Peningkatan Kualitas SDM Modal Membangun dan Memajukan Papua
Minggu, 09 Agustus 2020 - 10:27 WIB
Dalam hal ini, kata Billy, PMI telah menyusun langkah-langkah inkubasi dalam jangka panjang, yakni membentuk narasi satu panggilan untuk masyarakat dan tanah Papua. Kemudian, membentuk pola pikir masyarakat Papua menjadi pemain nasional dan global serta mendorong negara memberikan pengakuan atas kontribusi setempat. Selain itu, menampilkan narasi individu-individu inspiratif ini di tingkat nasional dan global. ”Termasuk memiliki rasa bangga bahwa negara memberikan penghargaan kepada perjuangan dan kobntribusi. Serta rasa nasionalisme tumbuh secara organik sehingga kesejahteraan pun meningkat,” paparnya.
Sebagai bentuk komitmen dalam menjalankan misinya, kata Billy, PMI akan terus hadir serta berpartisipasi aktif dan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya membangun dan memajukan Papua guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur di Pulau Paling Timur Indonesia ini. “Kita tidak perlu mempermasalahkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan di masa lalu, tetapi kita harus fokus dan berkomitmen terhadap upaya dan progres di masa depan,” ujar Billy di akhir diskusi.
Manajer Program PMI regional Jayapura Brigitta Hisage menyampaikan mengenai Mama Market yang telah dijalankan oleh PMI selama tiga bulan berjalan. Dalam upaya menstabilisasi harga bahan pokok, PMI mendata mama-mama Papua dan menampung hasil kebun berikut gula dan beras untuk kemudian dipasarkan di Pasar Mamtaa, sebuah pasar murah yang menjual bahan-bahan pokok dengan harga yang terjangkau oleh ekonomi menengah ke bawah. ”PMI juga mempekerjakan mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkan pekerjaan sampingan sebagai kurir,” katanya.
Sementara itu, Sidney Jones selain menyampaikan tentang perdebatan mengenai pembaruan, revisi, maupun penolakan Undang-Undang Otonomi Khusus di Papua dalam konteks isu kepercayaan terhadap pemerintah, evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi khusus (otsus) Papua, migrasi, pemberontakan, hingga Hak Asasi Manusia (HAM) juga menilai, apabila masalah otsus tidak ditangani dengan bijak, maka situasi yang kini telah buruk berpotensi menjadi bertambah parah. ”Pada dasarnya masalah terbesar di Papua bukanlah separatisme, melainkan tindakan main hakim sendiri (vigilante) yang umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi,” paparnya.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam ini mendapat apresiasi positif dari sekitar 80 peserta yang mengikuti webinar serta 83 views melalui media sosial Facebook.
Sebagai bentuk komitmen dalam menjalankan misinya, kata Billy, PMI akan terus hadir serta berpartisipasi aktif dan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya membangun dan memajukan Papua guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur di Pulau Paling Timur Indonesia ini. “Kita tidak perlu mempermasalahkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan di masa lalu, tetapi kita harus fokus dan berkomitmen terhadap upaya dan progres di masa depan,” ujar Billy di akhir diskusi.
Manajer Program PMI regional Jayapura Brigitta Hisage menyampaikan mengenai Mama Market yang telah dijalankan oleh PMI selama tiga bulan berjalan. Dalam upaya menstabilisasi harga bahan pokok, PMI mendata mama-mama Papua dan menampung hasil kebun berikut gula dan beras untuk kemudian dipasarkan di Pasar Mamtaa, sebuah pasar murah yang menjual bahan-bahan pokok dengan harga yang terjangkau oleh ekonomi menengah ke bawah. ”PMI juga mempekerjakan mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkan pekerjaan sampingan sebagai kurir,” katanya.
Sementara itu, Sidney Jones selain menyampaikan tentang perdebatan mengenai pembaruan, revisi, maupun penolakan Undang-Undang Otonomi Khusus di Papua dalam konteks isu kepercayaan terhadap pemerintah, evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi khusus (otsus) Papua, migrasi, pemberontakan, hingga Hak Asasi Manusia (HAM) juga menilai, apabila masalah otsus tidak ditangani dengan bijak, maka situasi yang kini telah buruk berpotensi menjadi bertambah parah. ”Pada dasarnya masalah terbesar di Papua bukanlah separatisme, melainkan tindakan main hakim sendiri (vigilante) yang umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi,” paparnya.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam ini mendapat apresiasi positif dari sekitar 80 peserta yang mengikuti webinar serta 83 views melalui media sosial Facebook.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda