Romo Magnis Sebut Indonesia dalam Kondisi Berbahaya, Ini Indikasinya
Rabu, 15 November 2023 - 19:49 WIB
JAKARTA - Pengajar Filsafat dan Etika, Frans Magnis Suseno menganggap Indonesia saat ini dalam kondisi cukup berbahaya. Indikasinya kemiskinan bertambah, penguasa tanpa malu membangun dinasti politik keluarga, pengadilan yang tidak independen, hingga korupsi merajalela.
Hal itu disampaikan Romo Magnis di hadapan sejumlah rektor perguruan tinggi, pengamat, dan aktivis demokrasi dalam acara bertajuk Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023). Selain Romo Magnis, hadir sebagai narasumber pakar hukum dari UGM Zaenal Arifin Mochtar, pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, Direktur Eksekutif Amnesty Usman Hamid, pakar tata hukum negara Bivitri Susanti, dan Refly Harun. Moderator dalam acara itu ialah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.
"Kita dalam situasi yang cukup serius," kata Romo Magnis.
Menurutnya, 50% penduduk Indonesia belum sejahtera betul. Bahkan ada 9% berada dalam garis kemiskinan serius. Romo Magnis menilai kondisi itu akan membuat wajar apabila rakyat mencari ideologi selain Pancasila.
"Jadi, kita menghadapi ancaman perpecahan vertikal antara orang kecil yang masih menunggu sebenarnya di mana janji Indonesia ini," katanya.
Romo Magnis juga menyoroti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang kini mengancam demokrasi Indonesia. Ia memandang oligarki sangat menguat, sehingga membuat kondisi korup dalam negeri. Pelaku politik juga memperkaya diri dan melupakan rakyat.
"Dan tahun-tahun terakhir dengan dukungan presiden mengebiri KPK. Penguasa tanpa malu mencoba membangun dinasti keluarga dan kekuasaan keluarga. Saya ulangi yang dibilang tadi yang gawat kalau orang tidak melihat bahwa itu tidak beres. Kalian tahu itu tidak beres dan coba-coba kita masih bisa mengerti itu. Tetapi tidak beres dan kita di tangan orang seperti itu, ya, berbahaya juga. Ada ancaman terhadap independensi yustisi di Indonesia itu gawat. Masyarakat tidak akan kerasan di negara ini bahwa tidak percaya di pengadilan akan dapat keadilan," katanya.
Sebenarnya, Romo Magnis sudah ragu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika tidak mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) atas UU KPK. Dia mengaku bersama 70 orang ke Istana untuk menghadap Jokowi. Tujuannya ingin UU KPK yang baru dibatalkan lewat Perppu.
"Saya tidak terlalu banyak ngomong di situ, presiden mendengarkan dengan penuh perhatian. Ada orang seperti Emir Salim, sahabat saya almarhum Azyumardi Azra dan selama dua jam kami minta presiden supaya pakai Perppu," kata Romo Magnis.
Romo Magnis menilai Perppu itu penting agar membuat KPK kembali kuat dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Namun sayang, kata dia, Presiden Jokowi tidak menghiraukan permintaan para tokoh bangsa.
"Presiden mendengarkan tetapi tidak menghiraukan. Di situ saya mulai ragu-ragu. Kok, kepentingan apa untuk mengebiri KPK," katanya.
Hal itu disampaikan Romo Magnis di hadapan sejumlah rektor perguruan tinggi, pengamat, dan aktivis demokrasi dalam acara bertajuk Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023). Selain Romo Magnis, hadir sebagai narasumber pakar hukum dari UGM Zaenal Arifin Mochtar, pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, Direktur Eksekutif Amnesty Usman Hamid, pakar tata hukum negara Bivitri Susanti, dan Refly Harun. Moderator dalam acara itu ialah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.
"Kita dalam situasi yang cukup serius," kata Romo Magnis.
Menurutnya, 50% penduduk Indonesia belum sejahtera betul. Bahkan ada 9% berada dalam garis kemiskinan serius. Romo Magnis menilai kondisi itu akan membuat wajar apabila rakyat mencari ideologi selain Pancasila.
"Jadi, kita menghadapi ancaman perpecahan vertikal antara orang kecil yang masih menunggu sebenarnya di mana janji Indonesia ini," katanya.
Romo Magnis juga menyoroti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang kini mengancam demokrasi Indonesia. Ia memandang oligarki sangat menguat, sehingga membuat kondisi korup dalam negeri. Pelaku politik juga memperkaya diri dan melupakan rakyat.
"Dan tahun-tahun terakhir dengan dukungan presiden mengebiri KPK. Penguasa tanpa malu mencoba membangun dinasti keluarga dan kekuasaan keluarga. Saya ulangi yang dibilang tadi yang gawat kalau orang tidak melihat bahwa itu tidak beres. Kalian tahu itu tidak beres dan coba-coba kita masih bisa mengerti itu. Tetapi tidak beres dan kita di tangan orang seperti itu, ya, berbahaya juga. Ada ancaman terhadap independensi yustisi di Indonesia itu gawat. Masyarakat tidak akan kerasan di negara ini bahwa tidak percaya di pengadilan akan dapat keadilan," katanya.
Sebenarnya, Romo Magnis sudah ragu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika tidak mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) atas UU KPK. Dia mengaku bersama 70 orang ke Istana untuk menghadap Jokowi. Tujuannya ingin UU KPK yang baru dibatalkan lewat Perppu.
"Saya tidak terlalu banyak ngomong di situ, presiden mendengarkan dengan penuh perhatian. Ada orang seperti Emir Salim, sahabat saya almarhum Azyumardi Azra dan selama dua jam kami minta presiden supaya pakai Perppu," kata Romo Magnis.
Romo Magnis menilai Perppu itu penting agar membuat KPK kembali kuat dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Namun sayang, kata dia, Presiden Jokowi tidak menghiraukan permintaan para tokoh bangsa.
"Presiden mendengarkan tetapi tidak menghiraukan. Di situ saya mulai ragu-ragu. Kok, kepentingan apa untuk mengebiri KPK," katanya.
(abd)
tulis komentar anda