Satgas COVID-19: Kasus Corona di Indonesia Memiliki Risiko yang Berbeda-beda
Senin, 27 Juli 2020 - 14:36 WIB
JAKARTA - Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19, dr Dewi Nur Aisyah mengatakan dalam melihat kasus positif virus Corona ( COVID-19 ) di Indonesia tidak bisa disamaratakan. Pasalnya, setiap wilayah memiliki risiko yang berbeda-beda.
“Data Indonesia dari Sabang sampai Merauke ada 514 kabupaten kota, di sana saya melihat bahwa Indonesia itu berbeda-beda. Kita tidak bisa langsung menyamaratakan dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Karena ternyata ada perbedaan, dari jumlah kasus, jumlah orang yang meninggal, jumlah orang yang dirawat dan sebagainya,” ujar Dewi di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Senin (27/7/2020). (Baca juga: Penyerapan Anggaran COVID-19 Belum Juga Optimal, Jokowi: Kesehatan Baru Terealisasi 7%)
Maka dari itu, kata Dewi, dibuatlah peta zonasi resiko penyebaran COVID-19 untuk memetakan suatu wilayah akan masuk ke dalam zona risiko tinggi, sedang, rendah ataupun hijau. “Dan karena ada perbedaan itu makanya kita buat zonasi wilayah untuk memperkirakan dan mengestimasi risiko di sana apakah risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah atau masuk dalam zona hijau yang tidak ada kasus,” paparnya.
“Jadi, kurang lebih untuk memetakan wilayah-wilayah di Indonesia yang mana saja dengan kategorisasi dengan resiko yang berbeda. Karena kalau kita sama ratakan semua tidak bisa dilihat sama,” sambung Dewi.
Dewi pun mencontohkan kasus COVID-19 di Jawa Timur. Ia mengatakan bahwa di Jawa Timur 60% kasusnya hanya berasal dari satu kota saja. Padahal, ada 38 kabupaten kota di Jawa Timur. “Bahkan, di satu provinsi ada kabupaten kota yang tidak bisa kita lihat semuanya sama. Kalau kita ngomong masalah Jawa Timur, ketika kita lihat lagi 60% kasus Jawa Timur ini dari satu kota saja. Sedangkan di sana ada 30 lebih kabupaten kota, ada 38 kabupaten kota,” jelas Dewi. (Baca juga: Jokowi Minta Komite Atasi Serapan Anggaran COVID-19 yang Tak Maksimal)
Dengan adanya peta zonasi risiko ini, tambah Dewi, akan memudahkan dalam menganalisa penanganan COVID-19 di suatu wilayah. “Jadi kita melihat semua tidak bisa kita samakan. Apakah semua merah di Jawa Timur oh belum tentu. Ketika kita melihat analisis lebih dalam ke dalam scoup yang lebih kecil, ke kabupaten kota kita bisa melihat dengan lebih jelas di sana bagaimana penanganannya,” tutupnya.
“Data Indonesia dari Sabang sampai Merauke ada 514 kabupaten kota, di sana saya melihat bahwa Indonesia itu berbeda-beda. Kita tidak bisa langsung menyamaratakan dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Karena ternyata ada perbedaan, dari jumlah kasus, jumlah orang yang meninggal, jumlah orang yang dirawat dan sebagainya,” ujar Dewi di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Senin (27/7/2020). (Baca juga: Penyerapan Anggaran COVID-19 Belum Juga Optimal, Jokowi: Kesehatan Baru Terealisasi 7%)
Maka dari itu, kata Dewi, dibuatlah peta zonasi resiko penyebaran COVID-19 untuk memetakan suatu wilayah akan masuk ke dalam zona risiko tinggi, sedang, rendah ataupun hijau. “Dan karena ada perbedaan itu makanya kita buat zonasi wilayah untuk memperkirakan dan mengestimasi risiko di sana apakah risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah atau masuk dalam zona hijau yang tidak ada kasus,” paparnya.
“Jadi, kurang lebih untuk memetakan wilayah-wilayah di Indonesia yang mana saja dengan kategorisasi dengan resiko yang berbeda. Karena kalau kita sama ratakan semua tidak bisa dilihat sama,” sambung Dewi.
Dewi pun mencontohkan kasus COVID-19 di Jawa Timur. Ia mengatakan bahwa di Jawa Timur 60% kasusnya hanya berasal dari satu kota saja. Padahal, ada 38 kabupaten kota di Jawa Timur. “Bahkan, di satu provinsi ada kabupaten kota yang tidak bisa kita lihat semuanya sama. Kalau kita ngomong masalah Jawa Timur, ketika kita lihat lagi 60% kasus Jawa Timur ini dari satu kota saja. Sedangkan di sana ada 30 lebih kabupaten kota, ada 38 kabupaten kota,” jelas Dewi. (Baca juga: Jokowi Minta Komite Atasi Serapan Anggaran COVID-19 yang Tak Maksimal)
Dengan adanya peta zonasi risiko ini, tambah Dewi, akan memudahkan dalam menganalisa penanganan COVID-19 di suatu wilayah. “Jadi kita melihat semua tidak bisa kita samakan. Apakah semua merah di Jawa Timur oh belum tentu. Ketika kita melihat analisis lebih dalam ke dalam scoup yang lebih kecil, ke kabupaten kota kita bisa melihat dengan lebih jelas di sana bagaimana penanganannya,” tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda