Todung Mulya Lubis Sebut Pilpres 2024 Paling Tidak Demokratis Sejak Reformasi 98

Rabu, 17 Januari 2024 - 16:31 WIB
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai munculnya rekaman tersebut dalam masa kampanye menimbulkan kekhawatiran adanya dugaan kecurangan pada Pilpres 2024. Foto/MPI/Felldy Utama
JAKARTA - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis menyoroti adanya rekaman suara ajakan memilih Prabowo-Gibran yang diduga dilakukan pejabat Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara.

Pada rekaman tersebut, pejabat setempat seperti Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), Dandim, Polri, dan Pj Bupati Batu Bara diduga meminta warganya memilih pasangan paslon nomor urut 2.

Todung menyebutkan munculnya rekaman tersebut dalam masa kampanye menimbulkan kekhawatiran adanya dugaan konspirasi dan kecurangan pada Pilpres 2024.



"Fakta membuktikan adanya upaya untuk memenangkan salah satu paslon dan adanya dugaan kecurangan yang telah diamati. Ini dalam masyarakat, yang kita sebut dalam ilmu politik dan patron client, itu bisa mengikuti apa yang dikatakan oleh patronnya,” ujar Todung pada konferensi pers di Media Lounge TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024).

Selain itu, Todung juga merujuk pada sebuah video yang beredar, berisi konten Kepala Bidang (Kabid) SMP Dinas Pendidikan Kota Medan yang juga Sekretaris PGRI Kota Medan, Andy Yudhistira sedang mengajak para kepala sekolah untuk memilih Prabowo-Gibran.

Todung berpendapat bahwa tindakan itu dapat mempengaruhi perilaku para pemilih, yang dikenal sebagai "voting behavior."

Dari wilayah Timur Indonesia, Aktivis HAM itu juga menyoroti video yang menampilkan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Muhammad Hasbi yang mengklaim bahwa Presiden Joko Widodo akan mengangkat jutaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika pasangan Prabowo-Gibran menang.

Di tempat yang sama, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kritiyanto menyoroti munculnya papan reklame Wali Kota Medan Bobby Nasution bersama Capres Prabowo Subianto. TPN, menurut Hasto, akan melaporkan hal tersebut.

“Itu bukan hanya wali kota, presiden juga tampil di baliho dan TV, terang-terangan mendukung Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ini adalah satu hal yang kita tak pernah bayangkan saat pilpres. Politically incorrect! Ini sudah mencederai demokrasi di Indonesia,” tegas Hasto.

Senada dengan Hasto, Todung juga menyayangkan kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang hanya bekerja berdasarkan laporan, bukan melakukan tindakan preventif dengan melakukan investigasi di lapangan agar mencegah kecurangan.



“Ini pilpres yang menurut saya, paling tidak demokratis, setelah Reformasi 98,” pungkas Todung.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More