Pencoretan Nama Irman Gusman dari Daftar Caleg Dinilai Langgar Asas Hukum
Jum'at, 10 November 2023 - 12:02 WIB
Dia mengatakan, putusan MA Nomor 97/Pid.Sus/2019 inilah yang bersifat Lex specialis dan wajib diterapkan karena sudah berkekuatan hukum tetap. “Di sinilah letak kekhususan dari putusan dimaksud, sejalan dengan narasi putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 tertanggal 29 September 2023 bahwa Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 itu tidak berlaku umum, artinya hanya dapat diberlakukan dalam kasus-kasus lex specialis,” katanya, Jumat (10/11/2023).
Kemudian, kata dia, Pasal 182 huruf (g) UU Pemilu juga mendalilkan exeptional clause yaitu apabila yang bersangkutan secara terbuka dan jujur mengakui kepada publik tentang statusnya sebagai mantan terpidana. Persyaratan ini, kata Tommy, sudah dipenuhi Irman Gusman sehingga lolos tahap verifikasi administrasi dan tahap verifikasi faktual.
Dia mengungkapkan, dua tahap verifikasi tersebut merupakan dasar dimasukkannya nama Irman Gusman dalam Daftar Calon Sementara (DCS). Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/HUMN/2023 tertanggal 29 September 2023 itu dinilai jelas menyatakan bahwa PKPU Nomor 11/2023 itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Dia menambahkan, frasa “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” artinya kekuatan hukumnya tidak mengikat, tidak wajib diterapkan. Dia melanjutkan, frasa “tidak berlaku umum” artinya hanya bisa diberlakukan secara khusus dalam kasus-kasus khusus.
“Hal itu berarti bahwa dalam kasus-kasus khusus atau tertentu, PKPU No. 11/2023 itu dapat diberlakukan, sesuai asas hukum yang berlaku secara universal yaitu Lex specialis derogat lex generalis, yaitu aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang umum,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, apabila putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023 dan putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 itu diberlakukan terhadap Irman Gusman yang telah selesai menjalani masa hukumannya, maka di situ negara melakukan blunder. Kata dia, hal ini karena melanggar asas Geen Straf Zonder Schuld yang mewajibkan hakim untuk tidak menghukum siapa pun tanpa ada kesalahannya yang melanggar aturan hukum.
“Kegagalan KPU dalam memahami filosofi dari asas Lex specialis lex generalis itu juga menyebabkan ia melanggar asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Sebab, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan,” imbuhnya.
Dia mengatakan demikian karena Irman Gusman sudah selesai menjalani seluruh masa pidananya sebelum MK mengeluarkan putusan Nomor 12/PUU-XXI/2023; dan sebelum MA mengeluarkan putusan Nomor 28 P/HUM/2023. “Memaksakan penerapan putusan MK dan putusan MA dimaksud terhadap Irman Gusman tentu saja merupakan penzaliman yang barbarik, karena melanggar asas culpae poena par esto, bahwa hukuman harus setimpal dengan kejahatannya,” ujarnya.
Padahal, sambung dia, sejak menyelesaikan seluruh masa pidananya, Irman Gusman tidak melakukan kejahatan apa pun yang dapat dikenai sanksi pidana. “Kenapa, setelah Irman Gusman menyelesaikan seluruh masa pidananya, negara menjatuhkan lagi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun tanpa ada kesalahan atau pun kejahatan yang diperbuatnya?” ujarnya.
Maka, menurut dia, sudah tepat ketika MA dalam putusannya Nomor 28 P/HUM/2023 secara tegas menyatakan bahwa PKPU Nomor 11/2023 itu tidak berlaku umum. Artinya, ujar dia, hanya berlaku dalam kasus-kasus khusus (lex specialis) yang mengesampingkan lex generalis.
Kemudian, kata dia, Pasal 182 huruf (g) UU Pemilu juga mendalilkan exeptional clause yaitu apabila yang bersangkutan secara terbuka dan jujur mengakui kepada publik tentang statusnya sebagai mantan terpidana. Persyaratan ini, kata Tommy, sudah dipenuhi Irman Gusman sehingga lolos tahap verifikasi administrasi dan tahap verifikasi faktual.
Dia mengungkapkan, dua tahap verifikasi tersebut merupakan dasar dimasukkannya nama Irman Gusman dalam Daftar Calon Sementara (DCS). Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/HUMN/2023 tertanggal 29 September 2023 itu dinilai jelas menyatakan bahwa PKPU Nomor 11/2023 itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Dia menambahkan, frasa “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” artinya kekuatan hukumnya tidak mengikat, tidak wajib diterapkan. Dia melanjutkan, frasa “tidak berlaku umum” artinya hanya bisa diberlakukan secara khusus dalam kasus-kasus khusus.
“Hal itu berarti bahwa dalam kasus-kasus khusus atau tertentu, PKPU No. 11/2023 itu dapat diberlakukan, sesuai asas hukum yang berlaku secara universal yaitu Lex specialis derogat lex generalis, yaitu aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang umum,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, apabila putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023 dan putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 itu diberlakukan terhadap Irman Gusman yang telah selesai menjalani masa hukumannya, maka di situ negara melakukan blunder. Kata dia, hal ini karena melanggar asas Geen Straf Zonder Schuld yang mewajibkan hakim untuk tidak menghukum siapa pun tanpa ada kesalahannya yang melanggar aturan hukum.
“Kegagalan KPU dalam memahami filosofi dari asas Lex specialis lex generalis itu juga menyebabkan ia melanggar asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Sebab, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan,” imbuhnya.
Dia mengatakan demikian karena Irman Gusman sudah selesai menjalani seluruh masa pidananya sebelum MK mengeluarkan putusan Nomor 12/PUU-XXI/2023; dan sebelum MA mengeluarkan putusan Nomor 28 P/HUM/2023. “Memaksakan penerapan putusan MK dan putusan MA dimaksud terhadap Irman Gusman tentu saja merupakan penzaliman yang barbarik, karena melanggar asas culpae poena par esto, bahwa hukuman harus setimpal dengan kejahatannya,” ujarnya.
Padahal, sambung dia, sejak menyelesaikan seluruh masa pidananya, Irman Gusman tidak melakukan kejahatan apa pun yang dapat dikenai sanksi pidana. “Kenapa, setelah Irman Gusman menyelesaikan seluruh masa pidananya, negara menjatuhkan lagi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun tanpa ada kesalahan atau pun kejahatan yang diperbuatnya?” ujarnya.
Maka, menurut dia, sudah tepat ketika MA dalam putusannya Nomor 28 P/HUM/2023 secara tegas menyatakan bahwa PKPU Nomor 11/2023 itu tidak berlaku umum. Artinya, ujar dia, hanya berlaku dalam kasus-kasus khusus (lex specialis) yang mengesampingkan lex generalis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda