Demi Pilkada Bebas Corona, KPU Disarankan Desain Ulang Aturan Kampanye
Jum'at, 24 Juli 2020 - 08:32 WIB
JAKARTA - Aturan kampanye Pilkada 2020 yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai masih memiliki banyak kelemahan. Karena itu aturan yang ada perlu diubah atau dibuat peraturan lain yang lebih detail demi melindungi masyarakat dari paparan Covid-19.
Sejumlah turan kampanye pilkada dimaksud tercantum pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pilkada Dalam Kondisi Non Bencana Alam/Covid-19. Regulasi yang juga dikenal dengan PKPU Sapu Jagat ini memuat protokol kesehatan untuk merespons pandemi Covid-19.
Salah satu kelemahan paling mendasar yakni masih dibukanya kesempatan bagi peserta pilkada menggelar rapat umum. Meski jumlah peserta rapat umum dibatasi, namun itu dinilai sebagai celah yang rawan untuk terjadinya penularan Covid-19.
Pada PKPU 6 tahun 2020 ini diatur bahwa partai politik, pasangan calon dan tim kampanye masih dipebolehkan menggelar rapat umum, baik di ruang terbuka maupun tertutup, namun dengan berbagai ketentuan, di antaranya jumlah peserta maksimal 40% dari kapasitas ruang yang ada. (Baca: Bawaslu Berharap Pilkda 2020 Tak Jadi Klaster Baru Pandemi Covid-19)
Ketentuan ini dinilai menyulitkan. Jika kampanyenya di dalam ruangan, mengukur kapasitas 40% masih memungkinkan untuk dilakukan. Namun, kondisinya berbeda jika kampanyenya di luar ruangan seperti di lapangan terbuka. Mengetahui secara pas kapasitas 40% di lapangan bukan hal yang mudah.
“Bawaslu akan kesulitan melakukan pengawasan kampanye nanti, khususnya bagaimana misalnya dalam mengukur 50% dari kapasitas lapangan,” ujar Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan pada diskusi Fokus SINDO bertajuk “Kampanye di Masa Pandemi” yang digelar secara virtual di akun YouTube SINDOnews, Rabu (22/7/2020).
Abhan juga secara khusus menyoroti ketentuan di PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa KPU harus berkoordinasi dengan lembaga lain, yakni Gugus Tugas Covid-19 di daerah sebelum mengizinkan pasangan calon berkampanye di daerah yang masuk zona rawan Covid-19. Hal tersebut menurut dia melemahkan kemandirian KPU. Pasalnya, bisa terjadi konflik kepentingan. Kepala daerah petahana umumnya juga kepala Gugus Tugas di daerahnya. “Kalau yang minta izin kampanye itu pihak lawan dari petahana, bisa saja izin kampanye diberikan. Ini potensi conflict of interest,” ujarnya.
Berhubung masa kampanye pilkada baru akan digelar pada 23 September 2020, masih ada kesempatan bagi KPU untuk mendesain ulang aturan yang ada. Lembaga penyelenggara pemilu ini juga bisa membuat aturan lain yang khusus mengatur kampanye secara detil.
“Saya katakan ini PKPU sapu jagat, sehingga ini harus direvisi lagi, harus ada aturan lebih detail,” ujarnya mengingatkan. (Baca juga: Pengamat Nilai Penyelenggaraan Pilkada 2020 Sangat Beresiko)
Sejumlah turan kampanye pilkada dimaksud tercantum pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pilkada Dalam Kondisi Non Bencana Alam/Covid-19. Regulasi yang juga dikenal dengan PKPU Sapu Jagat ini memuat protokol kesehatan untuk merespons pandemi Covid-19.
Salah satu kelemahan paling mendasar yakni masih dibukanya kesempatan bagi peserta pilkada menggelar rapat umum. Meski jumlah peserta rapat umum dibatasi, namun itu dinilai sebagai celah yang rawan untuk terjadinya penularan Covid-19.
Pada PKPU 6 tahun 2020 ini diatur bahwa partai politik, pasangan calon dan tim kampanye masih dipebolehkan menggelar rapat umum, baik di ruang terbuka maupun tertutup, namun dengan berbagai ketentuan, di antaranya jumlah peserta maksimal 40% dari kapasitas ruang yang ada. (Baca: Bawaslu Berharap Pilkda 2020 Tak Jadi Klaster Baru Pandemi Covid-19)
Ketentuan ini dinilai menyulitkan. Jika kampanyenya di dalam ruangan, mengukur kapasitas 40% masih memungkinkan untuk dilakukan. Namun, kondisinya berbeda jika kampanyenya di luar ruangan seperti di lapangan terbuka. Mengetahui secara pas kapasitas 40% di lapangan bukan hal yang mudah.
“Bawaslu akan kesulitan melakukan pengawasan kampanye nanti, khususnya bagaimana misalnya dalam mengukur 50% dari kapasitas lapangan,” ujar Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan pada diskusi Fokus SINDO bertajuk “Kampanye di Masa Pandemi” yang digelar secara virtual di akun YouTube SINDOnews, Rabu (22/7/2020).
Abhan juga secara khusus menyoroti ketentuan di PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa KPU harus berkoordinasi dengan lembaga lain, yakni Gugus Tugas Covid-19 di daerah sebelum mengizinkan pasangan calon berkampanye di daerah yang masuk zona rawan Covid-19. Hal tersebut menurut dia melemahkan kemandirian KPU. Pasalnya, bisa terjadi konflik kepentingan. Kepala daerah petahana umumnya juga kepala Gugus Tugas di daerahnya. “Kalau yang minta izin kampanye itu pihak lawan dari petahana, bisa saja izin kampanye diberikan. Ini potensi conflict of interest,” ujarnya.
Berhubung masa kampanye pilkada baru akan digelar pada 23 September 2020, masih ada kesempatan bagi KPU untuk mendesain ulang aturan yang ada. Lembaga penyelenggara pemilu ini juga bisa membuat aturan lain yang khusus mengatur kampanye secara detil.
“Saya katakan ini PKPU sapu jagat, sehingga ini harus direvisi lagi, harus ada aturan lebih detail,” ujarnya mengingatkan. (Baca juga: Pengamat Nilai Penyelenggaraan Pilkada 2020 Sangat Beresiko)
tulis komentar anda