ICW Ungkap Enam Kejanggalan Djoko Tjandra Keluar-Masuk Indonesia
Kamis, 16 Juli 2020 - 11:58 WIB
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap ada enam kejanggalan dalam proses masuknya buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra . Ia mampu memperdayai beberapa instansi dan aparat negara.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pertama, Imigrasi seakan-akan membiarkan begitu saja Djoko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia. "Padahal yang bersangkutan merupakan buronan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (16/7/2020).
Kedua, adanya dugaan penghapusan nama Joko Tjandra dalam daftar red notice Interpol. Ketiga, kelalaian imigrasi karena menerbitkan paspor Joko Tjandra. Keempat, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan, termasuk aset yang harus dikembalikan kepada negara.( )
Kejanggalan kelima, menurut Kurnia, administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Djoko Tjandra mengurus dan mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Terakhir, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan pengajuan peninjauan kembali (PK).
PN Jaksel tidak menginformasikan pengajuan PK itu kepada penegak hukum yang bertanggung jawab melakukan eksekusi. Atas sejumlah kejanggalan itu, ICW menuntut sejumlah lembaga melakukan tindakan tegas atas bebasnya Djoko Tjandra lenggang kangkung itu.
Pertama, ICW mendesak Kapolri segera memecat Brigjen Prasetijo Utomo dari Korps Bhayangkara. Selain itu, melakukan proses hukum terhadap Prasetijo.
Kedua, menurut Kurnia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana korupsi, dalam hal ini suap, yang diduga diterima pihak-pihak tertentu. Mereka diduga membantu pelarian dan memfasilitasi buronan Djoko Tjandra untuk bisa mondar-mandir di Indonesia tanpa terdeteksi. ( )
Kurnia menegaskan Kejagung harus mendeteksi keberadaan dan menangkap Djoko Tjandra agar yang bersangkutan segera menjalani hukuman. Kejagung harus melakukan pemulihan dan pengembalian kerugian negara dengan melacak dan merampas uang ratusan miliar dari Djoko Tjandra.
Terakhir, ICW meminta Kejagung merombak tim eksekusi karena terbukti gagal meringkus Djoko Tjandra. Kurnia mengutarakan bahwa sejumlah lembaga, seperti Ditjen Imigrasi, Ditjen Dukcapil, PN Jaksel, dan Kepolisian, untuk melakukan pemeriksaan internal kepada pegawai.
Djoko Tjandra diketahui bisa membuat KTP-el, paspor, surat perjalanan, dan mengajukan PK sendiri dengan leluasa. Lewat PK ini, Joko berusaha bebas dari jeratan hukum. Sekarang, bola ada di tangan majelis hakim dan Mahkamah Agung (MA).
"MA harus menolak upaya hukum PK yang diajukan Djoko Tjandra. Selain itu, majelis hakim harus menunda proses persidangan karena tidak dihadiri langsung oleh terpidana," katanya.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pertama, Imigrasi seakan-akan membiarkan begitu saja Djoko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia. "Padahal yang bersangkutan merupakan buronan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (16/7/2020).
Kedua, adanya dugaan penghapusan nama Joko Tjandra dalam daftar red notice Interpol. Ketiga, kelalaian imigrasi karena menerbitkan paspor Joko Tjandra. Keempat, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan, termasuk aset yang harus dikembalikan kepada negara.( )
Kejanggalan kelima, menurut Kurnia, administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Djoko Tjandra mengurus dan mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Terakhir, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan pengajuan peninjauan kembali (PK).
PN Jaksel tidak menginformasikan pengajuan PK itu kepada penegak hukum yang bertanggung jawab melakukan eksekusi. Atas sejumlah kejanggalan itu, ICW menuntut sejumlah lembaga melakukan tindakan tegas atas bebasnya Djoko Tjandra lenggang kangkung itu.
Pertama, ICW mendesak Kapolri segera memecat Brigjen Prasetijo Utomo dari Korps Bhayangkara. Selain itu, melakukan proses hukum terhadap Prasetijo.
Kedua, menurut Kurnia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana korupsi, dalam hal ini suap, yang diduga diterima pihak-pihak tertentu. Mereka diduga membantu pelarian dan memfasilitasi buronan Djoko Tjandra untuk bisa mondar-mandir di Indonesia tanpa terdeteksi. ( )
Kurnia menegaskan Kejagung harus mendeteksi keberadaan dan menangkap Djoko Tjandra agar yang bersangkutan segera menjalani hukuman. Kejagung harus melakukan pemulihan dan pengembalian kerugian negara dengan melacak dan merampas uang ratusan miliar dari Djoko Tjandra.
Terakhir, ICW meminta Kejagung merombak tim eksekusi karena terbukti gagal meringkus Djoko Tjandra. Kurnia mengutarakan bahwa sejumlah lembaga, seperti Ditjen Imigrasi, Ditjen Dukcapil, PN Jaksel, dan Kepolisian, untuk melakukan pemeriksaan internal kepada pegawai.
Djoko Tjandra diketahui bisa membuat KTP-el, paspor, surat perjalanan, dan mengajukan PK sendiri dengan leluasa. Lewat PK ini, Joko berusaha bebas dari jeratan hukum. Sekarang, bola ada di tangan majelis hakim dan Mahkamah Agung (MA).
"MA harus menolak upaya hukum PK yang diajukan Djoko Tjandra. Selain itu, majelis hakim harus menunda proses persidangan karena tidak dihadiri langsung oleh terpidana," katanya.
(abd)
tulis komentar anda