Belajar dari Turki Membangun Kemandirian Alutsista
Senin, 07 Agustus 2023 - 05:15 WIB
baca juga: Kaya Budaya Islam Kuno, Turki Jadi Tujuan Wisata Favorit Masyarakat Indonesia
Perusahaan pertahanan Turki yang juga masuk 100 besar dunia adalah STM Defense Technologies & Engineering Ltd. Perusahaan ini merancang, memodernisasi dan membangun kendaraan angkatan laut militer, drone, teknologi satelit, radar dan keamanan siber. Lalu, perusahaan Turki yang juga top global adalah FNSS. Perusahaan tersebut memproduksi kendaraan darat lapis baja dengan berat 15 ton, tank berbobot sedang, kendaraan lapis baja beroda taktik 4x4 dan 8x8. Tak ketinggalan ada nama HAVELSAN yang fokus pada perangkat lunak pertahanan seperti CMS.
Atas kinerja positif perusahaan pertahanan, Turki tampil sebagai negara pengekspor pertahanan terbesar ke-14 di dunia. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), negeri tersebut menyumbang 1% dari total ekspor global. Prestasi yang diraih mengindikasikan Turki mampu menyiapkan SDM tangguh, melewati dinamika perekonomian, mengurangi ketergantungan pada pemasok asing, dan mengatasi perselisihan politik regional.
Bagaimana perusahaan Turki bisa sedemikian maju? Dr Ali Bakeer, analis dan konsultan politik yang mengikuti tren geopolitik dan keamanan di Timur Tengah, dalam suatu artikelnya menuturkan bahwa Turki sudah lama memberi perhatian pada industri pertahanan. Momentumnya ketika terjadi krisis Siprus pada 1974 yang didiikuti embargo senjata Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu di NATO. Dalam situasi terjerembab itulah, otoritas Turki menyadari urgensi membangun industri militer sendiri untuk memenuhi kebutuhan angkatan bersenjatanya dan mengurangi ketergantungan dari negara lain.
baca juga: Sandiaga Uno Ungkap Alasan Kenapa Kunjungan Wisman Indonesia Masih Kalah Jauh dari Turki
Untuk menata ulang dan mengubah menjadi industri pertahanan modern, pemerintah Turki pada 1985 membentuk Undersecretariat for Defense Industries (SSM). Dalam kondisi penuh keterbatasan, SSM terbukti sukses mendorong kemajuan industri pertahanan. Namun, industri pertahanan benar-benar melambung tinggi pada dasawarsa terakhir kala pemerintah mengeluarkan kebijakan agresif untuk memastikan kemandirian alutsista Turki dan meningkatkan ekspor industri pertahanan.
Beberapa kebijakan yang diambil antara lain menempatkan beberapa badan industri pertahanan lokal di bawah kantor presiden. Pada 2017 misalnya, Presiden Erdogan menempatkan Yayasan Angkatan Bersenjata Turki (TSKGV) di bawahnya untuk memacu kapabilitas dan meningkatkan efisiensi sumber daya. Pemerintah Turki juga secara konsisten memberi tugas tambahan untuk jajaran diplomatnya menjadi tim marketing peralatan militer Turki ke luar negeri dan mencari pasar baru untuk ekspor alutsista.
Laporan perkembangan teranyar, dalam International Defense Industry Fair (IDEF) di Istanbul, Turki pada 25–28 Juli 2023, Erdogan dalam rekaman video mengungkapkan kebanggaannya atas capaian membangun kemandirian dalam industri pertahanan. Menurut dia, hampir semua kebutuhan darat, udara, dan laut sudah bisa dipenuhi perusahan domestik. Turki pun menjelma sebagai salah satu negara utama pengekspor alutsista, terutama untuk negara-negara di Asia dan Afrika, dengan total ekspor alutsista hingga pertengahan 2023 mencapai USD2,378 miliar, dan sampai akhir 2023 diharapkan tembus USD6 miliar.
baca juga: Kenal di Media Sosial, Pria Turki Nekat ke Indonesia Lamar Gadis asal Bone
Walaupun sudah terbilang sukses dan memiliki tujuh perusahaan pertahanan kelas dunia, pemerintahan Erdogan ternyata belum puas. Presiden ke-12 itu menetapkan target Turki mandiri 100% dalam industri pertahanan pada 2053, meningkatkan kapasitas ekspor hingga USD50 miliar, dan menempatkan minimal 10 perusahaan pada 100 besar perusahaan pertahanan terbesar di dunia.
