Pemotongan THR PNS Jangan Kontraproduktif
Senin, 03 April 2023 - 11:15 WIB
Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak lama lagi cair. Namun THR tak utuh akibat kebijakan pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 15/2023 tentang THR dan Gaji ke-13 Aparatur Negara dan Pensiunan 2023 membuat banyak PNS resah sekaligus gelisah.
Keresahan ini beralasan. Pemotongan tukin hingga 50% tentu dirasakan sebagai jumlah yang siginifikan bagi mayoritas PNS. Apalagi di depan mata, kebutuhan menghadapi Lebaran juga tak bisa dielakkan.
Dengan adanya kenaikan harga sembako ini, maka para PNS dituntut harus cermat dan hemat di kala hampir semua kebutuhan pokok Lebaran melonjak. Sebut saja harga beras dan cabai yang dalam beberapa hari terakhir cenderung naik. Jelas, dengan kondisi ini, berapapun pemotongan THR akan berdampak serius bagi PNS.
Praktis, pemotongan itu, terlepas dari alasan mulia yang melatarbelakanginya, banyak memicu penolakan. PNS yang pasrah hanya bisa 'gerundel' dalam hati, sedang yang berani mungkin disalurkan lewat petisi atau disuarakan di beragam platform media komunikasi.
Nada beragam penolakan ini semestinya didengarkan baik oleh pemerintah. Kritik dan petisi itu tak lantas direspons dengan antipati karena suara PNS atau masyarakat itu bagian dari suara publik. Pola kebijakan yang aspiratif dan deliberatif inilah justru menjadi sebuah keunggulan dalam praktik sebuah demokrasi yang tengah dan terus diperjuangkan bersama anak bangsa ini.
Tentu ada banyak bentuk respons publik yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Di antaranya mencabut PP No 15/2003 jika dinilai sangat mencederai nasib PNS atau pensiunan. Perubahan kebijakan akan mengembalikan kepercayaan ( trust ) pemerintah di mata para abdi negara sendiri.
Pemerintah mungkin akan gagal mendapatkan 'tabungan anggaran' triliunan rupiah sebagai cadangan dan antisipasi jika resesi benar menghampiri. Namun spirit baru dan korsa para abdi negara juga tak bisa diabaikan karena sebuah harga yang mahal.
Opsi lain yang juga bisa ditempuh adalah tetap memberlakukan pemotongan namun pada saat yang sama memberikan subsidi kepada PNS khusus saat Lebaran. Ada beragam bentuk subsidi, seperti untuk pembelian harga kebutuhan pokok, ibadah hingga transportasi.
Langkah ini setidaknya bisa menjawab kegalauan PNS dan menjembatani pemenuhan kebutuhan pokok dan lainnya yang harganya sudah pasti naik. Kebijakan ini tentu juga tak mudah. Sebab anggaran yang dibutuhkan juga besar berikut pengawasan di lapangan yang menuntut ketat.
Keresahan ini beralasan. Pemotongan tukin hingga 50% tentu dirasakan sebagai jumlah yang siginifikan bagi mayoritas PNS. Apalagi di depan mata, kebutuhan menghadapi Lebaran juga tak bisa dielakkan.
Dengan adanya kenaikan harga sembako ini, maka para PNS dituntut harus cermat dan hemat di kala hampir semua kebutuhan pokok Lebaran melonjak. Sebut saja harga beras dan cabai yang dalam beberapa hari terakhir cenderung naik. Jelas, dengan kondisi ini, berapapun pemotongan THR akan berdampak serius bagi PNS.
Praktis, pemotongan itu, terlepas dari alasan mulia yang melatarbelakanginya, banyak memicu penolakan. PNS yang pasrah hanya bisa 'gerundel' dalam hati, sedang yang berani mungkin disalurkan lewat petisi atau disuarakan di beragam platform media komunikasi.
Nada beragam penolakan ini semestinya didengarkan baik oleh pemerintah. Kritik dan petisi itu tak lantas direspons dengan antipati karena suara PNS atau masyarakat itu bagian dari suara publik. Pola kebijakan yang aspiratif dan deliberatif inilah justru menjadi sebuah keunggulan dalam praktik sebuah demokrasi yang tengah dan terus diperjuangkan bersama anak bangsa ini.
Tentu ada banyak bentuk respons publik yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Di antaranya mencabut PP No 15/2003 jika dinilai sangat mencederai nasib PNS atau pensiunan. Perubahan kebijakan akan mengembalikan kepercayaan ( trust ) pemerintah di mata para abdi negara sendiri.
Pemerintah mungkin akan gagal mendapatkan 'tabungan anggaran' triliunan rupiah sebagai cadangan dan antisipasi jika resesi benar menghampiri. Namun spirit baru dan korsa para abdi negara juga tak bisa diabaikan karena sebuah harga yang mahal.
Opsi lain yang juga bisa ditempuh adalah tetap memberlakukan pemotongan namun pada saat yang sama memberikan subsidi kepada PNS khusus saat Lebaran. Ada beragam bentuk subsidi, seperti untuk pembelian harga kebutuhan pokok, ibadah hingga transportasi.
Langkah ini setidaknya bisa menjawab kegalauan PNS dan menjembatani pemenuhan kebutuhan pokok dan lainnya yang harganya sudah pasti naik. Kebijakan ini tentu juga tak mudah. Sebab anggaran yang dibutuhkan juga besar berikut pengawasan di lapangan yang menuntut ketat.
tulis komentar anda