Belanja Daerah Harus Dipercepat
Jum'at, 14 Agustus 2020 - 06:41 WIB
Terkendala Teknis
Menurut Robert, selama masa pandemi Covid-19, ada sejumlah masalah teknis yang ditemui ketika pegawai negeri sipil (PNS) bekerja dari rumah. Mereka tidak banyak melakukan perjalanan dinas dan belanja lapangan sekarang sulit. Kemudian, rekanan dan pihak ketiga belum bisa bekerja optimal di tengah keterbatasan untuk bergerak karena pandemi Covid-19.
“Tapi lihat yang re-focusing program tanpa butuh keterlibatan presiden terlalu dalam itu bisa. Ada tiga aspek prioritas (penanganan pandemi), yakni belanja sistem kesehatan, belanja terkait jaring pengaman sosial, dan penanggulangan ekonomi dalam bentuk insentif kepada UKM. Yang seperti itu tidak perlu keterlibatan fisik. Itu dikelola dan kerja di rumah sekalipun bisa,” paparnya. (Lihat fotonya: Gajah Jinak Mati Mendadak di Aceh Jaya)
Menurut Robert, dalam mengeluarkan anggaran yang besar dan singkat, pemda memang cukup berhati-hati. Dia membenarkan pemda sempat khawatir mengeluarkan anggaran pada bulan Mei dan Juni. Hal itu disebabkan disharmoni regulasi antar kementerian.
Namun, semakin ke sini regulasinya sudah terpadu. Sekarang masalahnya ada pada birokrasi di lapangan yang masih menggunakan pola kerja dan mindset lama. Selain itu, ada juga serapan anggaran rendah karena masalah konflik politik di daerah, seperti di Kabupaten Jember.
“Kalau problem teknis, prosedur, dan sebagainya, harus ada tindakan khusus. Kita saat ini situasinya tidak normal, maka tidak bisa menggunakan cara-cara dan proses lama. Menteri Keuangan sudah mulai mendorong relaksasi belanja dana desa. Kemendagri membuat regulasi relaksasi APBD desa,” katanya.
Berdasarkan data KPPOD, sejak 2001 silam, hambatan dalam pengeluaran anggaran itu selalu sama yakni politik, teknis, dan hukum. Robert menerangkan jika masalahnya politik, seperti lambatnya pengesahan APBD itu harus diteguroleh pemerintah pusat. Pasalnya, lambatnya pengesahan akan merembet ke belanja daerah yang ikut telat.
“Kalau masalahnya teknis, harus dicari masalahnya. Terkait hukum itu soal regulasi yang mungkin membingungkan dan menjebak, itu perlihat oleh Kemendagri. Jadi kasus per kasus harus dilihat,” katanya. (Lihat videonya: Hujan Es Disertai Angin Kencang Terjadi di Cimahi)
Peneliti Indef Bhima Yudhistira berpendapat, kunci meningkatkan realisasi belanja di daerah terletak pada percepatan program-program stimulus penanganan Covid dan pemulihan ekonomi. Dia mendorong, agar komite pemulihan ekonomi juga berperan dalam percepatan realisasi anggaran di daerah.
Menurutnya, pejabat di daerah termasuk gubernur dan bupati/walikota jangan ragu membelanjakan anggaran karena dilindungi oleh UU No 2 tahun 2020. (F.W. Bahtiar/Dita Angga/Kunthi Fahmar Sandy)
Menurut Robert, selama masa pandemi Covid-19, ada sejumlah masalah teknis yang ditemui ketika pegawai negeri sipil (PNS) bekerja dari rumah. Mereka tidak banyak melakukan perjalanan dinas dan belanja lapangan sekarang sulit. Kemudian, rekanan dan pihak ketiga belum bisa bekerja optimal di tengah keterbatasan untuk bergerak karena pandemi Covid-19.
“Tapi lihat yang re-focusing program tanpa butuh keterlibatan presiden terlalu dalam itu bisa. Ada tiga aspek prioritas (penanganan pandemi), yakni belanja sistem kesehatan, belanja terkait jaring pengaman sosial, dan penanggulangan ekonomi dalam bentuk insentif kepada UKM. Yang seperti itu tidak perlu keterlibatan fisik. Itu dikelola dan kerja di rumah sekalipun bisa,” paparnya. (Lihat fotonya: Gajah Jinak Mati Mendadak di Aceh Jaya)
Menurut Robert, dalam mengeluarkan anggaran yang besar dan singkat, pemda memang cukup berhati-hati. Dia membenarkan pemda sempat khawatir mengeluarkan anggaran pada bulan Mei dan Juni. Hal itu disebabkan disharmoni regulasi antar kementerian.
Namun, semakin ke sini regulasinya sudah terpadu. Sekarang masalahnya ada pada birokrasi di lapangan yang masih menggunakan pola kerja dan mindset lama. Selain itu, ada juga serapan anggaran rendah karena masalah konflik politik di daerah, seperti di Kabupaten Jember.
“Kalau problem teknis, prosedur, dan sebagainya, harus ada tindakan khusus. Kita saat ini situasinya tidak normal, maka tidak bisa menggunakan cara-cara dan proses lama. Menteri Keuangan sudah mulai mendorong relaksasi belanja dana desa. Kemendagri membuat regulasi relaksasi APBD desa,” katanya.
Berdasarkan data KPPOD, sejak 2001 silam, hambatan dalam pengeluaran anggaran itu selalu sama yakni politik, teknis, dan hukum. Robert menerangkan jika masalahnya politik, seperti lambatnya pengesahan APBD itu harus diteguroleh pemerintah pusat. Pasalnya, lambatnya pengesahan akan merembet ke belanja daerah yang ikut telat.
“Kalau masalahnya teknis, harus dicari masalahnya. Terkait hukum itu soal regulasi yang mungkin membingungkan dan menjebak, itu perlihat oleh Kemendagri. Jadi kasus per kasus harus dilihat,” katanya. (Lihat videonya: Hujan Es Disertai Angin Kencang Terjadi di Cimahi)
Peneliti Indef Bhima Yudhistira berpendapat, kunci meningkatkan realisasi belanja di daerah terletak pada percepatan program-program stimulus penanganan Covid dan pemulihan ekonomi. Dia mendorong, agar komite pemulihan ekonomi juga berperan dalam percepatan realisasi anggaran di daerah.
Menurutnya, pejabat di daerah termasuk gubernur dan bupati/walikota jangan ragu membelanjakan anggaran karena dilindungi oleh UU No 2 tahun 2020. (F.W. Bahtiar/Dita Angga/Kunthi Fahmar Sandy)
tulis komentar anda