Jakarta Riwayatmu Nanti
loading...
A
A
A
ULASANmenarik diangkat media Argentina, Sol Play 91.5, tentang Kota Jakarta , lokasi digelarnya pertandingan Timnas Indonesia vs Timnas Argentina , belum lama ini. Ditulis media tersebut, Jakarta yang kini berulang tahun ke-496, pada 22 Juni 2023, menghadapi banyak masalah.
baca juga: Arti Logo dan Tema HUT ke-496 DKI Jakarta 22 Juni 2023
Salah satunya, kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa ini akan tenggelam ke Samudera Hindia. Pasalnya setiap tahun permukaan tanah di kota terpadat keempat di dunia ini, turun 25 sentimeter, akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Apa yang disampaikan oleh Media Argentina itu memang bukan sindiran, tapi memang fakta sesungguhnya yang dihadapi Jakarta saat ini.
Hasil penelitian yang di-publish Geophysical Research Letters Maret 2023 lalu menyatakan Jakarta berada di urutan ke-3 setelah Tianjin, China dan Semarang, kota di dunia yang akan paling cepat tenggelam. Berdasarkan penelitian itu, di Tianjin terjadi penurunan tanah hingga 5,22 cm per tahun sejak 2015-2020. Semarang di urutan ke-2 dengan rata-rata penurunan 3,96 cm per tahun, sedangkan penurunan daratan Jakarta berada di angka 3,44 cm per tahun.
Presiden Amerika Joe Biden dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional, pada 27 Juli 2021 tentang pemanasan global, menyatakan Jakarta akan mulai tenggelam dalam kurun waktu 10 tahun lagi. Jika prediksi Joe Biden itu benar, maka pada 2030-an akan ada migrasi besar-besaran dari penduduk Jakarta menghindari banjir yang makin parah.
baca juga: Sambut HUT ke-496 Jakarta, BPBD Pamer Ketangguhan DKI Hadapi Bencana Tahun 2023
Saat Jakarta mulai tenggelam boleh jadi statusnya bukan lagi sebagai Ibu Kota, karena Ibu Kota Indonesia sudah berpindah ke Kota Nusantara di Kalimantan Timur. Meski bukan lagi sebagai Ibu Kota, daya tarik Jakarta sebagai kota bisnis tetap masih kuat. Ditunjang oleh kesiapan sarana infrastruktur yang relatif lengkap, Jakarta masih bakal ramai didatangi orang.
Tak hanya itu, letaknya yang strategis juga menjadi kelebihan Jakarta. Kota pelabuhan ini sudah menjadi kota penting sejak jaman Kerajaan Hindu Pajajaran hingga Kerajaan Islam Mataram. Terus berlanjut hingga kedatangan Negara-Negara Eropa seperti Portugis, Belanda dan Inggris. Sudah menjadi takdir, Jakarta akan selalau jadi kota penting, kota besar dari jaman ke jaman, meski tak lagi jadi Ibu Kota.
Namun memang, jika Jakarta mulai tenggelam entah bagaimana nasib mereka yang tinggal di Kepulauan Seribu atau yang berada di pulau-pulau reklamasi. Semoga saja semua pihak, stakeholder yang ada di Jakarta sudah memulai memikirkan hal itu.
baca juga: Daftar Rangkaian Acara Menyambut HUT 496 Jakarta
Prediksi tentang tenggelamnya Jakarta dalam waktu dekat bukan sejenis ramalan layaknya Ramalan Jayabaya. Boleh percaya boleh tidak. Ramalan tentang tenggelamnya Jakarta memang akan terjadi. Seberapa besar dampak buruk yang ditimbulkannya, bisa dieliminasi sejak sekarang.
Persoalan lingkungan memang jadi persoalan klasik yang dihadapi Jakarta. Selain tenggelam, banjir akibat luapan 13 sungai yang melintasi kota ini selalu saja mengancam warga Jakarta. Belum lagi persoalan sampah yang berserakan di mana-mana. Setiap hari Jakarta memproduksi 7.500 ton sampah.
