Menjaga Martabat Mahkamah Konstitusi
Selasa, 21 Juli 2020 - 06:42 WIB
Metafora kehidupan bernegara sebagaimana digambarkan di atas secara implisit menjadi sinyal bagi MK agar senantiasa tegar dan tegas dalam menjaga marwah konstitusi. Kiranya tidak cukup bila bicara tentang konstitusionalitas suatu perkara hanya menekankan pada struktur rasionalnya saja, tanpa menukik pada kedalaman hati-nurani. Artinya, tuntutan ditegakkannya konstitusi atas masalah-masalah yang digugat di MK mesti didasarkan pada aspek moralitas-kebangsaan dan aspek yuridis-konstitusional sebagai satu kesatuan utuh. Baik persyaratan, proses, maupun hasil akhir (putusan MK), mesti dapat dipertanggungjawabkan pada dua aspek tersebut.
Apabila MK bisa disebut sebagai penjaga kesucian, kemanfaatan, dan fungsionalitas konstitusi bagi setiap warga negara, maka segala penyakit moralitas-kebangsaan perlu dicegah masuk ke tubuh MK. Konkretnya, beberapa kebiasaan buruk terus berlangsung sebagaimana terlukiskan dalam slogan-slogan: Boleh berbohong demi kemenangan. Maju tak gentar membela yang bayar. Fokus pada prosedur tetapi lalai pada substansi. Semuanya itu merupakan gambaran (cermin) masih maraknya penyakit-penyakit moralitas-kebangsaan. Itulah beberapa jenis penyakit yang mesti diwaspadai MK.
Keberadaan hakim-hakim MK yang berhati nurani bening, berlogika tajam, dan berwawasan luas, perlu terus dipertahankan. Lebih dari itu, dukungan (kontribusi moral) insan-insan lain di tubuh MK juga amat diharapkan. Seluruhnya demi terjaganya martabat MK. Di tangan merekalah,segala penyakit moralitas-kebangsaan yang menyelinap pada berbagai kasus, dapat dideteksi, kemudian dikikis habis.
Penegakan konstitusi dan penjagaan martabat MK sesungguhnya merupakan dua sisi dari sekeping mata uang. Akitivitas apa pun bentuknya, tidak boleh lepas dari nilai-nilai dan cita-cita bernegara yang ingin diwujudkan melalui MK. Penegakan konstitusi tentu bukan sekadar penegakan pasal per pasal dalam konstitusi, melainkan menukikkan dan mengujinya terhadap sistem nilai yang menjadi roh konstitusi. Sistem nilai dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, siapa pun berurusan dengan masalah konstitusionalitas suatu perkara, maka sedari awal hingga terbit putusan MK perlu paham dan memiliki persepsi sama tentang cakupan makna konstitusionalitas tersebut, yakni keterpaduan antara roh (Pancasila) dengan jasad (pasal-pasal) konstitusi.
Kembali pada kasus gugatan Ki Gendeng Pamungkas, kiranya semua pihak perlu menaruh perhatian saksama terhadap masalah perilaku tim kuasa hukum. Perilaku orang-orang yang menegakkan konstitusi, baik tim kuasa hukum maupun hakim-hakim MK, sangat menentukan kualitas proses ataupun hasil akhir persidangan suatu perkara.
Kiranya penting diingat kembali pesan moral Penjelasan UUD 1945 bahwa dalam berkonstitusi diperlukan semangat. Semangat macam apa? Semangat kekeluargaan, semangat bernegara hukum secara substantif, semangat berkonstitusi atas dasar moral-kebangsaan. Bila semangat demikian bisa terus dijaga, maka tegaknya konstitusi dan terjaganya martabat MK pasti menjadi kenyataan. Wallahu’alam.
Apabila MK bisa disebut sebagai penjaga kesucian, kemanfaatan, dan fungsionalitas konstitusi bagi setiap warga negara, maka segala penyakit moralitas-kebangsaan perlu dicegah masuk ke tubuh MK. Konkretnya, beberapa kebiasaan buruk terus berlangsung sebagaimana terlukiskan dalam slogan-slogan: Boleh berbohong demi kemenangan. Maju tak gentar membela yang bayar. Fokus pada prosedur tetapi lalai pada substansi. Semuanya itu merupakan gambaran (cermin) masih maraknya penyakit-penyakit moralitas-kebangsaan. Itulah beberapa jenis penyakit yang mesti diwaspadai MK.
Keberadaan hakim-hakim MK yang berhati nurani bening, berlogika tajam, dan berwawasan luas, perlu terus dipertahankan. Lebih dari itu, dukungan (kontribusi moral) insan-insan lain di tubuh MK juga amat diharapkan. Seluruhnya demi terjaganya martabat MK. Di tangan merekalah,segala penyakit moralitas-kebangsaan yang menyelinap pada berbagai kasus, dapat dideteksi, kemudian dikikis habis.
Penegakan konstitusi dan penjagaan martabat MK sesungguhnya merupakan dua sisi dari sekeping mata uang. Akitivitas apa pun bentuknya, tidak boleh lepas dari nilai-nilai dan cita-cita bernegara yang ingin diwujudkan melalui MK. Penegakan konstitusi tentu bukan sekadar penegakan pasal per pasal dalam konstitusi, melainkan menukikkan dan mengujinya terhadap sistem nilai yang menjadi roh konstitusi. Sistem nilai dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, siapa pun berurusan dengan masalah konstitusionalitas suatu perkara, maka sedari awal hingga terbit putusan MK perlu paham dan memiliki persepsi sama tentang cakupan makna konstitusionalitas tersebut, yakni keterpaduan antara roh (Pancasila) dengan jasad (pasal-pasal) konstitusi.
Kembali pada kasus gugatan Ki Gendeng Pamungkas, kiranya semua pihak perlu menaruh perhatian saksama terhadap masalah perilaku tim kuasa hukum. Perilaku orang-orang yang menegakkan konstitusi, baik tim kuasa hukum maupun hakim-hakim MK, sangat menentukan kualitas proses ataupun hasil akhir persidangan suatu perkara.
Kiranya penting diingat kembali pesan moral Penjelasan UUD 1945 bahwa dalam berkonstitusi diperlukan semangat. Semangat macam apa? Semangat kekeluargaan, semangat bernegara hukum secara substantif, semangat berkonstitusi atas dasar moral-kebangsaan. Bila semangat demikian bisa terus dijaga, maka tegaknya konstitusi dan terjaganya martabat MK pasti menjadi kenyataan. Wallahu’alam.
(ras)
tulis komentar anda