Kuasa Hukum Irman ke DKPP: Sanksi Pelanggaran Sumpah Janji Adalah Pemecatan
Sabtu, 03 Februari 2024 - 20:09 WIB
JAKARTA - Pimpinan tim kuasa hukum Irman Gusman , Arifudin mengatakan Komisioner KPU lebih memilih menafsirkan putusan PTUN No 600 dibanding melakukan kewajibannya melaksanakan perintah putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat.
“Komisioner KPU harus sadar bahwa mereka digaji negara bukan untuk menafsirkan putusan melainkan menjalankan perintah hukum yang dalam hal ini adalah perintah putusan PTUN No 600,” ujar Arifudin.
Diketahui, KPU enggan menjalankan putusan PTUN yang meminta KPU memasukkan kembali Irman Gusman ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu DPD 2024-2029 pascapencoretan Irman dari DCT sebelumnya.
Kasus penolakan KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memasuki babak baru. Irman mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran berat kode etik penyelenggaraan pemilu. Saat ini, DKPP telah menggelar persidangan laporan Irman, Kamis (1/2/2024).
Menurut Arifudin, tindakan KPU itu senyatanya merupakan pelanggaran, bahkan menafikkan sumpah yang telah diucapkan saat menjabat sebagai komisoner KPU.
Dia berharap DKPP menyikapi tindakan para teradu ini (Komisioner KPU) sebagai tindakan yang telah melanggar sumpah janji jabatan KPU dan beberapa prinsip etik lainnya sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Kemudian, perbuatan melanggar sumpah janji sanksinya mutlak pemberhentian dengan tidak hormat. “Karena jika perilaku komisioner yang menolak perintah putusan PTUN dianggap benar, maka ke depannya akan menjadi ancaman bagi penyelenggaraan berdemokrasi dan menjadi preseden buruk yaitu penyelenggara pemilu lebih memilih menafsirkan perintah undang-undang dibanding melaksanakannya. Lalu apa jadinya negara hukum kita ini nanti," ungkap Arif.
Sehari pascapersidangan, Bawaslu juga telah merekomendasikan kepada DKPP melalui hasil kajiannya terhadap pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang diduga kuat dilakukan komisioner KPU.
“Komisioner KPU harus sadar bahwa mereka digaji negara bukan untuk menafsirkan putusan melainkan menjalankan perintah hukum yang dalam hal ini adalah perintah putusan PTUN No 600,” ujar Arifudin.
Diketahui, KPU enggan menjalankan putusan PTUN yang meminta KPU memasukkan kembali Irman Gusman ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu DPD 2024-2029 pascapencoretan Irman dari DCT sebelumnya.
Kasus penolakan KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memasuki babak baru. Irman mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran berat kode etik penyelenggaraan pemilu. Saat ini, DKPP telah menggelar persidangan laporan Irman, Kamis (1/2/2024).
Menurut Arifudin, tindakan KPU itu senyatanya merupakan pelanggaran, bahkan menafikkan sumpah yang telah diucapkan saat menjabat sebagai komisoner KPU.
Dia berharap DKPP menyikapi tindakan para teradu ini (Komisioner KPU) sebagai tindakan yang telah melanggar sumpah janji jabatan KPU dan beberapa prinsip etik lainnya sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Kemudian, perbuatan melanggar sumpah janji sanksinya mutlak pemberhentian dengan tidak hormat. “Karena jika perilaku komisioner yang menolak perintah putusan PTUN dianggap benar, maka ke depannya akan menjadi ancaman bagi penyelenggaraan berdemokrasi dan menjadi preseden buruk yaitu penyelenggara pemilu lebih memilih menafsirkan perintah undang-undang dibanding melaksanakannya. Lalu apa jadinya negara hukum kita ini nanti," ungkap Arif.
Sehari pascapersidangan, Bawaslu juga telah merekomendasikan kepada DKPP melalui hasil kajiannya terhadap pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang diduga kuat dilakukan komisioner KPU.
Lihat Juga :
tulis komentar anda