50 Tahun KNPI: Ikhtiar Menyongsong Bonus Demografi
Minggu, 23 Juli 2023 - 20:52 WIB
Indonesia kini mengalami bonus demografi, proporsi usia pekerja, yang didominasi pemuda, lebih melimpah daripada usia nonproduktif. Diproyeksikan berlangsung hingga 2030. Berdasarkan data Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 275,36 juta jiwa per Juni 2022.
Dari jumlah itu, sebesar 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Adapun 84,53 juta jiwa (30,7%) sisanya kategori usia tidak produktif: 67,16 juta jiwa (24,39%) berusia 0-14 tahun dan 17,38 juta jiwa (6,31%) usia 65 tahun ke atas.
Bonus demografi menjadi momentum bagi Indonesia untuk bergerak cepat menuju kemajuan, termasuk merealisasikan visi Indonesia Emas 2045. Kesempatan baik ini bisa terlaksana dengan baik jika seluruh sumber daya, potensi, dan daya upaya pemuda dikerahkan seoptimal mungkin.
Diperlukan SDM berkualitas agar semua potensi tersebut bisa optimal dikeluarkan. Ini, menurut mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal, merupakan satu dari empat syarat yang diperlukan agar Indonesia tidak kehilangan momentum. Ketiga syarat lainnya kelompok pemuda terserap di pasar kerja, memiliki tabungan rumah tangga, dan kebijakan afirmasi perempuan dalam pasar kerja.
Di atas kertas, keempat syarat tersebut mudah dituliskan. Namun, tidak dalam praktiknya. Masih banyak generasi muda yang belum mendapatkan pekerjaan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia per Februari 2023 sebesar 7,99 juta orang.
Tingginya ketimpangan juga menjadi persoalan mendasar lainnya. World Inequality Report 2022 melaporkan, kesenjangan ekonomi di Indonesia tak berubah signifikan dalam dua dekade terakhir. Selama 2001-2021, sebanyak 50% penduduk hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth), sedangkan 10% penduduk lainnya mempunyai sekitar 60% kekayaan rumah tangga nasional.
Era distrupsi pun mesti menjadi atensi. Pangkalnya, ketimpangan yang terjadi memperdalam jurang perbedaan antara kaum papa dengan si punya. Alhasil, tidak semua talenta potensial yang dimiliki pemuda bisa diberdayakan.
Roda terus berputar. Kehidupan tak juga berhenti. Tidak jarang pemuda yang terjerumus ke dalam kubang hitam kehidupan. Ini menambah berat pekerjaan rumah untuk memanfaatkan bonus demografi. Padahal, masih banyak hal yang harus dibenahi.
Konflik horizontal adalah dinamika yang terus terjadi. Sialnya, dalam satu dekade terakhir, diperparah dengan hal remeh temeh: perbedaan pilihan pada tahun politik.
Jika momentum bonus demografi tidak termanfaatkan dengan baik, maka melimpah ruahnya pemuda hanya akan menjadi bumerang. Ia hanya akan menjadi beban dalam perjalanan bangsa ini.
Dari jumlah itu, sebesar 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Adapun 84,53 juta jiwa (30,7%) sisanya kategori usia tidak produktif: 67,16 juta jiwa (24,39%) berusia 0-14 tahun dan 17,38 juta jiwa (6,31%) usia 65 tahun ke atas.
Bonus demografi menjadi momentum bagi Indonesia untuk bergerak cepat menuju kemajuan, termasuk merealisasikan visi Indonesia Emas 2045. Kesempatan baik ini bisa terlaksana dengan baik jika seluruh sumber daya, potensi, dan daya upaya pemuda dikerahkan seoptimal mungkin.
Diperlukan SDM berkualitas agar semua potensi tersebut bisa optimal dikeluarkan. Ini, menurut mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal, merupakan satu dari empat syarat yang diperlukan agar Indonesia tidak kehilangan momentum. Ketiga syarat lainnya kelompok pemuda terserap di pasar kerja, memiliki tabungan rumah tangga, dan kebijakan afirmasi perempuan dalam pasar kerja.
Di atas kertas, keempat syarat tersebut mudah dituliskan. Namun, tidak dalam praktiknya. Masih banyak generasi muda yang belum mendapatkan pekerjaan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia per Februari 2023 sebesar 7,99 juta orang.
Tingginya ketimpangan juga menjadi persoalan mendasar lainnya. World Inequality Report 2022 melaporkan, kesenjangan ekonomi di Indonesia tak berubah signifikan dalam dua dekade terakhir. Selama 2001-2021, sebanyak 50% penduduk hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth), sedangkan 10% penduduk lainnya mempunyai sekitar 60% kekayaan rumah tangga nasional.
Era distrupsi pun mesti menjadi atensi. Pangkalnya, ketimpangan yang terjadi memperdalam jurang perbedaan antara kaum papa dengan si punya. Alhasil, tidak semua talenta potensial yang dimiliki pemuda bisa diberdayakan.
Roda terus berputar. Kehidupan tak juga berhenti. Tidak jarang pemuda yang terjerumus ke dalam kubang hitam kehidupan. Ini menambah berat pekerjaan rumah untuk memanfaatkan bonus demografi. Padahal, masih banyak hal yang harus dibenahi.
Konflik horizontal adalah dinamika yang terus terjadi. Sialnya, dalam satu dekade terakhir, diperparah dengan hal remeh temeh: perbedaan pilihan pada tahun politik.
Jika momentum bonus demografi tidak termanfaatkan dengan baik, maka melimpah ruahnya pemuda hanya akan menjadi bumerang. Ia hanya akan menjadi beban dalam perjalanan bangsa ini.
tulis komentar anda