Soal penanganan sampah di Jakarta masih tergolong primitif, meski tergolong kota modern. Sampai sekarang penanganan sampah Jakarta hanya dikumpulkan di TPA Bantargebang, Bekasi. Butuh 1.200 truk untuk mengangkut sampah ke TPA Bantargebang setiap harinya.
Daya dukung lingkungan Jakarta juga terus menurun, sebab ada ratusan ribu orang setiap tahunnya yang datang ke Jakarta untuk menetap. Meski masih dalam kondisi pandemi meraka yang datang ke Jakarta terus bertambah. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta mencatat pada 2021 ada 139.740 orang pendatang dan pada 2022 ada 151.752 pendatang.
Pendatang yang terus bertambah memunculkan persoalan macet hingga munculnya permukiman kumuh. Kawasan kolong tol pun dijadikan permukiman, seperti penduduk yang tinggal di kolong tol Angke, Jakarta Barat yang kini sedang viral.
Membayangkan Jakarta setelah melepas statusnya sebagai Ibu kota apakah akan jauh lebih nyaman? Penduduknya berkurang karena sebagian telah bermigrasi ke Kota Nusantara. Masalah banjir sudah teratasi karena banyak drainase yang sudah berfungsi, aliran sungai makin lancar, setiap bangunan memiliki daerah resapan atau penampungan air. Layaknya Kota Amsterdam di Belanda, meski kota tersebut berada di bawah permukaan laut, namun jarang banjir.
Atau mungkin seperti Tokyo di Jepang, kota besar yang dipadati jutaan orang namun jarang atau hampir tidak pernah melihat bak sampah. Dan juga tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat. Sebab, penduduknya sangat disiplin saat membuang sampah. Mau memilah sampah dan patuh pada kalender sampah yang telah dibuat pemerintah kota. Pengelolaan sampahnya pun sudah modern menerapkan konsep sirkular ekonomi. Sehingga, pengelolaan sampah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan cuan besar.
Ahh…sebelum semua itu terjadi, mari nikmati dulu Jakarta yang ada saat ini. Selamat Hari Jadi Kota Jakarta Ke 496, Jadi Karya untuk Nusantara.
baca juga: Arti Logo dan Tema HUT ke-496 DKI Jakarta 22 Juni 2023
Salah satunya, kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa ini akan tenggelam ke Samudera Hindia. Pasalnya setiap tahun permukaan tanah di kota terpadat keempat di dunia ini, turun 25 sentimeter, akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Apa yang disampaikan oleh Media Argentina itu memang bukan sindiran, tapi memang fakta sesungguhnya yang dihadapi Jakarta saat ini.
Hasil penelitian yang di-publish Geophysical Research Letters Maret 2023 lalu menyatakan Jakarta berada di urutan ke-3 setelah Tianjin, China dan Semarang, kota di dunia yang akan paling cepat tenggelam. Berdasarkan penelitian itu, di Tianjin terjadi penurunan tanah hingga 5,22 cm per tahun sejak 2015-2020. Semarang di urutan ke-2 dengan rata-rata penurunan 3,96 cm per tahun, sedangkan penurunan daratan Jakarta berada di angka 3,44 cm per tahun.
Presiden Amerika Joe Biden dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional, pada 27 Juli 2021 tentang pemanasan global, menyatakan Jakarta akan mulai tenggelam dalam kurun waktu 10 tahun lagi. Jika prediksi Joe Biden itu benar, maka pada 2030-an akan ada migrasi besar-besaran dari penduduk Jakarta menghindari banjir yang makin parah.
baca juga: Sambut HUT ke-496 Jakarta, BPBD Pamer Ketangguhan DKI Hadapi Bencana Tahun 2023
Saat Jakarta mulai tenggelam boleh jadi statusnya bukan lagi sebagai Ibu Kota, karena Ibu Kota Indonesia sudah berpindah ke Kota Nusantara di Kalimantan Timur. Meski bukan lagi sebagai Ibu Kota, daya tarik Jakarta sebagai kota bisnis tetap masih kuat. Ditunjang oleh kesiapan sarana infrastruktur yang relatif lengkap, Jakarta masih bakal ramai didatangi orang.
