kinerja (tunkin) aparatur hukum secara maksimal untuk melancarkan pelaksanaan tugas dan wewenang lembaga penegak hukum, khususnya dan lembaga pengawasan internal K/L.
Selain perubahan arah politik hukum tersebut, terlebih penting dan sangat berarti menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi terhadap kinerja penyelenggaraan negara adalah pemberian imunitas terhadap pimpinan lembaga poenegak hukum, KPK, Kejaksaan, Kepolisian baik tingkat pusat maupun daerah dari proses pembusukan dan kriminalisasi serta politisasi terhadap proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi baik yang berasal dari kekuasaan eksekutif maupun legislatif.
Tetapi di sisi lain korporasi Boeing diproteksi dari tuntutan pidana dan perdata pihak lain atau negara lain. Pendekatan hukum yang relatif baru tersebut, DPA telah dipraktikkan selain di AS, juga di Inggris dan Perancis. Berkaca pada praktik DPA tersebut, seyogianya pemberantasan korupsi termasuk suap di dalam sistem hukum pidana Indonesia mengambil sisi baiknya bagi efisiensi pemberantasan korupsi terutama bagi negara dan kesejahteraan rakyatnya.
Hal ini patut dipertimbangkan karena biaya dari APBN untuk KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian juga untuk Inspektorat Pengawasan dan Satuan Pengawas Internal (SPI) di K/L sangat tinggi sehingga tidak sebanding dengan pemasukan keuangan bagi negara setiap tahun dengan kata lain, besar pasak dari tiang.
Sehingga arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi perlu dievaluasi dan diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan nyata (riil) bagi bangsa dan negara, serta tidak menambah utang negara yang semakin meningkat per tahun anggarannya.
Perubahan arah poiitik hukum pemberantasan korupsi antara lain dengan perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001 dengan memasukkan ketentuan lain melengkapi ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 serta pasal suap dan gratifikasi, yaitu dengan ketentuan mengenai DPA.
Selain itu norma Pasal 2 dan Pasal 3 diberikan penjelasan lengkap mengenai maksud dan tujuan serta sasaran pemberantasan korupsi. Pertama, penyelenggara negara. Kedua, pihak lain selain penyelenggara negara.
Selain perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001, juga agar segera diundangkan RUU Perampasan Aset yang merupakan senjata pamungkas terakhir yang diharapkan dapat mencegah setiap penyelenggara negara melakukan korupsi termasuk juga pihak lain selain penyelenggara negara.
Hasil yang diharapkan dengan perubahan arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi ini adalah, pertama, sasaran dan tujuan pemberantasan korupsi dapat dicapai secara efisien dan efektif tanpa harus membebani dana APBN setiap tahun anggarannya.
Dana APBN selebihnya dapat digunakan untuk menaikkan selain gaji juga tunjangan kinerja (tunkin) aparatur hukum secara maksimal untuk melancarkan pelaksanaan tugas dan wewenang lembaga penegak hukum, khususnya dan lembaga pengawasan internal K/L.
Selain perubahan arah politik hukum tersebut, terlebih penting dan sangat berarti menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi terhadap kinerja penyelenggaraan negara adalah pemberian imunitas terhadap pimpinan lembaga poenegak hukum, KPK, Kejaksaan, Kepolisian baik tingkat pusat maupun daerah dari proses pembusukan dan kriminalisasi serta politisasi terhadap proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi baik yang berasal dari kekuasaan eksekutif maupun legislatif.
Lihat Juga :
tulis komentar anda