Membangun Kemitraan yang Sinergis untuk Mendukung Peningkatan Kompetensi Guru di Indonesia
Jum'at, 15 September 2023 - 13:21 WIB
Juliana
Head of Program & Development, Putera Sampoerna Foundation - School Development Outreach
Tahun 2045 akan lebih dari sekadar momentum seabad kemerdekaan Indonesia, tetapi juga ledakan demografi global dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 9,45 miliar di tahun yang sama. Karenanya, Presiden RI, Joko Widodo, mendorong Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) agar menyusun Visi Indonesia Emas 2045. Hal ini dilakukan guna meneguhkan dan mempercepat pencapaian tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 di tengah perubahan besar dunia di masa mendatang.
Di dalam visi Indonesia Emas 2045 rancangan BAPPENAS pada RPJPN 2025-2045, terdapat empat pilar yang saling berkaitan untuk menjawab setiap tantangan. Keempat pilar tersebut adalah: (1) Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2) Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (3) Pemerataan Pembangunan, serta (4) Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. Pilar-pilar pembangunan Visi Indonesia Emas ini berusaha mendorong semua sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berdaya saing, dan berkesinambungan. Pada tajuk ini, penulis ingin merujuk kepada pilar pertama dan kedua, yang berfokus pada peningkatan kualitas manusia Indonesia dan kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.
Kenyataannya saat ini tantangan terlihat dari belum siapnya keterampilan dan daya saing tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan di seluruh sektor industri. Salah satu kunci solusinya adalah pada peran guru sekolah yang berkompetensi tinggi. Namun, Kemendikbud Ristek mencatat bahwa tahun ini nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) masih di bawah standar, sehingga peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas agar mereka bisa mengembangkan materi ajar yang sesuai dengan perkembangan karakter anak dan zaman.
Kondisi ini juga membuat pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp660,8 triliun pada RAPBN tahun 2024, khusus untuk peningkatan kompetensi guru. Akan tetapi, untuk mencapai tingkat kompetensi yang berdampak para guru juga menghadapi berbagai tantangan. Masih banyak guru yang terpaku dengan cara mengajar konservatif dan belum luwes beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pengembangan karakter dan kompetensi siswa memiliki tujuan agar konsep materi ajar bisa lebih mudah dipahami, sehingga menuntut para guru untuk mengkreasikan perangkat ajarnya dan mampu memancing kemauan peserta didik untuk memiliki daya belajar yang lebih baik.
Namun solusinya tentu saja tidak bisa hanya kita harapkan dari pemerintah, mengingat begitu banyak jumlah guru dan wilayah yang perlu dijangkau. Saat ini terdapat institusi-institusi bisnis sosial berbasis pendidikan hadir untuk turut berkontribusi. Institusi ini bergerak dengan mengembangkan program secara menyeluruh, mulai dari memetakan tantangan yang dihadapi para guru, mengembangkan program untuk mengatasi tantangan yang ada, membuat program pelatihan dari guru untuk guru, memfasilitasi dan melakukan pendampingan praktek, mengevaluasi implementasi, serta mendorong keberlanjutan dan duplikasi. Program semacam ini dirancang agar mudah diakses, tidak memberatkan, dan diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Dalam prosesnya, institusi ini juga memetakan wilayah mana saja yang perlu diperhatikan, termasuk wilayah 3T. Mereka juga melihat potensi keterhubungan berbagai pihak dan komunitas lainnya untuk berkolaborasi menjalankan dan mengoptimalkan hasil program. Upaya menjangkau keterlibatan berbagai pihak juga secara tidak langsung akan memperkuat, bahkan menciptakan komunitas pengajar baru yang saling memberdayakan.
Head of Program & Development, Putera Sampoerna Foundation - School Development Outreach
Tahun 2045 akan lebih dari sekadar momentum seabad kemerdekaan Indonesia, tetapi juga ledakan demografi global dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 9,45 miliar di tahun yang sama. Karenanya, Presiden RI, Joko Widodo, mendorong Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) agar menyusun Visi Indonesia Emas 2045. Hal ini dilakukan guna meneguhkan dan mempercepat pencapaian tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 di tengah perubahan besar dunia di masa mendatang.
Di dalam visi Indonesia Emas 2045 rancangan BAPPENAS pada RPJPN 2025-2045, terdapat empat pilar yang saling berkaitan untuk menjawab setiap tantangan. Keempat pilar tersebut adalah: (1) Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2) Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (3) Pemerataan Pembangunan, serta (4) Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. Pilar-pilar pembangunan Visi Indonesia Emas ini berusaha mendorong semua sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berdaya saing, dan berkesinambungan. Pada tajuk ini, penulis ingin merujuk kepada pilar pertama dan kedua, yang berfokus pada peningkatan kualitas manusia Indonesia dan kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.
Kenyataannya saat ini tantangan terlihat dari belum siapnya keterampilan dan daya saing tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan di seluruh sektor industri. Salah satu kunci solusinya adalah pada peran guru sekolah yang berkompetensi tinggi. Namun, Kemendikbud Ristek mencatat bahwa tahun ini nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) masih di bawah standar, sehingga peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas agar mereka bisa mengembangkan materi ajar yang sesuai dengan perkembangan karakter anak dan zaman.
Kondisi ini juga membuat pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp660,8 triliun pada RAPBN tahun 2024, khusus untuk peningkatan kompetensi guru. Akan tetapi, untuk mencapai tingkat kompetensi yang berdampak para guru juga menghadapi berbagai tantangan. Masih banyak guru yang terpaku dengan cara mengajar konservatif dan belum luwes beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pengembangan karakter dan kompetensi siswa memiliki tujuan agar konsep materi ajar bisa lebih mudah dipahami, sehingga menuntut para guru untuk mengkreasikan perangkat ajarnya dan mampu memancing kemauan peserta didik untuk memiliki daya belajar yang lebih baik.
Namun solusinya tentu saja tidak bisa hanya kita harapkan dari pemerintah, mengingat begitu banyak jumlah guru dan wilayah yang perlu dijangkau. Saat ini terdapat institusi-institusi bisnis sosial berbasis pendidikan hadir untuk turut berkontribusi. Institusi ini bergerak dengan mengembangkan program secara menyeluruh, mulai dari memetakan tantangan yang dihadapi para guru, mengembangkan program untuk mengatasi tantangan yang ada, membuat program pelatihan dari guru untuk guru, memfasilitasi dan melakukan pendampingan praktek, mengevaluasi implementasi, serta mendorong keberlanjutan dan duplikasi. Program semacam ini dirancang agar mudah diakses, tidak memberatkan, dan diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Dalam prosesnya, institusi ini juga memetakan wilayah mana saja yang perlu diperhatikan, termasuk wilayah 3T. Mereka juga melihat potensi keterhubungan berbagai pihak dan komunitas lainnya untuk berkolaborasi menjalankan dan mengoptimalkan hasil program. Upaya menjangkau keterlibatan berbagai pihak juga secara tidak langsung akan memperkuat, bahkan menciptakan komunitas pengajar baru yang saling memberdayakan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda