Pilkada 2020 Akan Hasilkan Pemimpin Terbaik Lawan COVID-19
Kamis, 13 Agustus 2020 - 01:29 WIB
JAKARTA - Pilkada serentak 2020 diyakini akan dapat menghasilkan kepala daerah yang mampu mengatasi berbagai permasalahan di masa pandemi COVID-19 . Karena itu, masyarakat diharapkan untuk tidak memilih calon kepala daerah yang tidak sensitif terhadap virus corona.
"COVID ini dianggap mengubah kesadaran baru, peradaban baru bahwa jangan dipilih calon pemimpin yang tidak sensitif terhadap COVID. Ini adalah suatu untuk membangun mindset baru supaya masyarakat juga paham bahwa pemimpin memang harus bekerja dengan baik di tengah krisis seperti ini," kata Anggota Komisi II DPR Endro S Yahman dalam webinar yang diselenggarakan Indonesia Bureacracy and Service Watch dengan tema " Pilkada Serentak , Upaya Hasilkan Kepala Daerah yang Kredibel Dalam Penanganan COVID-19 dan Dampak Sosial serta Ekonomi", Rabu (12/8/2020).
Menurut Endro, Pilkada tidak perlu ditakuti dan pandemi COVID-19 harus dipandang positif untuk mengubah paradigma terkait pemimpin daerah yang dilahirkan selanjutnya adalah yang memiliki kepekaan terhadap krisis. Menurutnya, masyarakat perlu mendukung pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian agar memilih pemimpin yang memiliki sense of crisis.( )
Sementara itu, Ketua Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) Abdullah Azwar Anas menegaskan, kepada para petahana yang maju dalam kontestasi Pilkada serentak agar tidak melakukan politik uang dan mengeksploitasi program bantuan sosial untuk kepentingan politiknya. Ia juga meminta kepada seluruh masyarakat untuk menjadikan pandemi COVID-19 sebagai momentum bangkit dari keterpurukan.
"Yang paling penting adalah calon kepala daerah harus bisa membangun harapan dan optimistis memfokuskan kinerjanya dalam menghadapi COVID-19," kata Azwar Anas yang juga Bupati Banyuwangi ini.
Dalam webinar itu, Direktur Eksekutif LSM-IBSW (Indonesia Bureaucracy and Service Watch), Nova Andika optimistis Pilkada serentak 2020 akan menghasilkan kepala daerah yang memiliki integritas dan kapabilitas yang lebih mumpuni. Ujiannya sangat berat. Pertama, harus menyelamatkan manusia dari pandemi yang tentu implikasinya harus mengurangi kerumunan karena pemilu biasanya crowded people, arak-arakan, turun ke jalan.
Kedua, pemilu di tengah terjadinya resesi ekonomi dengan anggaran yang begitu besar, sehingga diharapkan bisa menggerakkan sektor ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. "Ketiga, pemilu harus menjamin terciptanya demokrasi yang bersih dan sehat karena pemilu harus berdampak juga yang paling utama adalah demokrasi. Jangan sampai dengan adanya pandemi ini kita beralih menjadi negara yang totaliter, otoriter dan tidak demokrasi," kata Nova.( )
Ia menyatakan, Pilkada menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin yang memiliki keunggulan extraordinary yaitu mengkonversi hambatan menjadi peluang. "Pemimpin yang dilahirkan adalah yang melakukan business not as usual atau pemimpin yang biasa-biasa saja, tetapi pemimpin yang selain aware terhadap pandemi dan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat, tapi utamanya adalah pemimpin yang bisa menjamin demokrasi berjalan dengan baik, tidak melakukan kecurangan dan berorientasi kepada pengembangan pendidikan politik masyarakat," kata Novan.
Analis Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah berharap masyarakat punya kepekaan dalam memilih pemimpinnya. Ia menjelaskan, ada tiga jenis masyarakat Indonesia yaitu yang patuh terhadap aturan, yang "emang gue pikirin" atau acuh tak acuh, dan jenis wait and see atau waspada terhadap COVID-19.
"Karena itu saat penyelenggaraan Pilkada tiga jenis itu harus diedukasi dan ini tantangan penyelenggara jangan sampai muncul kluster COVID baru," kata Trubus.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Wilayah V Direktorat Fasilitas Kepala Daerah dan DPRD Kemendagri, Heriyani Roni mengatakan, di samping punya tugas besar, Pilkada ini juga menjadi tantangan bagi kepala daerah. Manajemen kepemimpinan kepala daerah dalam menghadapi emergency harus mengambil langkah inovatif agar tidak terjadi peningkatan grafik COVID-19.
"COVID ini dianggap mengubah kesadaran baru, peradaban baru bahwa jangan dipilih calon pemimpin yang tidak sensitif terhadap COVID. Ini adalah suatu untuk membangun mindset baru supaya masyarakat juga paham bahwa pemimpin memang harus bekerja dengan baik di tengah krisis seperti ini," kata Anggota Komisi II DPR Endro S Yahman dalam webinar yang diselenggarakan Indonesia Bureacracy and Service Watch dengan tema " Pilkada Serentak , Upaya Hasilkan Kepala Daerah yang Kredibel Dalam Penanganan COVID-19 dan Dampak Sosial serta Ekonomi", Rabu (12/8/2020).
Menurut Endro, Pilkada tidak perlu ditakuti dan pandemi COVID-19 harus dipandang positif untuk mengubah paradigma terkait pemimpin daerah yang dilahirkan selanjutnya adalah yang memiliki kepekaan terhadap krisis. Menurutnya, masyarakat perlu mendukung pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian agar memilih pemimpin yang memiliki sense of crisis.( )
Sementara itu, Ketua Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) Abdullah Azwar Anas menegaskan, kepada para petahana yang maju dalam kontestasi Pilkada serentak agar tidak melakukan politik uang dan mengeksploitasi program bantuan sosial untuk kepentingan politiknya. Ia juga meminta kepada seluruh masyarakat untuk menjadikan pandemi COVID-19 sebagai momentum bangkit dari keterpurukan.
"Yang paling penting adalah calon kepala daerah harus bisa membangun harapan dan optimistis memfokuskan kinerjanya dalam menghadapi COVID-19," kata Azwar Anas yang juga Bupati Banyuwangi ini.
Dalam webinar itu, Direktur Eksekutif LSM-IBSW (Indonesia Bureaucracy and Service Watch), Nova Andika optimistis Pilkada serentak 2020 akan menghasilkan kepala daerah yang memiliki integritas dan kapabilitas yang lebih mumpuni. Ujiannya sangat berat. Pertama, harus menyelamatkan manusia dari pandemi yang tentu implikasinya harus mengurangi kerumunan karena pemilu biasanya crowded people, arak-arakan, turun ke jalan.
Kedua, pemilu di tengah terjadinya resesi ekonomi dengan anggaran yang begitu besar, sehingga diharapkan bisa menggerakkan sektor ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. "Ketiga, pemilu harus menjamin terciptanya demokrasi yang bersih dan sehat karena pemilu harus berdampak juga yang paling utama adalah demokrasi. Jangan sampai dengan adanya pandemi ini kita beralih menjadi negara yang totaliter, otoriter dan tidak demokrasi," kata Nova.( )
Ia menyatakan, Pilkada menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin yang memiliki keunggulan extraordinary yaitu mengkonversi hambatan menjadi peluang. "Pemimpin yang dilahirkan adalah yang melakukan business not as usual atau pemimpin yang biasa-biasa saja, tetapi pemimpin yang selain aware terhadap pandemi dan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat, tapi utamanya adalah pemimpin yang bisa menjamin demokrasi berjalan dengan baik, tidak melakukan kecurangan dan berorientasi kepada pengembangan pendidikan politik masyarakat," kata Novan.
Analis Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah berharap masyarakat punya kepekaan dalam memilih pemimpinnya. Ia menjelaskan, ada tiga jenis masyarakat Indonesia yaitu yang patuh terhadap aturan, yang "emang gue pikirin" atau acuh tak acuh, dan jenis wait and see atau waspada terhadap COVID-19.
"Karena itu saat penyelenggaraan Pilkada tiga jenis itu harus diedukasi dan ini tantangan penyelenggara jangan sampai muncul kluster COVID baru," kata Trubus.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Wilayah V Direktorat Fasilitas Kepala Daerah dan DPRD Kemendagri, Heriyani Roni mengatakan, di samping punya tugas besar, Pilkada ini juga menjadi tantangan bagi kepala daerah. Manajemen kepemimpinan kepala daerah dalam menghadapi emergency harus mengambil langkah inovatif agar tidak terjadi peningkatan grafik COVID-19.
(abd)
tulis komentar anda