Sejumlah Tokoh Dukung Eka Gumilar Gerakkan Semangat Bela Negara
Rabu, 09 Agustus 2023 - 06:27 WIB
JAKARTA - Gerakan membangkitkan semangat bela negara dan nasionalisme di kalangan generasi muda yang diinisiasi ormas Rekat Indonesia Raya pimpinan Eka Gumilar dan Ryamizard Ryacudu mendapat apresiasi dan dukungan dari sejumlah tokoh nasional.
Mereka adalah Menteri Negara Riset dan Teknologi RI era Gus Dur, Muhammad AS Hikam, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Wakil Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Dian Assafri.
Hikam mengatakan, hal yang digelorakan Rekat Indonesia Raya tersebut sebagai bentuk kecintaan dan kesetiaan mereka terhadap Indonesia sebagai sebuah bangsa yang sudah berdaulat. Mereka memprakarsai gerakan semangat bela negara untuk mengajak generasi muda melanjutkan perujuangan bela negara founding fathers.
"Ini kan merupakan hak dari warga negara untuk membela negaranya. Sekarang ada inisiatif dari kalangan masyarakat atau ormas, yang cita-citanya melakukan upaya bela negara. Jadi kalau melihat ini secara sepintas ini tidak ada masalah sejauh memang tidak melanggar UU. Malah bagus," ujar Hikam.
Menurut Hikam, semangat bela negara dan nasionalisme setiap generasi memiliki tantangan berbeda satu sama lain. Jika para senior semangat bela negaranya karena adanya pontensi ancaman dari segi militer, maka generasi muda melihat potensi ancaman negara melalui intervensi teknologi, informasi dan budaya seperti K-Pop.
"Kita berharap inisiatif (bela negara Rekat Indonesia Raya) ini betul-betul memperkuat daya tahan bangsa Indonesia. Senior-senior itu berhak mempunyai kekhawatiran walaupun, boleh saja mereka meneruskan bela negara. Jadi generasi muda diajak untuk melanjutkan perjuangan bela negara," katanya.
Hikam lantas menjelaskan beberapa tantangan yang harus menjadi tanggung jawab semua pihak terkait potensi ancaman ketahanan Indonesia. Dia mencontohkan soal ancaman pembelahan yang disebabkan sentimen identitas, lemahnya solidaritas dan ketidak adilan, terutama dibidang pemerataan ekonomi.
"Jadi ada kesenjangangan antara yang kaya dan yang miskin. Dan juga penguasaan SDA di kalangan oligarki yang membuat ketidak adilan yang sebagian besar, dan yang paling meninjol adalah korupsi. Ini semua pada akhirnya berujung pada melemahnya solidaritas. Melemahnya solidaritas berujung pada ketahanan ancaman-ancaman yang ada di Indonesia," tegas Hikam.
Mereka adalah Menteri Negara Riset dan Teknologi RI era Gus Dur, Muhammad AS Hikam, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Wakil Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Dian Assafri.
Hikam mengatakan, hal yang digelorakan Rekat Indonesia Raya tersebut sebagai bentuk kecintaan dan kesetiaan mereka terhadap Indonesia sebagai sebuah bangsa yang sudah berdaulat. Mereka memprakarsai gerakan semangat bela negara untuk mengajak generasi muda melanjutkan perujuangan bela negara founding fathers.
"Ini kan merupakan hak dari warga negara untuk membela negaranya. Sekarang ada inisiatif dari kalangan masyarakat atau ormas, yang cita-citanya melakukan upaya bela negara. Jadi kalau melihat ini secara sepintas ini tidak ada masalah sejauh memang tidak melanggar UU. Malah bagus," ujar Hikam.
Menurut Hikam, semangat bela negara dan nasionalisme setiap generasi memiliki tantangan berbeda satu sama lain. Jika para senior semangat bela negaranya karena adanya pontensi ancaman dari segi militer, maka generasi muda melihat potensi ancaman negara melalui intervensi teknologi, informasi dan budaya seperti K-Pop.
"Kita berharap inisiatif (bela negara Rekat Indonesia Raya) ini betul-betul memperkuat daya tahan bangsa Indonesia. Senior-senior itu berhak mempunyai kekhawatiran walaupun, boleh saja mereka meneruskan bela negara. Jadi generasi muda diajak untuk melanjutkan perjuangan bela negara," katanya.
Hikam lantas menjelaskan beberapa tantangan yang harus menjadi tanggung jawab semua pihak terkait potensi ancaman ketahanan Indonesia. Dia mencontohkan soal ancaman pembelahan yang disebabkan sentimen identitas, lemahnya solidaritas dan ketidak adilan, terutama dibidang pemerataan ekonomi.
"Jadi ada kesenjangangan antara yang kaya dan yang miskin. Dan juga penguasaan SDA di kalangan oligarki yang membuat ketidak adilan yang sebagian besar, dan yang paling meninjol adalah korupsi. Ini semua pada akhirnya berujung pada melemahnya solidaritas. Melemahnya solidaritas berujung pada ketahanan ancaman-ancaman yang ada di Indonesia," tegas Hikam.
Lihat Juga :
tulis komentar anda