Menjaga Kesucian MK setelah Sanksi Ringan Majelis Kehormatan  

Senin, 27 Maret 2023 - 10:59 WIB
Memang dalam perjalannnya MK sebagai lembagathe guardian of the constitution, danto interpreter of constitutionyang bersifat merdeka dan imparsial dalam menjalankan tugasnya. Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 telah mengamanatkan MK sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang berwenang menegakkan supremasi konstitusi yang berkeadilan dan menjalankan prinsip negara hukum.

MK dibentuk dengan tujuan agar ada sebuah lembaga yang berkompeten menyelesaikan perkara-perkara terkait konstitusionalitas penyelenggaraan negara dan masalah-masalah ketatanegaraan di Indonesia.

Oleh karena itu, Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian dan tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, berkepribadian luhur, yang mematuhi kode etik dan kode perilaku hakim. Karena hakim yang berintegritas dan bermartabat akan menghasilkan putusan yang berkeadilan, dapat dipertanggung jawabkan dihadapan tuhan YME, Negara dan masyarakat.

Namun kenyataannya tidak demikian, MK yang pernah digambarkan oleh Mahfud MD sebagai salah satu institusi hakim yang bersih, kini harus berjibaku keluar dari berbagai macam rentetan masalah, mulai dari kasus korupsi para hakimnya seperti Aqil Mochtar, Patrialis Akbar, kontroversi pencopotan Aswanto, terbaru adalah lemahnya Integritas Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.

Miris sebenarnya ketika menelisik kembali hasil temuan MKMK yang memutuskan M Guntur Hamzah hanya mendapat teguran tertulis atau sanksi ringan. Padahal Majelis Kehormatan MK juga mengungkapkan hal-hal yang memberatkan dari yang bersangkutan. Di antaranya perbuatan hakim terduga dilakukan dalam suasana ketika publik belum reda dalam memperdebatkan mengenai isu keabsahan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto dan pengangkatan hakim terduga sebagai penggantinya.

Sementara itu, bagian dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 yang frasanya diubah adalah bagian pertimbangan hukum dengan perdebatan tersebut. Sehingga perbuatan M Guntur Hamzah sebagai hakim terduga mengubah frasa tersebut ditengarai sebagai upaya menyelamatkan diri sendiri dari praduga ketidakabsahan pengangkatannya sebagai hakim konstitusi.

Hal yang memberatkan lainnya yakni sebagai hakim baru, hakim terduga seharusnya menanyakan terlebih dahulu perihal prosedur yang harus ditempuh manakala hendak mengusulkan perubahan terhadap naskah putusan yang sedang dibacakan. Penulis menilai bahwa M Guntur Hamzah seakan telah melampaui kewenangan hakim konstitusi lainnya.

Seharusnya, dengan hal-hal yang memberatkan tersebut Putusan MKMK Nomor 1/MKMK/T/02/2023 memberikan hukuman berat berupa pemecatan atau pemecatan secara tidak hormat, karena perbuatannya selain telah mencoreng nama baik MK juga tidak seharusnya dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang hakim konstitusi.

Perlu Dikaji Ulang

Keberadaan MKMK menuai banyak krtitik dan keraguan, selain karena putusan terhadap M Guntur Hamzah yang dirasa janggal. Publik masih belum percaya sepenuhnya, bahwa MKMK akan bekerja maksimal untuk mengawasi dan memberikan sanksi berat bagi hakim konstitusi yang nantinya terlibat melakukan pelanggaran kode etik hakim.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More