Tak hanya itu, letaknya yang strategis juga menjadi kelebihan Jakarta. Kota pelabuhan ini sudah menjadi kota penting sejak jaman Kerajaan Hindu Pajajaran hingga Kerajaan Islam Mataram. Terus berlanjut hingga kedatangan Negara-Negara Eropa seperti Portugis, Belanda dan Inggris. Sudah menjadi takdir, Jakarta akan selalau jadi kota penting, kota besar dari jaman ke jaman, meski tak lagi jadi Ibu Kota.
Namun memang, jika Jakarta mulai tenggelam entah bagaimana nasib mereka yang tinggal di Kepulauan Seribu atau yang berada di pulau-pulau reklamasi. Semoga saja semua pihak, stakeholder yang ada di Jakarta sudah memulai memikirkan hal itu.
baca juga: Daftar Rangkaian Acara Menyambut HUT 496 Jakarta
Prediksi tentang tenggelamnya Jakarta dalam waktu dekat bukan sejenis ramalan layaknya Ramalan Jayabaya. Boleh percaya boleh tidak. Ramalan tentang tenggelamnya Jakarta memang akan terjadi. Seberapa besar dampak buruk yang ditimbulkannya, bisa dieliminasi sejak sekarang.
Persoalan lingkungan memang jadi persoalan klasik yang dihadapi Jakarta. Selain tenggelam, banjir akibat luapan 13 sungai yang melintasi kota ini selalu saja mengancam warga Jakarta. Belum lagi persoalan sampah yang berserakan di mana-mana. Setiap hari Jakarta memproduksi 7.500 ton sampah.
Soal penanganan sampah di Jakarta masih tergolong primitif, meski tergolong kota modern. Sampai sekarang penanganan sampah Jakarta hanya dikumpulkan di TPA Bantargebang, Bekasi. Butuh 1.200 truk untuk mengangkut sampah ke TPA Bantargebang setiap harinya.
Daya dukung lingkungan Jakarta juga terus menurun, sebab ada ratusan ribu orang setiap tahunnya yang datang ke Jakarta untuk menetap. Meski masih dalam kondisi pandemi meraka yang datang ke Jakarta terus bertambah. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta mencatat pada 2021 ada 139.740 orang pendatang dan pada 2022 ada 151.752 pendatang.
Pendatang yang terus bertambah memunculkan persoalan macet hingga munculnya permukiman kumuh. Kawasan kolong tol pun dijadikan permukiman, seperti penduduk yang tinggal di kolong tol Angke, Jakarta Barat yang kini sedang viral.
Membayangkan Jakarta setelah melepas statusnya sebagai Ibu kota apakah akan jauh lebih nyaman? Penduduknya berkurang karena sebagian telah bermigrasi ke Kota Nusantara. Masalah banjir sudah teratasi karena banyak drainase yang sudah berfungsi, aliran sungai makin lancar, setiap bangunan memiliki daerah resapan atau penampungan air. Layaknya Kota Amsterdam di Belanda, meski kota tersebut berada di bawah permukaan laut, namun jarang banjir.
Atau mungkin seperti Tokyo di Jepang, kota besar yang dipadati jutaan orang namun jarang atau hampir tidak pernah melihat bak sampah. Dan juga tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat. Sebab, penduduknya sangat disiplin saat membuang sampah. Mau memilah sampah dan patuh pada kalender sampah yang telah dibuat pemerintah kota. Pengelolaan sampahnya pun sudah modern menerapkan konsep sirkular ekonomi. Sehingga, pengelolaan sampah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan cuan besar.
Ahh…sebelum semua itu terjadi, mari nikmati dulu Jakarta yang ada saat ini. Selamat Hari Jadi Kota Jakarta Ke 496, Jadi Karya untuk Nusantara.
(hdr)