Guru Besar UNJ Ikut Aksi Rawamangun Bergerak: Gerakan Kampus Itu Otaknya Negara
Rabu, 28 Februari 2024 - 22:07 WIB
JAKARTA - Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Hafidz Abbas ikut turun dalam aksi mahasiswa dan sivitas akademika yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat (Gemarak).
Menurut Hafidz, Aksi Rawamangun Bergerak sebagai gerakan kampus yang berperan menjadi otak dari negara.
"Inilah suasana kampus. Kampus itu otaknya negara. Kampus itu harus bersuara yang benar, mereka harus menikmati kebebasan akademik dan kebebasan intelektual," ujar Hafidz, Rabu (28/2/2024).
Kampus bersuara berdasarkan suara dari masyarakat ilmiah. "Jika ada krisis seperti harga beras naik, kami insan sivitas akademika harus bersuara. Masyarakat menangis, masyarakat terancam pula masa depannya di negeri ini, pertikaian politik masih berlangsung. Jadi kampus ini jangan dicurigai (ditunggangi kepentingan politik) karena ini bentuk pengabdian kepada rakyat," ungkapnya.
Aksi ini juga bentuk panggilan insan sivitas akademika dari kampus-kampus di seluruh Indonesia. "Suara kampus adalah suara kebebasan ilmiah. Semoga suara ini didengar oleh seluruh rakyat Indonesia dan mungkin akan diikuti kampus-kampus lainnya," kata Hafidz.
Suara warga kampus harus didengar karena independensi dari para kaum pelajar yang murni demi rakyat. "Mereka ini tidak ada ambis apa-apa. Mereka masih kuliah dan belajar karena haus akan ilmu, karenanya mereka harus didengar," ujarnya.
Dosen sosiologi UNJ Ubaedillah Badrun mengungkapkan tuntutan kegelisahan rakyat yang dinilai sudah keterlaluan. Salah satunya kenaikan harga beras hingga 10 persen.
"Kita menangkap bahwa masyarakat menginginkan harga beras turun karena itu membuat masyarakat menderita. Banyak peristiwa yang berdatangan cukup luas dengan naiknya harga beras dalam dua bulan naik sampai 10 persen. Ini kan serius," katanya.
Menurut Hafidz, Aksi Rawamangun Bergerak sebagai gerakan kampus yang berperan menjadi otak dari negara.
"Inilah suasana kampus. Kampus itu otaknya negara. Kampus itu harus bersuara yang benar, mereka harus menikmati kebebasan akademik dan kebebasan intelektual," ujar Hafidz, Rabu (28/2/2024).
Kampus bersuara berdasarkan suara dari masyarakat ilmiah. "Jika ada krisis seperti harga beras naik, kami insan sivitas akademika harus bersuara. Masyarakat menangis, masyarakat terancam pula masa depannya di negeri ini, pertikaian politik masih berlangsung. Jadi kampus ini jangan dicurigai (ditunggangi kepentingan politik) karena ini bentuk pengabdian kepada rakyat," ungkapnya.
Aksi ini juga bentuk panggilan insan sivitas akademika dari kampus-kampus di seluruh Indonesia. "Suara kampus adalah suara kebebasan ilmiah. Semoga suara ini didengar oleh seluruh rakyat Indonesia dan mungkin akan diikuti kampus-kampus lainnya," kata Hafidz.
Suara warga kampus harus didengar karena independensi dari para kaum pelajar yang murni demi rakyat. "Mereka ini tidak ada ambis apa-apa. Mereka masih kuliah dan belajar karena haus akan ilmu, karenanya mereka harus didengar," ujarnya.
Dosen sosiologi UNJ Ubaedillah Badrun mengungkapkan tuntutan kegelisahan rakyat yang dinilai sudah keterlaluan. Salah satunya kenaikan harga beras hingga 10 persen.
"Kita menangkap bahwa masyarakat menginginkan harga beras turun karena itu membuat masyarakat menderita. Banyak peristiwa yang berdatangan cukup luas dengan naiknya harga beras dalam dua bulan naik sampai 10 persen. Ini kan serius," katanya.
tulis komentar anda