Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Dituntut 8 Tahun Penjara
Senin, 03 Agustus 2020 - 16:15 WIB
JAKARTA - Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan dituntut hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan dilayangkan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, Senin (3/8/2020). (Baca juga: Profil Wahyu Setiawan Komisioner KPU Kena OTT KPK)
Wahyu juga dituntut dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana. "Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih jabatan publik selama empat tahun terhitung pada saat terdakwa Wahyu Setiawan selesai menjalani pidana," kata Takdir. (Baca juga: Kasus PAW PDIP, Wahyu Setiawan Kembalikan Uang SGD15.000 ke KPK)
Jaksa menyatakan Wahyu terbukti menerima suap sejumlah Rp600 juta dari kader PDIP Saeful Bahri. Suap itu diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg PDIP kala itu, Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu. Atas perbuatannya Wahyu diyakini terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, jaksa juga menilai Wahyu terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
Atas perbuatannya itu, Wahyu diyakini melanggar melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, Senin (3/8/2020). (Baca juga: Profil Wahyu Setiawan Komisioner KPU Kena OTT KPK)
Wahyu juga dituntut dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana. "Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih jabatan publik selama empat tahun terhitung pada saat terdakwa Wahyu Setiawan selesai menjalani pidana," kata Takdir. (Baca juga: Kasus PAW PDIP, Wahyu Setiawan Kembalikan Uang SGD15.000 ke KPK)
Jaksa menyatakan Wahyu terbukti menerima suap sejumlah Rp600 juta dari kader PDIP Saeful Bahri. Suap itu diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg PDIP kala itu, Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu. Atas perbuatannya Wahyu diyakini terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, jaksa juga menilai Wahyu terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
Atas perbuatannya itu, Wahyu diyakini melanggar melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda