Ditunjuk Jadi Pengacara Djoko Tjandra, Otto: Tak Ada Kata Penahanan di Putusan
Sabtu, 01 Agustus 2020 - 20:10 WIB
JAKARTA - Pengaca Otto Hasibuan mengaku telah ditunjuk oleh pihak keluarga Djoko Tjandra untuk menjadi penasihat hukum bagi terpidana kasus hak tagih Bank Bali itu.
“Saya diminta oleh keluarga untuk membantu Djoko Tjandra tapi saya sendiri kan tentu belum bisa memutuskan, kecuali saya bertemu dengan Djoko Tjandra,” kata Otto di Bareskrim Polri, Sabtu (1/8/2020). (Baca juga: Eksekusi Pidana Djoko Tjandra Tak Memiliki Kekuatan Konstitusional)
Namun, sambung Otto, karena hari libur dirinya belum bisa menemui Djoko Tjandra yang mulai Jumat, 31 Juli 2020 malam, resmi ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Kedatangan Otto ini untuk memastikan apakah Djoko Tjandra masih terikat dengan kuasa hukum lain dalam menangani kasusnya atau tidak.
“Saya harus tentukan sikap. Tanyakan beliau ada pengacara apa tidak. Kode etik. Ada rekan kuasa hukum untuk yang lain. Tapi ini kasus yang baru. Sebagai lawyer harus klarifikasi itu. Ga boleh tangani perkara kalau dia masih terikat pengaca yang lain. Kalo mau, putus hubungan yang lain. Saya harus anjurkan Joko selesaikan kewajiban dengan lawyer yang lain,” tandas Otto. (Baca juga: Pakar Pidana Sebut PK Jaksa Atas Djoko Tjandra Cacat Hukum)
Kemudian, salah satu tim kuasa hukum Mirna Salihin dalam kasus Kopi Sianida itu menjabarkan pendapat hukumnya terhadap eksekusi Jaksa terhadap Djoko Tjandra. Otto mengaku akan mengklarifikasi kepada Jaksa Agung perihal putusan hukum yang dijadikan pijakan sehingga menjadi dasar untuk mengeksekusi Djoko Tjandra.
“Kita ingin tanya ke Jaksa Agung. Yang dieksekusi apa. Putusan yang mana. Karena saya baca putusan Joko tidak ada perintah Joko untuk di tahan. Isinya hanya salah satu, hukum dia 2 tahun penjara. Bayar sejumlah uang. Tapi di dalam KUHAP. Harus ada kata kata perintah ditahan. Tapi kata kata perintah ditahan ini ga ada,” urai Otto.
Jika demikian, sambung Otto, maka menurut KUHAP putusan tersebut batal demi hukum. Untuk itu pentingnya klarifikasi terhadap Jaksa Agung. Namun, Otto menegaskan tidak mau berbicara lebih jauh sebelum dirinya bertemu langsung dengan Djoko Tjandra dan melihat utur berita acara serah terima Bareskrim Polri kepada pihak Kejaksaan pada Jumat malam.
“Karena kalau eksekusi pasti ada kata-kata eksekusi itu amar nomor berapa. Jadi akan klarifikasi dulu ke Joko. Sebab kalau engga ada kata perintah untuk ditahan. Jadi selama ini dia tidak buron. Dia pergi kemana aja bebas. Itu dilema hukumnya. Saya engga mau menuduh mana yang benar. Pendapat saya ini pendapat secara hukum,” demikian Otto.
“Saya diminta oleh keluarga untuk membantu Djoko Tjandra tapi saya sendiri kan tentu belum bisa memutuskan, kecuali saya bertemu dengan Djoko Tjandra,” kata Otto di Bareskrim Polri, Sabtu (1/8/2020). (Baca juga: Eksekusi Pidana Djoko Tjandra Tak Memiliki Kekuatan Konstitusional)
Namun, sambung Otto, karena hari libur dirinya belum bisa menemui Djoko Tjandra yang mulai Jumat, 31 Juli 2020 malam, resmi ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Kedatangan Otto ini untuk memastikan apakah Djoko Tjandra masih terikat dengan kuasa hukum lain dalam menangani kasusnya atau tidak.
“Saya harus tentukan sikap. Tanyakan beliau ada pengacara apa tidak. Kode etik. Ada rekan kuasa hukum untuk yang lain. Tapi ini kasus yang baru. Sebagai lawyer harus klarifikasi itu. Ga boleh tangani perkara kalau dia masih terikat pengaca yang lain. Kalo mau, putus hubungan yang lain. Saya harus anjurkan Joko selesaikan kewajiban dengan lawyer yang lain,” tandas Otto. (Baca juga: Pakar Pidana Sebut PK Jaksa Atas Djoko Tjandra Cacat Hukum)
Kemudian, salah satu tim kuasa hukum Mirna Salihin dalam kasus Kopi Sianida itu menjabarkan pendapat hukumnya terhadap eksekusi Jaksa terhadap Djoko Tjandra. Otto mengaku akan mengklarifikasi kepada Jaksa Agung perihal putusan hukum yang dijadikan pijakan sehingga menjadi dasar untuk mengeksekusi Djoko Tjandra.
“Kita ingin tanya ke Jaksa Agung. Yang dieksekusi apa. Putusan yang mana. Karena saya baca putusan Joko tidak ada perintah Joko untuk di tahan. Isinya hanya salah satu, hukum dia 2 tahun penjara. Bayar sejumlah uang. Tapi di dalam KUHAP. Harus ada kata kata perintah ditahan. Tapi kata kata perintah ditahan ini ga ada,” urai Otto.
Jika demikian, sambung Otto, maka menurut KUHAP putusan tersebut batal demi hukum. Untuk itu pentingnya klarifikasi terhadap Jaksa Agung. Namun, Otto menegaskan tidak mau berbicara lebih jauh sebelum dirinya bertemu langsung dengan Djoko Tjandra dan melihat utur berita acara serah terima Bareskrim Polri kepada pihak Kejaksaan pada Jumat malam.
“Karena kalau eksekusi pasti ada kata-kata eksekusi itu amar nomor berapa. Jadi akan klarifikasi dulu ke Joko. Sebab kalau engga ada kata perintah untuk ditahan. Jadi selama ini dia tidak buron. Dia pergi kemana aja bebas. Itu dilema hukumnya. Saya engga mau menuduh mana yang benar. Pendapat saya ini pendapat secara hukum,” demikian Otto.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda