Perdukunan dan Abad Pertengahan
Selasa, 11 April 2023 - 07:55 WIB
Yang mengherankan, kenapa para klien atau calon klien dukun itu tidak punya sedikit saja pertanyaan sederhana semacam ini: Kalau benar ada orang yang bisa mengggandakan uang, kenapa dia tidak menggandakan uangnya sendiri saja hingga berjuta-juta kali lipat? Tak perlu memasang iklan di medsos atau mengerahkan tim untuk mencari klien.
Salah satu trik yang digunakan untuk meyakinkan klien adalah bahwa sang dukun mengaku bisa berkomunikasi dengan makhluk gaib. Dan di sinilah masalahnya. Sebagian dari kita masih percaya hal-hal semcam itu, seperti orang-orang yang dulu hidup di Abad Pertengahan. Kepercayaan pada makhluk gaib, supranatural, dewa-dewi, legenda, mitos, adalah salah satu ciri alam pikir Abad Pertengahan, terutama periode awal.
Dalam dunia filsafat, Abad Pertengahan dibagi dalam dua periode, yakni zaman Patristik (abad ke-2 sampai abad ke-7) dan zaman Skolastik (sejak abad ke-9 sampai akhir abad ke-16). Abad Pertengahan ini menjadi zaman peralihan antara Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans di Italia (abad 15 sampai 16 akhir).
Dari perspektif sejarah, nilai-nilai hidup bagi orang Abad Pertengahan tidak terletak pada masa kini, tetapi pada masa setelah ini (akhirat). Kehidupan manusiawi adalah suatu persiapan untuk tujuan surgawi. Manusia adalah pengembara (pelgrim) di bumi ini dan tujuan perjalanannya adalah keabadian.
Pandangan seperti itu dapat ditemukan juga pada pemikiran Thomas Aquinas, salah satu pemikir besar Abad Pertengahan, tentang etika. Meurut Thomas, bahwa tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan. Namun, kebahagiaan itu tidak terletak dalam pengembangan dan penyempurnaan hidup di dunia ini, melainkan jauh melampaui itu, yakni kebahagiaan di alam baka.
Baru di surga kelak manusia boleh bertatap muka dengan Dia yang mampu memberikan kepuasan sepenuh-penuhnya kepada manusia.
Memang tidak semua ajaran Abad Pertengahan berisi dogma atau ajaran resmi gereja. Sudah banyak juga pemikir yang mencoba menggunakan rasionya dalam memahami Kitab Suci. Tetapi, memang, pemikiran yang dominan pada masa itu adalah filsafat agama.
Setelah Abad Pertengahan, kita masuk pada zaman Renaissans (kelahiran kembali). Kebudayaan Yunani-Romawi kuno diinterpretasikan kembali secara baru. Jika pada zaman klasik manusia dipandang sebagai bagian dari alam atau polis, maka zaman Renaissans (abad 15 dan 16) manusia dipahami sebagai pribadi.
Setiap orang bukan sekadar umat manusia, tetapi individu-individu yang bebas untuk melakukan sesuatu dan menganut keyakinan tertentu. Kemuliaan, manusia terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dalam posisinya sebagai penguasa alam.
Kemudian kita masuk zaman Pencerahan (Aufklarung) di Inggris dan Prancis (abad 17 dan 18). Ada dua peristiwa penting di zaman ini, yakni Revolusi Agung di Inggris pada 1688 dan Revolusi Prancis pada 1789. Intinya, pada masa ini, manusia mulai mencari cahaya baru dengan rasionya. Orang berusaha lepas dari dikap tidak dewasa atas kesalahannya sendiri.
Salah satu trik yang digunakan untuk meyakinkan klien adalah bahwa sang dukun mengaku bisa berkomunikasi dengan makhluk gaib. Dan di sinilah masalahnya. Sebagian dari kita masih percaya hal-hal semcam itu, seperti orang-orang yang dulu hidup di Abad Pertengahan. Kepercayaan pada makhluk gaib, supranatural, dewa-dewi, legenda, mitos, adalah salah satu ciri alam pikir Abad Pertengahan, terutama periode awal.
Dalam dunia filsafat, Abad Pertengahan dibagi dalam dua periode, yakni zaman Patristik (abad ke-2 sampai abad ke-7) dan zaman Skolastik (sejak abad ke-9 sampai akhir abad ke-16). Abad Pertengahan ini menjadi zaman peralihan antara Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans di Italia (abad 15 sampai 16 akhir).
Dari perspektif sejarah, nilai-nilai hidup bagi orang Abad Pertengahan tidak terletak pada masa kini, tetapi pada masa setelah ini (akhirat). Kehidupan manusiawi adalah suatu persiapan untuk tujuan surgawi. Manusia adalah pengembara (pelgrim) di bumi ini dan tujuan perjalanannya adalah keabadian.
Pandangan seperti itu dapat ditemukan juga pada pemikiran Thomas Aquinas, salah satu pemikir besar Abad Pertengahan, tentang etika. Meurut Thomas, bahwa tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan. Namun, kebahagiaan itu tidak terletak dalam pengembangan dan penyempurnaan hidup di dunia ini, melainkan jauh melampaui itu, yakni kebahagiaan di alam baka.
Baru di surga kelak manusia boleh bertatap muka dengan Dia yang mampu memberikan kepuasan sepenuh-penuhnya kepada manusia.
Memang tidak semua ajaran Abad Pertengahan berisi dogma atau ajaran resmi gereja. Sudah banyak juga pemikir yang mencoba menggunakan rasionya dalam memahami Kitab Suci. Tetapi, memang, pemikiran yang dominan pada masa itu adalah filsafat agama.
Setelah Abad Pertengahan, kita masuk pada zaman Renaissans (kelahiran kembali). Kebudayaan Yunani-Romawi kuno diinterpretasikan kembali secara baru. Jika pada zaman klasik manusia dipandang sebagai bagian dari alam atau polis, maka zaman Renaissans (abad 15 dan 16) manusia dipahami sebagai pribadi.
Setiap orang bukan sekadar umat manusia, tetapi individu-individu yang bebas untuk melakukan sesuatu dan menganut keyakinan tertentu. Kemuliaan, manusia terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dalam posisinya sebagai penguasa alam.
Kemudian kita masuk zaman Pencerahan (Aufklarung) di Inggris dan Prancis (abad 17 dan 18). Ada dua peristiwa penting di zaman ini, yakni Revolusi Agung di Inggris pada 1688 dan Revolusi Prancis pada 1789. Intinya, pada masa ini, manusia mulai mencari cahaya baru dengan rasionya. Orang berusaha lepas dari dikap tidak dewasa atas kesalahannya sendiri.
Lihat Juga :
tulis komentar anda