ASEAN People Centrum Gugat Masalah Sistemik dalam ASEAN
Rabu, 09 Agustus 2023 - 21:05 WIB
Wahyu Susilo dari Migrant CARE mengungkapkan bahwa masalah yang terus muncul di ASEAN dikarenakan masyarakat sipil bergerak sendiri-sendiri termasuk dalam penanganan pekerja migran.
“Itu sebabnya tidak ada daya tawar dari masyarakat sipil saat berjuang melalui mekanisme ASEAN. Indonesia seharusnya aktif mengedepankan perlindungan pekerja migran secara konkrit. Harus ada dalam hasil ASEAN Summit 2023 nanti komitmen memproduksi laporan rutin seputar migrant quality live index atau penanganan isu-isu pekerja migran terkini terkait perubahan iklim, transparansi, ekstremisme dan lainnya,” katanya.
Rena Herdiyani dari Kalyanamitra mengungkapkan pengalamannya soal betapa elitis para pengambil kebijakan di ASEAN. Dia bercerita bahwa pada tahun 2007, pihaknya terlibat dalam pembentukan AICHR. Pihaknya bekerja sama dengan jaringan di tingkat regional WEAVE (Weaving Women’s Voices in ASEAN) memberi masukan mengenai gender kepada ASEAN.
‘’Tapi kini kami melihat ada gap antara kebijakan yang dibuat di level ASEAN dengan kebutuhan masyarakat atau perempuan di tingkat komunitas atau akar rumput di perdesaan. Hal ini penting dijadikan catatan agar ASEAN banyak mendengar langsung aspirasi dari masyarakat di tingkat akar rumput. Tujuannya supaya kebijakan ASEAN menjawab kebutuhan masyarakat dan bukannya malah membuat masalah baru,” jelasnya.
Temu Nasional kali ini adalah kelanjutan dari beberapa pertemuan sebelumnya yang diinisiasi oleh Synergy Policies. Ada benang merah yang dapat ditarik dari hasil pertemuan sebelumnya bahwa masyarakat sipil memilih untuk menyuarakan corak kondisi riil masyarakat agar para pemimpin negara ASEAN dan elit politik ekonomi bisa mengembangkan kerja sama dan kebijakan yang merespons corak kondisi riil tersebut. Hasil dari refleksi dan kesepakatan bersama ini akan dibawa ke tataran regional kepada jejaring masyarakat sipil negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
“Itu sebabnya tidak ada daya tawar dari masyarakat sipil saat berjuang melalui mekanisme ASEAN. Indonesia seharusnya aktif mengedepankan perlindungan pekerja migran secara konkrit. Harus ada dalam hasil ASEAN Summit 2023 nanti komitmen memproduksi laporan rutin seputar migrant quality live index atau penanganan isu-isu pekerja migran terkini terkait perubahan iklim, transparansi, ekstremisme dan lainnya,” katanya.
Rena Herdiyani dari Kalyanamitra mengungkapkan pengalamannya soal betapa elitis para pengambil kebijakan di ASEAN. Dia bercerita bahwa pada tahun 2007, pihaknya terlibat dalam pembentukan AICHR. Pihaknya bekerja sama dengan jaringan di tingkat regional WEAVE (Weaving Women’s Voices in ASEAN) memberi masukan mengenai gender kepada ASEAN.
‘’Tapi kini kami melihat ada gap antara kebijakan yang dibuat di level ASEAN dengan kebutuhan masyarakat atau perempuan di tingkat komunitas atau akar rumput di perdesaan. Hal ini penting dijadikan catatan agar ASEAN banyak mendengar langsung aspirasi dari masyarakat di tingkat akar rumput. Tujuannya supaya kebijakan ASEAN menjawab kebutuhan masyarakat dan bukannya malah membuat masalah baru,” jelasnya.
Temu Nasional kali ini adalah kelanjutan dari beberapa pertemuan sebelumnya yang diinisiasi oleh Synergy Policies. Ada benang merah yang dapat ditarik dari hasil pertemuan sebelumnya bahwa masyarakat sipil memilih untuk menyuarakan corak kondisi riil masyarakat agar para pemimpin negara ASEAN dan elit politik ekonomi bisa mengembangkan kerja sama dan kebijakan yang merespons corak kondisi riil tersebut. Hasil dari refleksi dan kesepakatan bersama ini akan dibawa ke tataran regional kepada jejaring masyarakat sipil negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
(rca)
tulis komentar anda