PKPU, Jalan Pintas Mengambil Alih Aset
Rabu, 27 September 2023 - 07:04 WIB
PANDEMI COVID-19 memukul telak tatanan ekonomi dunia. Banyak perusahaan, bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Jepang, China, dan negara-negara lain kolaps. Pandemi yang berlangsung selama dua tahun menghadirkan tsunami yang memorak porandakan perekonomian dunia.
baca juga: Bukan Bangkrut, PKPU Bukti Itikad Baik Perusahaan
Banyak perusahaan besar yang gulung tikar, bahkan terpaksa mengajukan proposal kebangkrutan. Sebut saja Silicon Valley Bank (SVB), bank terbesar ke-16 di AS, ditutup regulator keuangan AS pada 10 Maret 2023. Pemicunya, karena aksi bank run atau penarikan dana besar-besaran.
Selain masalah kenaikan suku bunga yang menyebabkan SVB kesulitan modal, faktor yang juga dinilai jadi biang kerok adalah kebijakan work from home (WFH) yang dianut perusahaan. Tingkat produktivitas pegawai SVB disebut menurun karena karyawan menjadi terdistraksi dan membuat sulit fokus bekerja. SVB merupakan bank yang memberikan porsi besar pembiayaan startup. Kolapsnya SVB menjadi yang terbesar setelah Washington Mutual pada 2008.
Beruntung, regulasi pemerintah AS memungkinkan perusahaan yang bangkrut mendapat dana talangan. Alhasil, pemerintah AS melakukan bailout sehingga semua uang nasabah SVB sekitar Rp2.712 triliun bisa terbayar.
Kasus yang sama terjadi saat krisis global 2008 silam. Kala itu General Motors dan Ford Motor Company mengajukan bailout karena bangkrut. Fenomena mengajukan proposal bangkrut untuk mendapatkan dana talangan adalah hal yang lazim di AS. Bahkan, perusahaan yang terlilit utang bisa mengajukan kondisi pailit kepada otoritas.
Menurut S&P Global Market Intelligence, hingga Semester I 2023, ada 324 pengajuan proposal kebangkrutan, hampir mendekati 2022 yang mencapai 374. Beberapa perusahaan membutuhkan lebih banyak likuiditas karena memiliki beban utang yang besar dihadapkan pada biaya utang baru yang tinggi. Envision Healthcare salah satunya. Mengajukan pailit karena terlilit utang sebesar USD7 miliar.
Tren pengajuan pailit mencuat sejak krisis ekonomi 1998 silam. Hal itu dipicu rekomendasi International Monetary Fund (IMF) agar penyelesaian kewajiban debitur secara cepat dilakukan dengan mekanisme kepailitan dengan mengubah sayarat dan ketentuannya. Jika sebelumnya berdasarkan ketidakmampuan debitur membayar kewajiban, berubah menjadi jumlah kreditur yang memiliki tagihan kepada debitur. Rekomendasi itu terbukti efektif dan dijadikan reverensi oleh banyak negara.
baca juga: Tak Dapat PMN Rp3 Triliun, Waskita Didorong ke PKPU
baca juga: Bukan Bangkrut, PKPU Bukti Itikad Baik Perusahaan
Banyak perusahaan besar yang gulung tikar, bahkan terpaksa mengajukan proposal kebangkrutan. Sebut saja Silicon Valley Bank (SVB), bank terbesar ke-16 di AS, ditutup regulator keuangan AS pada 10 Maret 2023. Pemicunya, karena aksi bank run atau penarikan dana besar-besaran.
Selain masalah kenaikan suku bunga yang menyebabkan SVB kesulitan modal, faktor yang juga dinilai jadi biang kerok adalah kebijakan work from home (WFH) yang dianut perusahaan. Tingkat produktivitas pegawai SVB disebut menurun karena karyawan menjadi terdistraksi dan membuat sulit fokus bekerja. SVB merupakan bank yang memberikan porsi besar pembiayaan startup. Kolapsnya SVB menjadi yang terbesar setelah Washington Mutual pada 2008.
Beruntung, regulasi pemerintah AS memungkinkan perusahaan yang bangkrut mendapat dana talangan. Alhasil, pemerintah AS melakukan bailout sehingga semua uang nasabah SVB sekitar Rp2.712 triliun bisa terbayar.
Kasus yang sama terjadi saat krisis global 2008 silam. Kala itu General Motors dan Ford Motor Company mengajukan bailout karena bangkrut. Fenomena mengajukan proposal bangkrut untuk mendapatkan dana talangan adalah hal yang lazim di AS. Bahkan, perusahaan yang terlilit utang bisa mengajukan kondisi pailit kepada otoritas.
Menurut S&P Global Market Intelligence, hingga Semester I 2023, ada 324 pengajuan proposal kebangkrutan, hampir mendekati 2022 yang mencapai 374. Beberapa perusahaan membutuhkan lebih banyak likuiditas karena memiliki beban utang yang besar dihadapkan pada biaya utang baru yang tinggi. Envision Healthcare salah satunya. Mengajukan pailit karena terlilit utang sebesar USD7 miliar.
Tren pengajuan pailit mencuat sejak krisis ekonomi 1998 silam. Hal itu dipicu rekomendasi International Monetary Fund (IMF) agar penyelesaian kewajiban debitur secara cepat dilakukan dengan mekanisme kepailitan dengan mengubah sayarat dan ketentuannya. Jika sebelumnya berdasarkan ketidakmampuan debitur membayar kewajiban, berubah menjadi jumlah kreditur yang memiliki tagihan kepada debitur. Rekomendasi itu terbukti efektif dan dijadikan reverensi oleh banyak negara.
baca juga: Tak Dapat PMN Rp3 Triliun, Waskita Didorong ke PKPU
tulis komentar anda