Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Tiada Kesalahan Tanpa Kemanfaatan
Senin, 03 Juli 2023 - 15:33 WIB
Aliran Utilitarianisme sejalan dengan tujuan hukum kemanfaatan. Di samping kepastian hukum dan keadilan, akan tetapi tidak pernah terpikirkan bahkan dipertimbangkan dalam praktik penyelesaian perkara pidana yang sejatinya adalah mengungkapkan kebenaran materiel (sesungguhnya/senyatanya) dari proses peradilan pidana.
Dalam konteks kebenaran materiil inilah, praktik penerapan hukum pidana, terutama dalam perkara tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi selama kurang lebih lebih dari 50 tahun kemerdekaan Indonesia, tidak pernah tercapai secara memadai. Artinya, lebih banyak kemudaratan dari pada kemaslahatannya. Tidak jarang malah mengakibatkan kezaliman terhadap terduga pelaku tipikor.
Selain efek negatif dari upaya menemukan kebenaran materiil, dalam kenyataan praktik hukum pidana in casu UU Tipikor, telah mengakibatkan penderitaan lahiriah dan batiniah. Ini karena negara tidak berhasil dan tidak mampu menyediakan fasilitas terpidana untuk menjalankan hukumannya di dalam lapas karena penjara telah melebihi batas hunian (overcrowding). Hal ini telah menimbulkan efek samping negatif pada penghuni lapas.
Selain hal tersebut efek jera/penjeraan yang merupakan tujuan hukum pidana beraliran klasik juga tidak tercapai, terbukti meningkatnya residivis dan narapidana baru setiap tahun. Intinya asas TPTK tidak banyak membawa atau menghasilkan kemanfaatan maksimal untuk mencapai tujuan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan terutama bagi negara maupun bagi terpidana.
Asas hukum pidana klasik tiada pidana tanpa kesalahan sudah sepatutnya dipertimbangkan praktisi hukum juga dikritisi teoritisi hukum pidana. Dilengkapi dengan asas hukum tiada kesalahan tanpa kemanfaatan-ATKTK (Asas hukum pidana II).
Asas hukum -TKTK menjelaskan sekalipun perbuatan seseorang telah memenuhi unsur rumusan suatu tindak pidana, akan tetapi jika penjatuhan pidana (penjeraan) tidak dapat memenuhi tujuan kemanfaatan sosial melainkan hanya pada tujuan kepastian hukum semata, merupakan suatu kemudaratan.
Tidak memberikan efek jera apapun malah membawa penderitaan bagi pelaku dan keluarganya bahkan semakin. Jauh dari kemanfaatan baik bagi pelaku itu sendiri, masyarakat maupun bagi negara yang harus menanggung biaya tinggi dalam pengelolaan lapas. Berlandaskan pemikiran tersebut, kiranya asas hukum pidana yang baru,TKTK (tiada kesalahan tanpa kemanfaatan/no guilty without utility) perlu diwujudkan.
Perwujudan asas TKTK diharapkan setiap orang yang memiliki hak dan kewajiban asasi manusia memperoleh tempat yang layak dalam kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai HAM. Juga sejalan dengan tujuan hukum pidana, kepastian, keadilan dan kemanfaatan; dan prinsip efisiensi, keseimbangan dan maksimisasi-prinsip efisiensi secara ekonomi.
Dalam konteks kebenaran materiil inilah, praktik penerapan hukum pidana, terutama dalam perkara tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi selama kurang lebih lebih dari 50 tahun kemerdekaan Indonesia, tidak pernah tercapai secara memadai. Artinya, lebih banyak kemudaratan dari pada kemaslahatannya. Tidak jarang malah mengakibatkan kezaliman terhadap terduga pelaku tipikor.
Selain efek negatif dari upaya menemukan kebenaran materiil, dalam kenyataan praktik hukum pidana in casu UU Tipikor, telah mengakibatkan penderitaan lahiriah dan batiniah. Ini karena negara tidak berhasil dan tidak mampu menyediakan fasilitas terpidana untuk menjalankan hukumannya di dalam lapas karena penjara telah melebihi batas hunian (overcrowding). Hal ini telah menimbulkan efek samping negatif pada penghuni lapas.
Selain hal tersebut efek jera/penjeraan yang merupakan tujuan hukum pidana beraliran klasik juga tidak tercapai, terbukti meningkatnya residivis dan narapidana baru setiap tahun. Intinya asas TPTK tidak banyak membawa atau menghasilkan kemanfaatan maksimal untuk mencapai tujuan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan terutama bagi negara maupun bagi terpidana.
Asas hukum pidana klasik tiada pidana tanpa kesalahan sudah sepatutnya dipertimbangkan praktisi hukum juga dikritisi teoritisi hukum pidana. Dilengkapi dengan asas hukum tiada kesalahan tanpa kemanfaatan-ATKTK (Asas hukum pidana II).
Asas hukum -TKTK menjelaskan sekalipun perbuatan seseorang telah memenuhi unsur rumusan suatu tindak pidana, akan tetapi jika penjatuhan pidana (penjeraan) tidak dapat memenuhi tujuan kemanfaatan sosial melainkan hanya pada tujuan kepastian hukum semata, merupakan suatu kemudaratan.
Tidak memberikan efek jera apapun malah membawa penderitaan bagi pelaku dan keluarganya bahkan semakin. Jauh dari kemanfaatan baik bagi pelaku itu sendiri, masyarakat maupun bagi negara yang harus menanggung biaya tinggi dalam pengelolaan lapas. Berlandaskan pemikiran tersebut, kiranya asas hukum pidana yang baru,TKTK (tiada kesalahan tanpa kemanfaatan/no guilty without utility) perlu diwujudkan.
Perwujudan asas TKTK diharapkan setiap orang yang memiliki hak dan kewajiban asasi manusia memperoleh tempat yang layak dalam kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai HAM. Juga sejalan dengan tujuan hukum pidana, kepastian, keadilan dan kemanfaatan; dan prinsip efisiensi, keseimbangan dan maksimisasi-prinsip efisiensi secara ekonomi.
(poe)
tulis komentar anda