Forum Dialog Antaragama dan Budaya ASEAN 2023
Jum'at, 16 Juni 2023 - 17:33 WIB
Sebagai seorang pegiat dialog antaragama dan budaya, secara khusus alumni KAICIID dari Indonesia, saya melihat Forum Dialog Antaragama dan Budaya yang sedang digiatkan rencana persiapannya adalah hal yang strategis terkait peran Indonesia sebagai ketua ASEAN.
Termasuk pelbagai masalah konflik di wilayah ASEAN juga beberapa terkait dengan agama, misalnya konflik di Thailand Selatan, Myammar, Filipina, dan Indonesia. Karenanya tulisan ini hendak mengkaji satu kerangka konseptual untuk forum dialog antaragama dan budaya ASEAN 2023 yang akan dilaksanakan.
Pada dasarnya, secara kesejarahan dialog antaragama dan budaya sudah jamak dilakukan di Indonesia oleh kalangan NU dan Muhammadiyah. Termasuk juga berbagai ormas Islam dan agama lain di Tanah Air.
Namun berbagai event itu sifatnya masih terdesentralisasi dan sporadis. Adanya Forum Dialog Antaragama dan Budaya ASEAN ini, maka pelibatan tokoh agama secara terstruktur akan bisa berkontribusi pada pelabagai kekerasan politik yang terjadi di kawasan ASEAN.
Namun sebelum mengetengahkan kerangka konseptual untuk aksi, penulis akan menjelaskan secara singkat peran NU untuk perdamaian. Dengan demikian kita tidak mencurigai upaya NU ini sebagai aji mumpung atau NU mendadak meminati dan bertumpuk lumus untuk perdamaian di dunia, termasuk ASEAN.
Misalnya, NU telah mendorong perdamaian di luar negeri dengan menjadi mediator damai di Thailand Selatan, Filipinan Selatan, Myammar dan Afghanistan. Sebelumnya, Gus Dur telah membentuk World Conference on Religion and Peace (WCRP).
Selanjutnya, pada masa Kiai Hasyim Muzadi, NU memfasilitasi pembentukan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di pelbagai negara dan menginiasi acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS). Pergerakan perdamaian NU semakin berkembang pada masa KH Said Aqil Siroj dengan menginiasiasi International Summit of Moderate Islkamic Leaders (ISOMIL).
Dengan demikian, usaha-usaha NU untuk jembatan perdamaian tersebut telah dimulai satu dekade terakhir. Baik sendiri maupun berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar negeri.
Misalnya pada 2019 di Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Banjar, Jawa Barat, NU telah merekomendasikan bahwa kategori kafir tidak memiliki dasar hukum dalam sebuah negara bangsa yang modern. Ini penting untuk menegaskan bahwa di Indonesia ada kesetaraan antarwarga Negara, terlepas dari apapun agama, suku, ras, dan bahasanya.
Sedangkan pada 2021, Aliansi Injili Dunia (the World Evangelical Alliance), yang mewakili 600 juta Protestan di 143 negara, telah bergabung dengan NU dan Komunitas Imam W Deen Mohammed menandatangani Pernyataan Masjid Bangsa di Washington, DC.
Termasuk pelbagai masalah konflik di wilayah ASEAN juga beberapa terkait dengan agama, misalnya konflik di Thailand Selatan, Myammar, Filipina, dan Indonesia. Karenanya tulisan ini hendak mengkaji satu kerangka konseptual untuk forum dialog antaragama dan budaya ASEAN 2023 yang akan dilaksanakan.
Pada dasarnya, secara kesejarahan dialog antaragama dan budaya sudah jamak dilakukan di Indonesia oleh kalangan NU dan Muhammadiyah. Termasuk juga berbagai ormas Islam dan agama lain di Tanah Air.
Namun berbagai event itu sifatnya masih terdesentralisasi dan sporadis. Adanya Forum Dialog Antaragama dan Budaya ASEAN ini, maka pelibatan tokoh agama secara terstruktur akan bisa berkontribusi pada pelabagai kekerasan politik yang terjadi di kawasan ASEAN.
Namun sebelum mengetengahkan kerangka konseptual untuk aksi, penulis akan menjelaskan secara singkat peran NU untuk perdamaian. Dengan demikian kita tidak mencurigai upaya NU ini sebagai aji mumpung atau NU mendadak meminati dan bertumpuk lumus untuk perdamaian di dunia, termasuk ASEAN.
Misalnya, NU telah mendorong perdamaian di luar negeri dengan menjadi mediator damai di Thailand Selatan, Filipinan Selatan, Myammar dan Afghanistan. Sebelumnya, Gus Dur telah membentuk World Conference on Religion and Peace (WCRP).
Selanjutnya, pada masa Kiai Hasyim Muzadi, NU memfasilitasi pembentukan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di pelbagai negara dan menginiasi acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS). Pergerakan perdamaian NU semakin berkembang pada masa KH Said Aqil Siroj dengan menginiasiasi International Summit of Moderate Islkamic Leaders (ISOMIL).
Dengan demikian, usaha-usaha NU untuk jembatan perdamaian tersebut telah dimulai satu dekade terakhir. Baik sendiri maupun berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar negeri.
Misalnya pada 2019 di Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Banjar, Jawa Barat, NU telah merekomendasikan bahwa kategori kafir tidak memiliki dasar hukum dalam sebuah negara bangsa yang modern. Ini penting untuk menegaskan bahwa di Indonesia ada kesetaraan antarwarga Negara, terlepas dari apapun agama, suku, ras, dan bahasanya.
Sedangkan pada 2021, Aliansi Injili Dunia (the World Evangelical Alliance), yang mewakili 600 juta Protestan di 143 negara, telah bergabung dengan NU dan Komunitas Imam W Deen Mohammed menandatangani Pernyataan Masjid Bangsa di Washington, DC.
tulis komentar anda