Setelah Djoko Tjandra Tertangkap
Rabu, 05 Agustus 2020 - 06:16 WIB
Dalam konsep prisoners dilemma masing masing pelaku kriminal akan memilih pilihan yang menghasilkan insentif bagi dirinya sendiri dengan memperhitungkan keterangan pihak lain. Karena pada umumnya model penyidikan prisoners dilemma diimplementasikan pada model kejahatan yang melibatkan beberapa pihak dan peran masing masing pihak saling berkaitan. Kondisi ini sama persis dengan situasi relasi antara Djoko Tjandra dan para pihak yang membantu pelariannya saat ini setelah semua fakta terungkap.
Dalam kasus tertangkapnya Djoko Tjandra maka baik bagi Djoko Tjandra itu sendiri maupun bagi pihak lainnya yang terlibat pilihan paling logis adalah mengarahkan keterangan untuk mendapat hukuman serendah mungkin. Dalam perspektif prisoners dilemma, sebenarnya setelah Djoko Tjandra tertangkap situasinya menjadi berbalik. Sebelum Djoko Tjandra tertangkap artinya peran strategis ada pada pihak yang membantu (Djoko Tjandra memiliki ketergantungan yang tinggi). Setelah Djoko Tjandra tertangkap maka situasi menjadi sebaliknya yakni posisi Djoko Tjandra menjadi lebih strategis guna mendukung maupun melemahkan alibi pihak lainnya yang terlibat (baik yang sudah diproses secara hukum maupun belum).
Posisi Djoko Tjandra dalam hal ini adalah ‘nothing to lose, something to gain’, yakni posisi tanpa beban. Artinya, sudah pasti harus menjalani hukuman dua tahun ditambah akan dikenai pemberatan (hukuman) karena melarikan diri. Namun tentu dalam hal ini Djoko Tjandra akan mengambil insentif potongan hukuman atas peristiwa pelarian dirinya, jika ia kooperatif pada pihak penyidik. Sehingga hasil penyidikan terhadap Djoko Tjandra tentu akan dapat menguatkan dan mengkonfirmasi keterangan pihak lainnya yang terlibat sebelumnya.
Dalam konteks inilah keterangan Djoko Tjandra menjadi sangat strategis untuk mengungkap secara terang benderang motif dan keterlibatan masing masing pihak sesuai fakta kronologis yang telah ‘disodorkan’ oleh MAKI. Bagi Djoko Tjandra, kini alternatif logis terbaik adalah memberikan pengakuan yang sejujurnya termasuk menguraikan keterlibatan masing-masing pihak yang membantu pelariannya. Tidak ada insentif bagi Djoko Tjandra jika ia tidak memberikan keterangan secara jujur, termasuk menutupi keterlibatan seluruh pihak yang membantu pelariannya.
Sebaliknya, kemungkinan penegak hukum akan mempertimbangkan insentif pengurangan hukuman atas tindakan melarikan diri setelah diputus penjara dua tahun dalam kasus cessie bank Bali. Mengingat penyidikan pada Djoko Tjandra merupakan pintu masuk yang strategis untuk mengungkap motif, peran serta keterlibatan oknum yang membantu pelariannya maka insentif pengurangan hukuman pada Djoko Tjandra dapat dipertimbangkan.
Penyidikan yang efektif pada Djoko Tjandra akan dapat membantu pihak kepolisian untuk menelusuri peran dan motif para pihak yang membantu pelariannya. Lebih lanjut hasil penyidikan terhadap Djoko Tjandra akan menggambarkan modus operandi dari jaringan oknum perintang penegakan hukum (obstruction of justice). Dengan penyidikan yang efektif terhadap Djoko Tjandra ditambah fakta dan dokumen yang ada maka akan membuat para pelaku lain tidak memiliki banyak pilihan untuk memberikan keterangan secara jujur sehingga akan terungkap rangkaian, pola, dan motif dari tindak pidana itu sendiri.
