Polemik Rencana Impor 2 Juta Ton Beras

Selasa, 04 April 2023 - 13:02 WIB
Keputusan impor beras bukan saja bagai menjilat ludah sendiri, tetapi juga bisa dimaknai menelikung petani. Petani hanya dinggap penting saat tahun politik lima tahun sekali, setelah itu mereka ditinggalkan dan ditanggalkan.

Akan tetapi, bagi yang pro, impor adalah rasional dan logis. Bagi kelompok ini, keputusan impor merupakan langkah terakhir ketika tidak tersedia alternatif solusi lain. Karena itu, meskipun pahit keputusan harus diambil. Diakui atau tidak, memutuskan impor saat ini adalah hal sulit.

Keputusan pahit dan sulit karena izin impor justru dikeluarkan/diberikan saat panen raya, sesuatu yang jarang terjadi. Sebab, saat panen raya biasanya pasokan gabah/beras melimpah dan harga turun. Masalahnya, saat ini pasokan gabah/beras belum benar-benar melimpah. Harga gabah/beras pun masih tetap tinggi.

Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga beras medium pada 30 Maret 2023 bergerak antara Rp13.300-Rp13.450/kg. Selain lebih tinggi dari Januari (Rp12.600-Rp12.800/kg) dan Februari 2023 (Rp12.950-Rp13.100/kg), harga ini telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) baru beras: Rp10.900-Rp11.800/kg (tergantung wilayah). Merujuk data BPS (Maret 2023), produksi padi masih terbatas.

Menurut BPS, Februari 2023 sudah mulai ada surplus beras. Produksi pada bulan itu apabila dikurangi kebutuhan konsumsi sekitar 2,53 juta ton beras ada surplus 0,32 juta ton. Lalu, Maret diproyeksikan ada surplus 2,84 juta ton, dan April ada surplus 1,26 juta ton beras.

Surplus pada Februari 2023 itu tergolong masih kecil. Surplus yang kecil ini jadi rebutan pelaku usaha, apakah penggilingan padi atau pedagang beras, untuk memastikan pengisian pipa (pipiline) distribusi mereka yang kering kerontang sejak musim paceklik Oktober tahun lalu. Karena pasar jauh dari jenuh, perebutan gabah/beras oleh pelaku pasar tidak terelakkan.

Panen di satu wilayah akan diperebutkan, termasuk oleh pembeli dari luar wilayah, hingga terjadi fenomena “gabah wisata”. Selain itu, dari panen hingga beras masuk ke pasar konsumen setidaknya memerlukan waktu 3-4 minggu. Ini semua jadi penjelas yang benderang bahwa pasar beras memanas karena suplai (masih) terbatas.

Dalam kondisi demikian adalah sesuatu yang logis apabila kemudian Bulog tidak mampu memperbesar penyerapan gabah/beras produksi petani domestik. Tahun 2023 ini Badan Pangan Nasional menugaskan Bulog menyerap beras domestik 2,4 juta ton, 70% di antaranya dilakukan kala panen raya Februari-Mei.

Sebanyak 1,2 juta ton dari 2,4 juta ton beras diharapkan jadi stok akhir 2023. Menimbang kondisi saat ini, target itu mustahil digapai. Per 30 Maret 2023, penyerapan Bulog baru 69.499 ton. Karena Mei produksi diperkirakan hanya 2,11 juta ton beras, peluang penyerapan hanya tersisa di April 2023.

Pada 27 Maret 2023, cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog hanya 227 ribu ton. Jumlah ini amat kecil. Sementara mulai Maret hingga Mei 2023 nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Masing-masing keluarga mendapatkan beras 10 kg. Artinya, perlu 630.000 ton beras.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More