Anwar Usman Tak Dipecat dari MK, Putusan MKMK Dianggap Tidak Tegas
Selasa, 07 November 2023 - 22:25 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI) Yansen Dinata mengatakan Anwar Usman seharusnya dipecat secara tidak hormat dari jabatan hakim konstitusi. Sanksi yang dijatuhi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK ) kepada paman Gibran Rakabuming Raka itu dinilai tidak tegas.
“MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," ujar Yansen kepada wartawan, Senin (7/11/2023).
Menurutnya, masa-masa menjelang Pemilu 2024 adalah periode rentan. Maka itu, dia menilai demokrasi sudah mundur sekian langkah sampai reformasi seakan tidak ada artinya lagi.
"Jika kemunduran sistemik ini tetap ditoleransi sampai dengan peralihan kekuasaan di 2024 besok, maka sulit untuk membayangkan jika kehidupan sosial-politik kita akan punya iklim yang bersih dan kredibel," tuturnya.
Dia menilai demokrasi saat ini adalah kemunduran sistemik. Putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka ke kontestasi cawapres menjadi salah satunya. Berikutnya, nepotisme di dalam MK juga tetap dibiarkan.
"Artinya, satu sisi, putusan mengenai batasan usia dan syarat capres-cawapres itu ditarik atau di-rejudicial review. Dan di lain sisi, sayangnya itu tidak terjadi dan pelaku pelanggar etik tidak diberhentikan," katanya.
Diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Anwar dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
“MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," ujar Yansen kepada wartawan, Senin (7/11/2023).
Menurutnya, masa-masa menjelang Pemilu 2024 adalah periode rentan. Maka itu, dia menilai demokrasi sudah mundur sekian langkah sampai reformasi seakan tidak ada artinya lagi.
"Jika kemunduran sistemik ini tetap ditoleransi sampai dengan peralihan kekuasaan di 2024 besok, maka sulit untuk membayangkan jika kehidupan sosial-politik kita akan punya iklim yang bersih dan kredibel," tuturnya.
Dia menilai demokrasi saat ini adalah kemunduran sistemik. Putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka ke kontestasi cawapres menjadi salah satunya. Berikutnya, nepotisme di dalam MK juga tetap dibiarkan.
"Artinya, satu sisi, putusan mengenai batasan usia dan syarat capres-cawapres itu ditarik atau di-rejudicial review. Dan di lain sisi, sayangnya itu tidak terjadi dan pelaku pelanggar etik tidak diberhentikan," katanya.
Diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Anwar dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
(rca)
tulis komentar anda