Lebih jauh, hasil penyidikan dari kasus Djoko Tjandra ini dapat dipergunakan sebagai momentum untuk mengetahui dan memberantas secara tuntas modus operandi dari oknum perintang penegakan hukum (obstruction of justice) yang umumnya dilakukan secara terorganisir dan rapi. Momentum ini dapat dipandang sebagai peluang upaya pembersihan oknum mafia penegakan hukum yang secara nyata masih ada dan menjadi momok bagi penegakan hukum yang objektif.
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
Dalam kasus tertangkapnya Djoko Tjandra maka baik bagi Djoko Tjandra itu sendiri maupun bagi pihak lainnya yang terlibat pilihan paling logis adalah mengarahkan keterangan untuk mendapat hukuman serendah mungkin. Dalam perspektif prisoners dilemma, sebenarnya setelah Djoko Tjandra tertangkap situasinya menjadi berbalik. Sebelum Djoko Tjandra tertangkap artinya peran strategis ada pada pihak yang membantu (Djoko Tjandra memiliki ketergantungan yang tinggi). Setelah Djoko Tjandra tertangkap maka situasi menjadi sebaliknya yakni posisi Djoko Tjandra menjadi lebih strategis guna mendukung maupun melemahkan alibi pihak lainnya yang terlibat (baik yang sudah diproses secara hukum maupun belum).
Posisi Djoko Tjandra dalam hal ini adalah ‘nothing to lose, something to gain’, yakni posisi tanpa beban. Artinya, sudah pasti harus menjalani hukuman dua tahun ditambah akan dikenai pemberatan (hukuman) karena melarikan diri. Namun tentu dalam hal ini Djoko Tjandra akan mengambil insentif potongan hukuman atas peristiwa pelarian dirinya, jika ia kooperatif pada pihak penyidik. Sehingga hasil penyidikan terhadap Djoko Tjandra tentu akan dapat menguatkan dan mengkonfirmasi keterangan pihak lainnya yang terlibat sebelumnya.
Dalam konteks inilah keterangan Djoko Tjandra menjadi sangat strategis untuk mengungkap secara terang benderang motif dan keterlibatan masing masing pihak sesuai fakta kronologis yang telah ‘disodorkan’ oleh MAKI. Bagi Djoko Tjandra, kini alternatif logis terbaik adalah memberikan pengakuan yang sejujurnya termasuk menguraikan keterlibatan masing-masing pihak yang membantu pelariannya. Tidak ada insentif bagi Djoko Tjandra jika ia tidak memberikan keterangan secara jujur, termasuk menutupi keterlibatan seluruh pihak yang membantu pelariannya.
Sebaliknya, kemungkinan penegak hukum akan mempertimbangkan insentif pengurangan hukuman atas tindakan melarikan diri setelah diputus penjara dua tahun dalam kasus cessie bank Bali. Mengingat penyidikan pada Djoko Tjandra merupakan pintu masuk yang strategis untuk mengungkap motif, peran serta keterlibatan oknum yang membantu pelariannya maka insentif pengurangan hukuman pada Djoko Tjandra dapat dipertimbangkan.
Penyidikan yang efektif pada Djoko Tjandra akan dapat membantu pihak kepolisian untuk menelusuri peran dan motif para pihak yang membantu pelariannya. Lebih lanjut hasil penyidikan terhadap Djoko Tjandra akan menggambarkan modus operandi dari jaringan oknum perintang penegakan hukum (obstruction of justice). Dengan penyidikan yang efektif terhadap Djoko Tjandra ditambah fakta dan dokumen yang ada maka akan membuat para pelaku lain tidak memiliki banyak pilihan untuk memberikan keterangan secara jujur sehingga akan terungkap rangkaian, pola, dan motif dari tindak pidana itu sendiri.
Lebih jauh, hasil penyidikan dari kasus Djoko Tjandra ini dapat dipergunakan sebagai momentum untuk mengetahui dan memberantas secara tuntas modus operandi dari oknum perintang penegakan hukum (obstruction of justice) yang umumnya dilakukan secara terorganisir dan rapi. Momentum ini dapat dipandang sebagai peluang upaya pembersihan oknum mafia penegakan hukum yang secara nyata masih ada dan menjadi momok bagi penegakan hukum yang objektif.
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
(ras)
tulis komentar anda