Paradigma Kepemimpinan Nasional: Mewujudkan Asa Masyarakat Indonesia Sehat Berdaulat
Jum'at, 09 Februari 2024 - 14:21 WIB
Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku. Bagi seorang pemimpin, paradigma yang digunakannya dalam memimpin akan memengaruhi secara langsung segenap keputusannya. Di bidang kesehatan, apa yang menjadi paradigma pemimpin tersebut akan tercermin dalam program pembangunan kesehatan yang dicanangkannya.
Pertama, Paradigma Biomedis. Di awal kemerdekaan, situasi derajat kesehatan rakyat Indonesia relatif rendah. Angka kesakitan dan angka kematian sangat tinggi, utamanya disebabkan prevalensi penyakit menular yang merata terjadi diseluruh Indonesia. Kondisi ini diperparah dengan buruknya kualitas lingkungan, kurangnya SDM kesehatan, dokter warga negara Belanda sudah kembali ke negaranya, terbatasnya sarana pelayanan kesehatan, dan pembiayaan kesehatan masyarakat yang sangat minim.
Kondisi objektif ini menyebabkan terbangunnya paradigma biomedis yang mengedepankan aspek kuratif dalam pembangunan kesehatan. Hal mana ditandai dengan gencarnya pembangunan pelayanan kedokteran, pembangunan rumah sakit, pendistribusian obat-obatan dengan membuka peluang seluas-luasnya bagi industri farmasi, baik nasional maupun asing untuk berkiprah.
Namun, ketika paradigma biomedis dalam pembangunan kesehatan terus dipakai, berbagai distorsipun terjadi, seperti: Meningkatnya jumlah SDM Kesehatan tidak dibarengi dengan distribusi yang proporsional; Meningkatnya jumlah sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, posyandu) yang tidak didukung dengan sistem pelayanan yang terstruktur; Terbukanya peluang bagi industri farmasi yang tidak menjadikan obat generik dan obat-obat esensial sebagai primadona pengobatan.
Akumulasi dari distorsi pembangunan kesehatan di atas, timbullah masalah kesehatan baru. Seperti: tenaga kesehatan terkonsentrasi di daerah yang menguntungkan bagi profesinya, rumah sakit dijadikan sumber pendapatan asli daerah (PAD); dan obat-obatan berubah menjadi komoditi komersial.
Kedua, Paradigma Sehat. Keprihatinan atas terjadinya berbagai distorsi dalam pembangunan kesehatan dengan paradigma biomedis menyebabkan pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru melakukan koreksi dan perubahan paradigma dalam pembangunan kesehatan, yaitu “Paradigma Sehat.”
Puncaknya dari perubahan paradigma tersebut adalah dicanangkannya visi "Indonesia Sehat 2010" sebagai program pemerintah awal Orde Reformasi oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1999. Indonesia Sehat 2010 merupakan komitmen negara untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Komitmen mulia yang menjadikan "Paradigma Sehat" sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif, dan antisipatif ini sayangnya tidak didukung oleh infrastruktur dan kesamaan persepsi dari seluruh stakeholder dalam pembangunan kesehatan. Paradigma Sehat memang dijadikan acuan dalam Sistem Kesehatan Nasional, namun Paradigma Biomedis yang menekankan aspek kuratif, termasuk dalam pembiayaan kesehatan tetap tidak ditinggalkan.
Hal lain yang memperberat kondisi ini adalah terbukanya pasar pelayanan kesehatan bagi pihak asing untuk masuk ke Indonesia melalui pintu asuransi kesehatan komersial, transfer of knowlegde and technology, dan kerja sama manajemen rumah sakit. Bahkan setelah “Indonesia Sehat 2010”, pasar kesehatan Indonesia makin terbuka.
Berbagai saat ini keberadaan UU Onimbus Kesehatan ditengarai sebagai upaya terang-terangan untuk memberi “karpet merah” kepada rumah sakit asing, dokter, dan tenaga kesehatan asing untuk bekerja di Indonesia. Bukan lagi sebatas transfer of knowlegde and technology.
Pertama, Paradigma Biomedis. Di awal kemerdekaan, situasi derajat kesehatan rakyat Indonesia relatif rendah. Angka kesakitan dan angka kematian sangat tinggi, utamanya disebabkan prevalensi penyakit menular yang merata terjadi diseluruh Indonesia. Kondisi ini diperparah dengan buruknya kualitas lingkungan, kurangnya SDM kesehatan, dokter warga negara Belanda sudah kembali ke negaranya, terbatasnya sarana pelayanan kesehatan, dan pembiayaan kesehatan masyarakat yang sangat minim.
Kondisi objektif ini menyebabkan terbangunnya paradigma biomedis yang mengedepankan aspek kuratif dalam pembangunan kesehatan. Hal mana ditandai dengan gencarnya pembangunan pelayanan kedokteran, pembangunan rumah sakit, pendistribusian obat-obatan dengan membuka peluang seluas-luasnya bagi industri farmasi, baik nasional maupun asing untuk berkiprah.
Namun, ketika paradigma biomedis dalam pembangunan kesehatan terus dipakai, berbagai distorsipun terjadi, seperti: Meningkatnya jumlah SDM Kesehatan tidak dibarengi dengan distribusi yang proporsional; Meningkatnya jumlah sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, posyandu) yang tidak didukung dengan sistem pelayanan yang terstruktur; Terbukanya peluang bagi industri farmasi yang tidak menjadikan obat generik dan obat-obat esensial sebagai primadona pengobatan.
Akumulasi dari distorsi pembangunan kesehatan di atas, timbullah masalah kesehatan baru. Seperti: tenaga kesehatan terkonsentrasi di daerah yang menguntungkan bagi profesinya, rumah sakit dijadikan sumber pendapatan asli daerah (PAD); dan obat-obatan berubah menjadi komoditi komersial.
Kedua, Paradigma Sehat. Keprihatinan atas terjadinya berbagai distorsi dalam pembangunan kesehatan dengan paradigma biomedis menyebabkan pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru melakukan koreksi dan perubahan paradigma dalam pembangunan kesehatan, yaitu “Paradigma Sehat.”
Puncaknya dari perubahan paradigma tersebut adalah dicanangkannya visi "Indonesia Sehat 2010" sebagai program pemerintah awal Orde Reformasi oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1999. Indonesia Sehat 2010 merupakan komitmen negara untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Komitmen mulia yang menjadikan "Paradigma Sehat" sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif, dan antisipatif ini sayangnya tidak didukung oleh infrastruktur dan kesamaan persepsi dari seluruh stakeholder dalam pembangunan kesehatan. Paradigma Sehat memang dijadikan acuan dalam Sistem Kesehatan Nasional, namun Paradigma Biomedis yang menekankan aspek kuratif, termasuk dalam pembiayaan kesehatan tetap tidak ditinggalkan.
Hal lain yang memperberat kondisi ini adalah terbukanya pasar pelayanan kesehatan bagi pihak asing untuk masuk ke Indonesia melalui pintu asuransi kesehatan komersial, transfer of knowlegde and technology, dan kerja sama manajemen rumah sakit. Bahkan setelah “Indonesia Sehat 2010”, pasar kesehatan Indonesia makin terbuka.
Berbagai saat ini keberadaan UU Onimbus Kesehatan ditengarai sebagai upaya terang-terangan untuk memberi “karpet merah” kepada rumah sakit asing, dokter, dan tenaga kesehatan asing untuk bekerja di Indonesia. Bukan lagi sebatas transfer of knowlegde and technology.
tulis komentar anda