Jakarta Riwayatmu Nanti
Kamis, 22 Juni 2023 - 11:20 WIB
baca juga: Daftar Rangkaian Acara Menyambut HUT 496 Jakarta
Prediksi tentang tenggelamnya Jakarta dalam waktu dekat bukan sejenis ramalan layaknya Ramalan Jayabaya. Boleh percaya boleh tidak. Ramalan tentang tenggelamnya Jakarta memang akan terjadi. Seberapa besar dampak buruk yang ditimbulkannya, bisa dieliminasi sejak sekarang.
Persoalan lingkungan memang jadi persoalan klasik yang dihadapi Jakarta. Selain tenggelam, banjir akibat luapan 13 sungai yang melintasi kota ini selalu saja mengancam warga Jakarta. Belum lagi persoalan sampah yang berserakan di mana-mana. Setiap hari Jakarta memproduksi 7.500 ton sampah.
Soal penanganan sampah di Jakarta masih tergolong primitif, meski tergolong kota modern. Sampai sekarang penanganan sampah Jakarta hanya dikumpulkan di TPA Bantargebang, Bekasi. Butuh 1.200 truk untuk mengangkut sampah ke TPA Bantargebang setiap harinya.
Daya dukung lingkungan Jakarta juga terus menurun, sebab ada ratusan ribu orang setiap tahunnya yang datang ke Jakarta untuk menetap. Meski masih dalam kondisi pandemi meraka yang datang ke Jakarta terus bertambah. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta mencatat pada 2021 ada 139.740 orang pendatang dan pada 2022 ada 151.752 pendatang.
Pendatang yang terus bertambah memunculkan persoalan macet hingga munculnya permukiman kumuh. Kawasan kolong tol pun dijadikan permukiman, seperti penduduk yang tinggal di kolong tol Angke, Jakarta Barat yang kini sedang viral.
Membayangkan Jakarta setelah melepas statusnya sebagai Ibu kota apakah akan jauh lebih nyaman? Penduduknya berkurang karena sebagian telah bermigrasi ke Kota Nusantara. Masalah banjir sudah teratasi karena banyak drainase yang sudah berfungsi, aliran sungai makin lancar, setiap bangunan memiliki daerah resapan atau penampungan air. Layaknya Kota Amsterdam di Belanda, meski kota tersebut berada di bawah permukaan laut, namun jarang banjir.
Atau mungkin seperti Tokyo di Jepang, kota besar yang dipadati jutaan orang namun jarang atau hampir tidak pernah melihat bak sampah. Dan juga tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat. Sebab, penduduknya sangat disiplin saat membuang sampah. Mau memilah sampah dan patuh pada kalender sampah yang telah dibuat pemerintah kota. Pengelolaan sampahnya pun sudah modern menerapkan konsep sirkular ekonomi. Sehingga, pengelolaan sampah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan cuan besar.
Ahh…sebelum semua itu terjadi, mari nikmati dulu Jakarta yang ada saat ini. Selamat Hari Jadi Kota Jakarta Ke 496, Jadi Karya untuk Nusantara.
Prediksi tentang tenggelamnya Jakarta dalam waktu dekat bukan sejenis ramalan layaknya Ramalan Jayabaya. Boleh percaya boleh tidak. Ramalan tentang tenggelamnya Jakarta memang akan terjadi. Seberapa besar dampak buruk yang ditimbulkannya, bisa dieliminasi sejak sekarang.
Persoalan lingkungan memang jadi persoalan klasik yang dihadapi Jakarta. Selain tenggelam, banjir akibat luapan 13 sungai yang melintasi kota ini selalu saja mengancam warga Jakarta. Belum lagi persoalan sampah yang berserakan di mana-mana. Setiap hari Jakarta memproduksi 7.500 ton sampah.
Soal penanganan sampah di Jakarta masih tergolong primitif, meski tergolong kota modern. Sampai sekarang penanganan sampah Jakarta hanya dikumpulkan di TPA Bantargebang, Bekasi. Butuh 1.200 truk untuk mengangkut sampah ke TPA Bantargebang setiap harinya.
Daya dukung lingkungan Jakarta juga terus menurun, sebab ada ratusan ribu orang setiap tahunnya yang datang ke Jakarta untuk menetap. Meski masih dalam kondisi pandemi meraka yang datang ke Jakarta terus bertambah. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta mencatat pada 2021 ada 139.740 orang pendatang dan pada 2022 ada 151.752 pendatang.
Pendatang yang terus bertambah memunculkan persoalan macet hingga munculnya permukiman kumuh. Kawasan kolong tol pun dijadikan permukiman, seperti penduduk yang tinggal di kolong tol Angke, Jakarta Barat yang kini sedang viral.
Membayangkan Jakarta setelah melepas statusnya sebagai Ibu kota apakah akan jauh lebih nyaman? Penduduknya berkurang karena sebagian telah bermigrasi ke Kota Nusantara. Masalah banjir sudah teratasi karena banyak drainase yang sudah berfungsi, aliran sungai makin lancar, setiap bangunan memiliki daerah resapan atau penampungan air. Layaknya Kota Amsterdam di Belanda, meski kota tersebut berada di bawah permukaan laut, namun jarang banjir.
Atau mungkin seperti Tokyo di Jepang, kota besar yang dipadati jutaan orang namun jarang atau hampir tidak pernah melihat bak sampah. Dan juga tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat. Sebab, penduduknya sangat disiplin saat membuang sampah. Mau memilah sampah dan patuh pada kalender sampah yang telah dibuat pemerintah kota. Pengelolaan sampahnya pun sudah modern menerapkan konsep sirkular ekonomi. Sehingga, pengelolaan sampah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan cuan besar.
Ahh…sebelum semua itu terjadi, mari nikmati dulu Jakarta yang ada saat ini. Selamat Hari Jadi Kota Jakarta Ke 496, Jadi Karya untuk Nusantara.
(hdr)
tulis komentar anda