Pembentukan Koalisi Besar Logis, Bisa Membuat Pemerintahan Kuat

Kamis, 06 April 2023 - 12:54 WIB
loading...
Pembentukan Koalisi Besar Logis, Bisa Membuat Pemerintahan Kuat
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama sejumlah pimpinan parpol memberikan keterangan kepada media saat menghadiri Silaturahmi Ramadan bersama Presiden Jokowi di Kantor DPP PAN, Minggu (2/4/2023). FOTO/Jonathan Simanjuntak
A A A
JAKARTA - Lima partai politik ( parpol ) menjajaki pembentukan Koalisi Besar untuk menghadapi Pilpres 2024 . Koalisi Besar ini dinilai logis dan bisa membuat pemerintahan yang terbentuk kuat.

Kelima parpol yang menjajaki pembentukan Koalisi Besar itu adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kelima partai itu melakukan silaturahmi di Kantor DPP PAN pada Minggu (2/4/2023). Pertemuan itu juga dihadiri Presiden Joko Widodo ( Jokowi )

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Widodo Ekatjahjana menilai pembentukan Koalisi Besar itu logis. Widodo menjelaskan, berdasarkan hasil kajian lembaganya, gagasan pembentukan Koalisi Besar sah dan tidak ada pasal yang melarang dalam sistem konstitusi.



"UUD 1945 memberikan kemungkinan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik atau gabungan beberapa partai politik. Maka gagasan membentuk Koalisi Besar pada saat menjelang pilpres 2024 secara politik merupakan hal yang logis dan biasa," kata Widodo, dalan keterangan tertulis yang diterima MPI, Kamis (6/4/2023).

Menurutnya, parpol yang memenuhi syarat mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri, dapat mengajak parpol-parpol lainnya untuk bergabung menjadi partai pendukung. Dengan bergabungnya partai pendukung, kata Widodo, bisa membuat kedudukan presiden dan pemerintahan yang dibentuknya kuat dan stabil.

"Partai pengusung dan partai pendukung dapat bekerja sama untuk tidak memenangkan Pilpres 2024 saja, tetapi juga untuk membentuk kekuatan politik di lembaga perwakilan (parlemen) dan di kabinet pemerintahan," jelasnya.



Menurutnya, Koalisi Besar yang dibangun oleh partai-partai politik itu idealnya mengarah pada tiga bentuk koalisi, yaitu koalisi untuk pemenangan pilpres, koalisi untuk membentuk kekuatan politik di lembaga perwakilan (parlemen), dan koalisi di kabinet pemerintahan.

Dia menambahkan, partai pengusung harus bisa mengonsolidasi dan mengakomodasi kepentingan politik partai pendukung. Adapun bagi partai pendukung, sudah seharusnya memberikan tempat, penghargaan, dan penghormatan kepada partai pengusung untuk mengorganisasikan Koalisi Besar itu dengan berpegang pada sistem konstitusi, konvensi, dan etika politik sebagai ‘kaidah atau aturan dasar’ yang harus ditaati dan dijunjung tinggi oleh anggota-anggotanya.

"Koalisi Besar yang dibangun harus memiliki platform dan tujuan politik yang sama, yaitu membentuk kekuasaan pemerintahan negara yang konstitusional-demokratis, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, serta diwujudkan dalam budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kerukunan, musyawarah kekeluargaan dan gotong royong. Itu yang utama," jelasnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril menjelaskan, di Indonesia praktik pembentukan pemerintahan (kabinet) akhir-akhir ini lebih mencerminkan sistem parlementer daripada sistem presidensial. Praktik ini dinilai Oce telah jauh menyimpang dari kehendak konstitusi.

"Padahal, menurut konstitusi, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi seorang warga negara yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden," ungkapnya.

Oce, kedudukan parpol pengusung presiden tidak sama dengan partai politik pendukung atau partai politik lainnya. Parpol pengusung presiden mendapatkan hak atau wewenang istimewa yang bersumber dari ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Ketua Pusat Studi Pancasila dan Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan menjelaskan, koalisi yang terjadi seharusnya menjadi bentuk penyatuan platform ideologi dan tujuan politik yang sama. Dia mengingatkan, koalisi jangan hanya dibangun lantaran kepentingan pragmatis semata.

"Jangan sampai koalisi yang dibangun sifatnya hanya kepentingan pragmatis saja. Hal tersebut akan menjadi ancaman bagi sistem presidensial dan pembentukan kabinet pemerintahannya. Partai pengusung yang memiliki kedudukan istimewa karena dapat mengusung sendiri menurut konstitusi mesti dapat mengonsolidasi spirit gotong royong untuk membentuk kekuatan politik bersama partai pendukung untuk memenangkan pilpres, menguasai parlemen, dan membentuk pemerintahan presidensial sesuai konstitusi," kata Jimmy.

Perhatian mengenai relasi antara ideologi partai dengan calon yang diusung juga mendapat perhatian dari Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Menurutnya, seorang kader parpol yang diusung wajib sejalan (in line) dengan kebijakan partainya.



Emrus beralasan, presiden merupakan representasi partai dan akan menjalankan program pembangunan yang sudah disesuaikan dengan platform ideologi dan garis politik partai itu sendiri.

"Dalam sistem presidensial di Amerika, presiden terpilih memiliki tugas untuk menjalankan pemerintahannya sesuai garis politik partai yang mengusung dan mendukungnya. Jadi, relasi politik presiden terpilih dengan partai politik pengusung dan pendukungnya in line," kata Emrus.

Senada dengan Emrus, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret/Direktur LKBH Agus Riewanto menjelaskan, dalam menjalankan pemerintahan, seorang presiden terikat dengan parpol pengusungnya.

"Ideologi parpol pengusung terus dibawa presiden dalam program pemerintahan yang dijalankannya. Relasinya terus berjalan, tidak terputus. Parpol pendukung juga konsisten dalam menyokong program yang dilakukan presiden, bukan malah menjadi oposisi."
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2907 seconds (0.1#10.140)