TPN Ganjar-Mahfud Temukan Ribuan Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024
Selasa, 06 Februari 2024 - 15:26 WIB
JAKARTA - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis mengatakan pihaknya menemukan ribuan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 . Namun, menurutnya tidak semua dugaan pelanggaran itu diproses oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kalau pelanggaran cukup banyak, ribuan. Tapi persoalannya kan tidak semua pelanggaran itu bisa diproses oleh Bawaslu," ujar Todung di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2024).
Dia menjelaskan dari ribuan laporan yang masuk ke TPN Ganjar-Mahfud, pihaknya juga akan menelusuri lebih lanjut apakah ada bukti yang kuat untuk ditindaklanjuti ke Bawaslu.
"Karena kan pelanggaran kan harus jelas tempus-nya, locus-nya, kemudian duduk perkaranya, kasusnya, ini kan bisa betul konkret, spesifik, baru bisa diproses. Kalau tidak, kan kita hanya seperti membaca ada pelanggaran, ada kecurangan tapi tidak memberikan dukungan bukti-buktinya nah itu agak sulit," jelas Todung.
"Tapi cukup banyak, saya hanya tidak ingin kita melihat soal pelanggaran ini secara spesifik saja, tapi lihat secara umumnya, tendensinya kecenderungannya itu kan," sambungnya.
Sebagai contoh ketika bantuan sosial (bansos) itu diduga dipolitisasi untuk memenangkan pasangan tertentu. Meski tidak memiliki bukti kuat akan hal tersebut, namun Todung percaya peristiwa itu memang ada di lapangan.
"Bansos misalnya. Kalau Anda minta bukti itu kan tidak selamanya kita bisa dapat bukti yang konkret. Politisasi bansos itu ada, kecenderungan penyaluran bansos yang menguntungkan paslon tertentu itu bisa kita lihat dan kita bisa baca," tutupnya.
"Kalau pelanggaran cukup banyak, ribuan. Tapi persoalannya kan tidak semua pelanggaran itu bisa diproses oleh Bawaslu," ujar Todung di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2024).
Baca Juga
Dia menjelaskan dari ribuan laporan yang masuk ke TPN Ganjar-Mahfud, pihaknya juga akan menelusuri lebih lanjut apakah ada bukti yang kuat untuk ditindaklanjuti ke Bawaslu.
"Karena kan pelanggaran kan harus jelas tempus-nya, locus-nya, kemudian duduk perkaranya, kasusnya, ini kan bisa betul konkret, spesifik, baru bisa diproses. Kalau tidak, kan kita hanya seperti membaca ada pelanggaran, ada kecurangan tapi tidak memberikan dukungan bukti-buktinya nah itu agak sulit," jelas Todung.
"Tapi cukup banyak, saya hanya tidak ingin kita melihat soal pelanggaran ini secara spesifik saja, tapi lihat secara umumnya, tendensinya kecenderungannya itu kan," sambungnya.
Sebagai contoh ketika bantuan sosial (bansos) itu diduga dipolitisasi untuk memenangkan pasangan tertentu. Meski tidak memiliki bukti kuat akan hal tersebut, namun Todung percaya peristiwa itu memang ada di lapangan.
Baca Juga
"Bansos misalnya. Kalau Anda minta bukti itu kan tidak selamanya kita bisa dapat bukti yang konkret. Politisasi bansos itu ada, kecenderungan penyaluran bansos yang menguntungkan paslon tertentu itu bisa kita lihat dan kita bisa baca," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda