Pembentukan Koalisi Besar Logis, Bisa Membuat Pemerintahan Kuat
Kamis, 06 April 2023 - 12:54 WIB
Dia menambahkan, partai pengusung harus bisa mengonsolidasi dan mengakomodasi kepentingan politik partai pendukung. Adapun bagi partai pendukung, sudah seharusnya memberikan tempat, penghargaan, dan penghormatan kepada partai pengusung untuk mengorganisasikan Koalisi Besar itu dengan berpegang pada sistem konstitusi, konvensi, dan etika politik sebagai ‘kaidah atau aturan dasar’ yang harus ditaati dan dijunjung tinggi oleh anggota-anggotanya.
"Koalisi Besar yang dibangun harus memiliki platform dan tujuan politik yang sama, yaitu membentuk kekuasaan pemerintahan negara yang konstitusional-demokratis, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, serta diwujudkan dalam budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kerukunan, musyawarah kekeluargaan dan gotong royong. Itu yang utama," jelasnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril menjelaskan, di Indonesia praktik pembentukan pemerintahan (kabinet) akhir-akhir ini lebih mencerminkan sistem parlementer daripada sistem presidensial. Praktik ini dinilai Oce telah jauh menyimpang dari kehendak konstitusi.
"Padahal, menurut konstitusi, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi seorang warga negara yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden," ungkapnya.
Oce, kedudukan parpol pengusung presiden tidak sama dengan partai politik pendukung atau partai politik lainnya. Parpol pengusung presiden mendapatkan hak atau wewenang istimewa yang bersumber dari ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Ketua Pusat Studi Pancasila dan Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan menjelaskan, koalisi yang terjadi seharusnya menjadi bentuk penyatuan platform ideologi dan tujuan politik yang sama. Dia mengingatkan, koalisi jangan hanya dibangun lantaran kepentingan pragmatis semata.
"Jangan sampai koalisi yang dibangun sifatnya hanya kepentingan pragmatis saja. Hal tersebut akan menjadi ancaman bagi sistem presidensial dan pembentukan kabinet pemerintahannya. Partai pengusung yang memiliki kedudukan istimewa karena dapat mengusung sendiri menurut konstitusi mesti dapat mengonsolidasi spirit gotong royong untuk membentuk kekuatan politik bersama partai pendukung untuk memenangkan pilpres, menguasai parlemen, dan membentuk pemerintahan presidensial sesuai konstitusi," kata Jimmy.
Perhatian mengenai relasi antara ideologi partai dengan calon yang diusung juga mendapat perhatian dari Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Menurutnya, seorang kader parpol yang diusung wajib sejalan (in line) dengan kebijakan partainya.
Emrus beralasan, presiden merupakan representasi partai dan akan menjalankan program pembangunan yang sudah disesuaikan dengan platform ideologi dan garis politik partai itu sendiri.
"Koalisi Besar yang dibangun harus memiliki platform dan tujuan politik yang sama, yaitu membentuk kekuasaan pemerintahan negara yang konstitusional-demokratis, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, serta diwujudkan dalam budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kerukunan, musyawarah kekeluargaan dan gotong royong. Itu yang utama," jelasnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril menjelaskan, di Indonesia praktik pembentukan pemerintahan (kabinet) akhir-akhir ini lebih mencerminkan sistem parlementer daripada sistem presidensial. Praktik ini dinilai Oce telah jauh menyimpang dari kehendak konstitusi.
"Padahal, menurut konstitusi, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi seorang warga negara yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden," ungkapnya.
Oce, kedudukan parpol pengusung presiden tidak sama dengan partai politik pendukung atau partai politik lainnya. Parpol pengusung presiden mendapatkan hak atau wewenang istimewa yang bersumber dari ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Ketua Pusat Studi Pancasila dan Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan menjelaskan, koalisi yang terjadi seharusnya menjadi bentuk penyatuan platform ideologi dan tujuan politik yang sama. Dia mengingatkan, koalisi jangan hanya dibangun lantaran kepentingan pragmatis semata.
"Jangan sampai koalisi yang dibangun sifatnya hanya kepentingan pragmatis saja. Hal tersebut akan menjadi ancaman bagi sistem presidensial dan pembentukan kabinet pemerintahannya. Partai pengusung yang memiliki kedudukan istimewa karena dapat mengusung sendiri menurut konstitusi mesti dapat mengonsolidasi spirit gotong royong untuk membentuk kekuatan politik bersama partai pendukung untuk memenangkan pilpres, menguasai parlemen, dan membentuk pemerintahan presidensial sesuai konstitusi," kata Jimmy.
Perhatian mengenai relasi antara ideologi partai dengan calon yang diusung juga mendapat perhatian dari Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Menurutnya, seorang kader parpol yang diusung wajib sejalan (in line) dengan kebijakan partainya.
Emrus beralasan, presiden merupakan representasi partai dan akan menjalankan program pembangunan yang sudah disesuaikan dengan platform ideologi dan garis politik partai itu sendiri.
tulis komentar anda