Waspadai Doktrin Teror Lewat Media Sosial

Kamis, 13 Agustus 2020 - 08:00 WIB
Walaupun kelompok radikal/teroris memakai isu Covid-19 sebagai bahan propaganda dan rekrutmen mereka, tapi terlihat bahwa gerakan kelompok tersebut di medsos tidak konsisten. Ke lompok itu pun cenderung hanya menunggangi isu yang lagi hits di waktu tertentu saja. Misalnya saat ini mereka mengampanyekan anti-China karena ada berita uji klinis tahap tiga vaksin Covid-19 buatan China di Indonesia. “Jadi boleh dikatakan masif secara jumlah, tapi tidak terstruktur dan terencana dengan baik,” beber Alto. (Baca juga: Postingan Menghujat Nabi Muhammad Picu Bentrokan di India, Tiga Tewas)

Secara spesifik kelompok radikal/teroris punya dua sasaran demografi saat melakukan kampanye, propaganda, dan penyebaran paham radikalisme terorisme serta untuk perekrutan calon pelaku teror. Kedua sasaran demografi tersebut kelompok anak muda dan kelompok usia produktif. Anak muda yang disasar berkategori usia sekolah di tingkat SMA hingga universitas.

Adapun usia pekerja produktif berarti berusia 22-55 tahun. “(Sasaran) dua grup ini tidak berubah di masa pandemi ini. Kenapa mereka? Anak-anak muda dipilih karena mereka berpotensi dijadikan ‘prajurit’ di lapangan. Mereka bisa ikut dalam aksi, mereka juga berpotensi untuk menambah jumlah, sedangkan kelompok usia produktif dipilih karena mereka bisa ikut kelompok radikal/teroris dalam pendanaan lewat sumbangan,” ungkap Alto.

Founder Drone Emprit and Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi menilai, medsos memang menjadi salah satu sarana penyampaian pesan yang efektif. Dia menyatakan, Drone Emprit pernah memantau penyampaian pesan pengguna medsos pada aspek intoleran dan radikalisme. Hanya, untuk memastikan arah konteksnya masih butuh waktu. Untuk isu intoleran dan radikalisme terdapat beberapa kata kunci. (Lihat videonya: Jaksa Cantik Pinangki Jadi Tersangka, Diduga terima Suap Rp7 Miliar)

Dia memastikan, berdasarkan data yang ada memang penyebaran paham-paham tersebut masih terus berlangsung di medsos saat masa pandemi Covid-19. “Data-data itu kami kumpulkan, bah kan sampai saat ini. Cuma, untuk me nyimpulkannya harus dianalisis lagi dan itu butuh waktu. Hal yang pasti, sikap intoleran dan radikalisme itu me mang dikampanyekan terus-menerus lewat medsos, bahkan dimasa pandemi. Paham-paham itu masih terus selalu ada,” ujar Ismail saat di hubungi Koran SINDO. (Sabir Laluhu)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More