Perusahaan pertahanan Turki yang juga masuk 100 besar dunia adalah STM Defense Technologies & Engineering Ltd. Perusahaan ini merancang, memodernisasi dan membangun kendaraan angkatan laut militer, drone, teknologi satelit, radar dan keamanan siber. Lalu, perusahaan Turki yang juga top global adalah FNSS. Perusahaan tersebut memproduksi kendaraan darat lapis baja dengan berat 15 ton, tank berbobot sedang, kendaraan lapis baja beroda taktik 4x4 dan 8x8. Tak ketinggalan ada nama HAVELSAN yang fokus pada perangkat lunak pertahanan seperti CMS.
Atas kinerja positif perusahaan pertahanan, Turki tampil sebagai negara pengekspor pertahanan terbesar ke-14 di dunia. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), negeri tersebut menyumbang 1% dari total ekspor global. Prestasi yang diraih mengindikasikan Turki mampu menyiapkan SDM tangguh, melewati dinamika perekonomian, mengurangi ketergantungan pada pemasok asing, dan mengatasi perselisihan politik regional.
Bagaimana perusahaan Turki bisa sedemikian maju? Dr Ali Bakeer, analis dan konsultan politik yang mengikuti tren geopolitik dan keamanan di Timur Tengah, dalam suatu artikelnya menuturkan bahwa Turki sudah lama memberi perhatian pada industri pertahanan. Momentumnya ketika terjadi krisis Siprus pada 1974 yang didiikuti embargo senjata Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu di NATO. Dalam situasi terjerembab itulah, otoritas Turki menyadari urgensi membangun industri militer sendiri untuk memenuhi kebutuhan angkatan bersenjatanya dan mengurangi ketergantungan dari negara lain.
baca juga: Sandiaga Uno Ungkap Alasan Kenapa Kunjungan Wisman Indonesia Masih Kalah Jauh dari Turki
Untuk menata ulang dan mengubah menjadi industri pertahanan modern, pemerintah Turki pada 1985 membentuk Undersecretariat for Defense Industries (SSM). Dalam kondisi penuh keterbatasan, SSM terbukti sukses mendorong kemajuan industri pertahanan. Namun, industri pertahanan benar-benar melambung tinggi pada dasawarsa terakhir kala pemerintah mengeluarkan kebijakan agresif untuk memastikan kemandirian alutsista Turki dan meningkatkan ekspor industri pertahanan.
Beberapa kebijakan yang diambil antara lain menempatkan beberapa badan industri pertahanan lokal di bawah kantor presiden. Pada 2017 misalnya, Presiden Erdogan menempatkan Yayasan Angkatan Bersenjata Turki (TSKGV) di bawahnya untuk memacu kapabilitas dan meningkatkan efisiensi sumber daya. Pemerintah Turki juga secara konsisten memberi tugas tambahan untuk jajaran diplomatnya menjadi tim marketing peralatan militer Turki ke luar negeri dan mencari pasar baru untuk ekspor alutsista.
Laporan perkembangan teranyar, dalam International Defense Industry Fair (IDEF) di Istanbul, Turki pada 25–28 Juli 2023, Erdogan dalam rekaman video mengungkapkan kebanggaannya atas capaian membangun kemandirian dalam industri pertahanan. Menurut dia, hampir semua kebutuhan darat, udara, dan laut sudah bisa dipenuhi perusahan domestik. Turki pun menjelma sebagai salah satu negara utama pengekspor alutsista, terutama untuk negara-negara di Asia dan Afrika, dengan total ekspor alutsista hingga pertengahan 2023 mencapai USD2,378 miliar, dan sampai akhir 2023 diharapkan tembus USD6 miliar.
baca juga: Kenal di Media Sosial, Pria Turki Nekat ke Indonesia Lamar Gadis asal Bone
Walaupun sudah terbilang sukses dan memiliki tujuh perusahaan pertahanan kelas dunia, pemerintahan Erdogan ternyata belum puas. Presiden ke-12 itu menetapkan target Turki mandiri 100% dalam industri pertahanan pada 2053, meningkatkan kapasitas ekspor hingga USD50 miliar, dan menempatkan minimal 10 perusahaan pada 100 besar perusahaan pertahanan terbesar di dunia.
tulis komentar anda