Capres-Cawapres Paket Nasionalis-Religius

Minggu, 18 Juni 2023 - 12:55 WIB
TGB seorang nasionalis–religius yang tidak diragukan keasliannya. Ini bisa dilihat dari latar politik perjuangan sang kakek TGB. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (Tuan Guru Pancor) dan Tuan Guru Haji (TGH) adalah keturunan Sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam di Lombok. Dari sanalah, darah kepemimpinan TGB mengalir.

Pada awal abad 20, tepatnya tahun 1937 masa kolonial Belanda, TGH mendirikan madrasah-madrasah NW di Pancor. Madrasah NW ini sebagai base-camp latihan perang para santri untuk melawan kolonialis Belanda di wilayah Lombok. Pengibaran bendera perang melawan kolonialis Belanda oleh sang kakek TGB menjadikan keluarga ini berstatus pejuang terhormat di kalangan masyarakat NTB khususnya. Kemudian pada tahun 1953 sang kakek mendirikan organisasi Islam terbesar di NTB bernama Nahdlatul Wathan (NW adalah NU yang ada Lombok) yang berdiri kokoh hingga sekarang.

Dari berbagai kelebihan dimaksud, TGB efektif bisa menutupi kekurangan Ganjar. TGB sangat menguntungkan Ganjar pada aspek ideologis ini. Ganjar yang berwarna “Nasionalis” ketika disandingkan dengan TGB, maka warna politiknya ikut berubah menjadi “Nasionalis –Religius”. Sebaliknya, jika Ganjar berpasangan dengan Sandiaga Uno, maka warna politik mereka menjadi “Nasionalis – Sekuler”. Di kalangan pemilih berbasis agama yang jumlahnya sangat besar, warna politik “Nasionalis – Sekuler” ini tidak akan mampu mendorong kemenangan Ganjar.

Analisis dari aspek kekuatan media komunikasi, sebesar 30% kemenangan pemilu (pilpres atau pilkada) karena dorongan kekuatan media massa (mainstream), media konvergensi, media online dan media portal yang dimanage dengan efektif dalam strategi marketing politik. Sementara, Sandiaga Uno tidak memiliki kekuatan riil media seperti ini.

Dari aspek logistik, pilpres membutuhkan ongkos politik yang relatif besar untuk membiayai proses politik. Karena itu, persiapan logistik (ongkos politik) menjadi sesuatu keniscayaan. Keberadaan kursi partai di Senayan juga tidak selalu mutlak berkolerasi positif atau negatif terhadap menang atau kalah seorang kandidat dalam pilpres. Tingkat popularitas, nilai ketokohan dan kredibilitas personal calon seperti TGB sangat menentukan jumlah perolehan suara di setiap segmen pemilih di hari H.

"TGB belum tentu bisa mendongkrak kemenangan di Pilpres 2024," kata Awiek. Ia membandingkan perolehan suara TGB di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan pencapaian Sandiaga di Pilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Dalam konteks ini Awiek tidak sadar menyamakan pemilihan gubernur yang terbatas dalam wilayah provinsi dengan event pilpres yang melibatkan hampir semua warga di seluruh Indonesia yang telah memiliki hak pilih. Antara proses pilkada dan pilpres banyak faktor berbeda secara signifikan. Semua faktor dimaksud berpengaruh terhadap pilihan setiap voters dan hasil akhir.

Awiek menyinggung soal kekuatan suara pendukung TGB dalam pemilihan Gubernur di NTB, jumlah penduduk NTB, jumlah perolehan suara di Dapil saat TGB menang menjadi anggota DPR RI. Awiek seakan tidak memahami jumlah voter dan faktor motif partisipasi pemilih pada pilkada, pileg, dan pilpres adalah jauh berbeda. Awiek tidak tahu bahwa TGB memiliki lembaga pendidikan politik bernama "Akademi Perindo". Lembaga ini adalah turbolensi kekuatan kaderisasi yang sangat penting untuk mewarnai semangat dukungan semua pengurus, timses, relawan dan anggota Partai Perindo di semua tingkat hingga akar rumput.

Soal kemampuan jaringan di luar negeri, lebih berpotensi TGB dibanding Sandiaga Uno. Membangun jaringan politik berbicara soal kemampuan PR masing-masing kandidat. Sandiaga Uno maupun TGB memiliki pengalaman hidup di negara lain, sama-sama pernah sekolah di luar negeri. Sandiaga Uno pernah kuliah S1 dan S2 di Washington. Ia pernah kerja di Malaysia, lalu di Kanada. Sementara TGB sangat potensial untuk menggalang kekuatan memulai dari Kairo kemudian merebak ke berbagai negara lain melalui jaringan pendidikan Al-Azhar yang ada di seluruh dunia.

TGB telah mendapat dukungan penuh dari Universitas Al-Azhar Kairo untuk terus berjuang di garda depan dalam penyebaran ajaran Islam yang kaffa dan penegakan Islam Washathiyah, yaitu Islam yang toleran, humanis, serta menjunjung kerukunan dan keadilan sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Selain itu kita bisa mengenal lebih dekat sosok TGB yang bernama lengkap Dr. Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA ini. TGB tokoh muslim refresentatif kawasan Indonesia Timur, mewakili 13 provinsi, mulai dari Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Karena itu, ketigabekas wilayah provinsi Indonesia timur ini ditambah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera sebagai basis santri Indonesia sekaligus menjadi basis dukungan terhadap TGB dalam peta pilpres.

Alumni tanfidz Al-Qur'an di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan Pancor - Lombok ini memiliki segudang prestasi riil yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Semua prestasi yang pernah ia capai tidak membuat TGB menjadi tinggi hati. Ia seorang tokoh ulama yang tawaduk dan istikamah dengan segala kerendahan hatinya sebagai seorang intelektual muslim.

Di tengah kesibukannya, ia juga tetap menjalankan profesinya sebagai penceramah kondang. TGB punya prestasi pembawa acara khusus di televisi yakni program Cahaya Ramadan di MNCTV tahun 2022-2023. Ia juga sebagai pembawa acara Kultum di RCTI tahun 2022-2023. Sehingga pantas saja TGB menjadi lambang kemajemukan moderasi beragama di Indonesia.

Setelah lulus kuliah S3 di Al-Azhar Kairo, di awal karier TGB mencoba bertarung menjadi politisi di Senayan Jakarta. Ternyata ia sukses terpilih sebagai Anggota DPR RI periode 2004–2009. Belum selesai satu periode sebagai legislator, TGB terpilih menjadi Gubernur NTB. Karier sebagai Gubernur ini berlangsung selama dua periode yakni 2008-2013 dan 2013-2018. Selama dua periode ini sebanyak 56 penghargaan prestasi yang telah diterima TGB dari berbagai pihak, dari pemerintah pusat, luar negeri, dan lembaga swasta. Pada Agustus 2012, Presiden RI menyematkan bintang untuk 15 tokoh terbaik bangsa, termasuk TGB.

Perolehan penghargaan karena prestasi bidang kepemimpinan seorang TGB bisa kita lihat nyata. Ia pernah dinobatkan sebagai gubernur terbaik versi Kementerian Dalam Negeri pada 2017 dengan penilaian pada aspek kepemimpinan, kredibilitas, dan akseptabilitas dalam rangka menciptakan pemerintahan bersih. TGB diperlukan dalam kepemimpinan Indonesia ke depan karena tantangan Indonesia ke depan bukan hanya soal Indonesia bisa menjadi negara maju. Namun, juga harus bisa mengantisipasi serangan ideologi transnasional.

TGB adalah sosok intelektual ulama yang sangat diperlukan pada periode-periode kepemimpinan Indonesia yang akan datang. TGB adalah seorang komunikator berkualitas karena memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan beretika kepada semua kalangan. Skill membangunnya tidak bisa diragukan lagi karena ia pernah sukses mengangkat derajat dan harga diri masyarakat NTB dari predikat sebagai Propinsi tertinggal.

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi NTB non-tambang tumbuh 7,1% saat itu. Selama dua periode kepemimpinan TGB persentase kemiskinan di provinsi tersebut juga mengalami penurunan drastis menjadi hanya 3,25%. Di tangan TGB, NTB menjadi provinsi pertama dan terbaik dalam pencapaian sasaran tujuan pembangunan milenium (MDGs). TGB berhasil merekayasa alam Pulau Lombok yang eksotik untuk dijadikan objek wisata terindah dengan konsep wisata halal. Konsep baru ini telah membuka pangsa baru wisata hhalal pertama di dunia. TGB juga mampu mengatasi pengangguran, menyematkan NTB sebagai provinsi ke-6 dengan angka pengangguran terendah.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More