Masalah Hukum Peradilan Sambo dalam Perspektif UU KUHP
Selasa, 28 Februari 2023 - 13:55 WIB
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
SEJARAH proses peradilan pidana di pengujung tahun 2023 memunculkan peristiwa pidana bak kisah film serial. Mulai dari sidang perkara Ferdy Sambo yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap korban Brigadir Josua, seorang anggota polisi, hanya karena informasi bahwa istrinya, Putri Candrawathi, telah dilecehkan oleh korban; sekalipun di persidangan tidak terbukti secara hukum.
Perhatian masyarakat yang diriuhkan oleh media sosial dan berita di televisi nasional telah mengundang perhatian hingga tingkat internasional. Salah satu penyebabnya karena terdakwa utama, Ferdy Sambo juga seorang atasan korban berpangkat jenderal bintang dua. Dia merupakan menjadi aktor intelektual dari pembunuhan terhadap korban.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sambo telah gagal melaksanakan skenario pembunuhan yang dilakukannya hanya karena seorang ajudannya, Richard Eliezer (Bharada E) telah membuka secara jujur dan terus terang peristiwa pembunuhan sebenarnya. Bharada E bersaksi di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Putusan hakim majelis peradilan atas perkara a quo telah menyudahi kisah serial pembunuhan tersebut yaitu terdakwa utama, Ferdy Sambo, dijatuhi hukuman mati. Ketiga terdakwa ajudan Sambo dan isteri Sambo telah dijatuhi hukuman bervariasi antara 12 (dua belas) tahun dan 20 tahun. Terdakwa Eliezer, dijatuhi hukuman jauh di bawah hukuman ketiga rekannya, yaitu 1 (satu) tahun enam bulan sekalipun semula dituntut 12 (duabelas) tahun.
Ringannya hukuman bagi terdakwa Eliezer yang telah melakukan penembakan terhadap korban atas perintah atasannya, Ferdy Sambo, disebabkan terdakwa telah ditetapkan oleh LPSK sebagai terdakwa pembuka kasus atau lazim dikenal sebagai justice collaborator (JC); namun belum diatur dalam UU Peradilan Pidana (KUHAP).
Reaksi masyarakat pro dan kontra atas putusan majelis hakim. Namun lebih banyak yang pro ketimbang kontra. Peradilan kasus Sambo disertai keikutsertaan LPSK merupakan hal pertama dan terbaru dalam sistem peradilan pidana. Ini perlu diikuti perubahan KUHAP karena itu merupakan preseden baru yang mencerminkan bahwa sudah saatnya dilakukan evaluasi dan kajian mendalam atas tahapan proses pemeriksaan dalam sistem peradilan pidana.
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
SEJARAH proses peradilan pidana di pengujung tahun 2023 memunculkan peristiwa pidana bak kisah film serial. Mulai dari sidang perkara Ferdy Sambo yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap korban Brigadir Josua, seorang anggota polisi, hanya karena informasi bahwa istrinya, Putri Candrawathi, telah dilecehkan oleh korban; sekalipun di persidangan tidak terbukti secara hukum.
Perhatian masyarakat yang diriuhkan oleh media sosial dan berita di televisi nasional telah mengundang perhatian hingga tingkat internasional. Salah satu penyebabnya karena terdakwa utama, Ferdy Sambo juga seorang atasan korban berpangkat jenderal bintang dua. Dia merupakan menjadi aktor intelektual dari pembunuhan terhadap korban.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sambo telah gagal melaksanakan skenario pembunuhan yang dilakukannya hanya karena seorang ajudannya, Richard Eliezer (Bharada E) telah membuka secara jujur dan terus terang peristiwa pembunuhan sebenarnya. Bharada E bersaksi di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Putusan hakim majelis peradilan atas perkara a quo telah menyudahi kisah serial pembunuhan tersebut yaitu terdakwa utama, Ferdy Sambo, dijatuhi hukuman mati. Ketiga terdakwa ajudan Sambo dan isteri Sambo telah dijatuhi hukuman bervariasi antara 12 (dua belas) tahun dan 20 tahun. Terdakwa Eliezer, dijatuhi hukuman jauh di bawah hukuman ketiga rekannya, yaitu 1 (satu) tahun enam bulan sekalipun semula dituntut 12 (duabelas) tahun.
Ringannya hukuman bagi terdakwa Eliezer yang telah melakukan penembakan terhadap korban atas perintah atasannya, Ferdy Sambo, disebabkan terdakwa telah ditetapkan oleh LPSK sebagai terdakwa pembuka kasus atau lazim dikenal sebagai justice collaborator (JC); namun belum diatur dalam UU Peradilan Pidana (KUHAP).
Reaksi masyarakat pro dan kontra atas putusan majelis hakim. Namun lebih banyak yang pro ketimbang kontra. Peradilan kasus Sambo disertai keikutsertaan LPSK merupakan hal pertama dan terbaru dalam sistem peradilan pidana. Ini perlu diikuti perubahan KUHAP karena itu merupakan preseden baru yang mencerminkan bahwa sudah saatnya dilakukan evaluasi dan kajian mendalam atas tahapan proses pemeriksaan dalam sistem peradilan pidana.
tulis komentar anda