Tangkal Depresi, Cegah Bunuh Diri

Kamis, 30 Juli 2020 - 08:29 WIB
Untuk meringankan tekanan mental di masa pandemi, Nova menyampaikan sejumlah cara. Di antaranya secara spiritual mendekatkan diri kepada Tuhan, melakukan meditasi atau yoga, memperbanyak komunikasi dengan orang lain lewat media sosial (medsos) atau melalui layanan pesan.

Dengan cara itu akan terbangun ketahanan emosional yang baik. “Terbangun emotional resilience atau kemampuan untuk melampaui kondisi-kondisi tidak beruntung seperti bencana, masalah keluarga, pekerjaan, masalah dengan sekolah, dan sebagainya,” urai Nova.

Kesadaran masyarakat untuk membantu orang yang mengalami gangguan kesehatan mental di Indonesia masih rendah. Tidak sedikit yang menuding orang yang sedang stres atau depresi sebagai pribadi yang lebay atau lemah. Padahal, depresi merupakan penyakit akibat adanya gangguan pada otak.

Dalam kasus kematian Yodi Prabowo, ada tanda-tanda yang dinilai bahwa pemuda itu sedang menyiapkan aksi nekat mengakhiri hidup. Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, ada dua indikasi yang sebangun dengan temuan polisi bahwa Yodi bunuh diri. Pertama, cuplikan kesaksian bahwa Yodi berkata, "...kalau nanti aku enggak ada, kamu sedih enggak?" Menurut Reza, awam barangkali menganggap sepele perkataan semacam itu. Tapi dari perspektif psikologi, kalimat tersebut merupakan pertanda depresi ataupun depresi reaktif (depresi situasional).

Disebut depresi ketika tekanan berlangsung dalam waktu panjang sehingga terjadi penumpukan tekanan batin. Sementara itu depresi reaktif terjadi ketika individu berhadapan dengan trauma spesifik dan berlangsung dalam kurun lebih singkat. Apabila tidak segera diatasi, depresi reaktif tentu berpeluang memburuk menjadi depresi klinis.

“Perkataan korban, seperti yang diucapkan ulang oleh saksi, mengandung pemikiran tentang bunuh diri. Pemikiran semacam ini sama sekali tidak boleh dianggap enteng,” ujarnya saat dihubungi.

Menurut Reza, simpulan WHO menyebutkan bahwa sekitar 60% kasus bunuh diri memiliki transisi dalam bentuk pemikiran tentang bunuh diri menuju ke rencana bunuh diri, lalu berlanjut ke langkah bunuh diri. Itu berlangsung dalam kurun 12 bulan sejak pemikiran muncul untuk pertama kalinya.

Masyarakat menurut dia perlu lebih serius menyikapi perkataan tentang bunuh diri yang dikemukakan siapa pun. Perlakuannya sama ketika otoritas penerbangan tidak menoleransi ucapan "bom". “Ekspresi semacam itu patut ditafsirkan sebagai permintaan tolong sehingga pendengarnya perlu menyemangati orang-orang dengan suicidal ideation untuk selekasnya mencari bantuan medis dan psikis,” tandasnya.

Pendiri Yayasan Sehat Mental Indonesia (YSMI) Rama Giovani menegaskan, anggapan bahwa depresi karena seseorang itu lemah adalah keliru. (Baca juga: Mesir Terima LIma Jet Tempur Rusia Sukhoi Su-35 Meski AS Marah)

“Sebagian orang belum menganggap depresi sebagai hal serius sehingga kerap menganggap penderita lebay dan sekadar menyarankan agar lebih banyak beribadah,” ujar dokter spesialis kesehatan jiwa ini saat dihubungi kemarin.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More