Pemulihan dan Perampasan Aset Tindak Pidana/Negara

Senin, 15 Januari 2024 - 05:31 WIB
Merujuk pada pengaturan tersebut menunjukkan bahwa RUU Perampasan Aset yang dirancang pemerintah menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan in -rem forfeiture dan in personam forfeiture. Di dalam RUU Perampasan Aset telah diatur mengenai jenis-jenis aset tindak pidana yang dapat dirampas yaitu:

(1) Aset hasil tindak pidana atau aset yang diperoleh secara langsung atau tidak lagsung dari tindak pidana yang telah dihibahkan atau yang dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau korporasi baik yang berupa modal, pendapatan maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut.

(2) Aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana, dan

(3) Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas untuk negara.

Selain ketiga jenis aset tindak pidana yang dapat dirampas, juga aset-aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait tindak pidana. 2. Aset yang berupa benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.

Adapun nilai aset tindak pidana yang dapat dirampas menurut RUU Perampasan Aset terdiri atas

a. aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan

b. aset yang terkait dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Perampasan aset khusus untuk aset pada angka 2 dilakukan dalam hal tersangka atau terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya atau b. terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Merujuk pada luas lingkup RUU Peerampasan Aset yang telah dipersiapkan pemerintah maka diperlukan sarana dan prasarana minimal yang harus dimiliki pemerintah khususnya Kejaksaan dan KPK. Sarana dan prasarana dimaksud adalah, pertama, Nomor Induk Keluarga (NIK) harus ditetapkan sebagai pengganti Nomor Kartu Tanda Penduduk yang dapat digunakan dalam semua urusan termasuk dalam menghadapi masalah hukum setiap warga negara sehingga dimiliki suatu Big-Data 270 juta penduduk. Hal ini sangat diperlukan karena pelacakan keberadaan harta kekayaaan seseorang yang diduga dari tindak pidana seharusnya mempersempit ruang gerak penempatan harta kekayaan di mana pun dan di tangan siapa pun harus dapat ditemukan. Dan, salah satu sumber data adalah identitas diri setiap orang harus akurat termasuk jumlah dan jenis harta kekayaannya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More