Tepis Politik Identitas

Jum'at, 26 Mei 2023 - 11:37 WIB
Ketua Umum PBNU dalam kesempatan terakhir di AICIS (Annual Conference on Islamic Studies) Kementerian Agama di Surabaya menegaskan auto-kritik yang sangat mendasar dan berani. Dalam pidatonya dalam bahasa Inggris, tanggal 3 Mei 2023, mengakui bahwa Islam, atau umat Islam tepatnya harus jujur bahwa praktik keagamaan kita memang mempunyai masalah.

Islam bermasalah? Bukan. Maksudnya, praktik keislaman, yaitu bagaimana kita memahami Islam dan menjalankannya bisa bermasalah. Jika salah kutip, bisa menjadi viral.

Untungnya pidatonya dalam bahasa Inggris, jadi mungkin hanya sedikit yang perhatian. Penulis duduk di kursi terdepan dan betul-betul mendengarkan dengan seksama, sebagaimana pidato-pidatonya yang lain dalam kesempatan yang lain pula.

Masalah keislaman tadi ditimbulkan dari segi pemahaman teologi (kalam), atau dalam bahasa Gus Yahya adalah fikih (yaitu pemahaman agama yang mendalam). Fikih peradaban, istilah Gus Yahya, yang sering dibicarakan di berbagai kesempatan, baik forum pesantren maupun kampus, menegaskan pentingnya mengolah kembali fiqh konvensional.

Fikih bukan hanya bermakna ibadah ritual, tetapi bagaimana kita memahami gerak dan langkah manusia dalam membangun peradaban. Peradaban yang saling memahami, saling mengakui keberadaan satu sama lain, dan saling merangkul.

Praktik saling mengunjungi pemimpin umat pada kantor pemimpin umat yang lain tentu secara langsung telah menepis dan menghalangi penggunaan identitas agama dalam ranah politik secara berlebihan, atau lebih sering disebut politik identitas. Kita tidak bisa hanya berceramah atau menulis tentang bahayanya politik identitas. Itu tidak cukup.

Kita harus bertindak dan menunjukkan contoh apa yang menjadi lawan politik identitas. Yaitu, kita harus melakukan tindakan yang berbeda dengan politik identitas.

Identitas yang berbeda bukanlah penghalang persaudaraan dan persahabatan. Jelas, NU dan Muhammadiyah mempunyai sistem tersendiri, kiprah yang unik dan berbeda di tengah umat, sumbangan yang khas dari masing-masing organisasi, potensi yang tidak sama dalam menyumbangkan pembangunan bangsa, keduanya tidak perlu dibenturkan. Justru keduanya terus bersinergi.

Seperti yang dilakukan oleh ketua umum kedua organisasi ini. Umat tidak selalu membutuhkan ceramah dan nasehat. Umat ingin melihat contoh dan teladan. Keduanya adalah teladan terbaik yang kita punya. Keduanya berjumpa dan saling mengunjungi. Betapa anggunnya itu.

Politik identitas dilakukan dengan enteng dan murah untuk tujuan politik. Akibatnya adalah naiknya tensi sosial, yang bisa mengakibatkan panasnya suasana. Saling mencurigai, saling menuduh, dan saling menyerang baik dengan cara luring dan daring.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More