Politikus PKS Ini Bicara tentang Kopi Gayo di Tengah Pandemi
Rabu, 15 Juli 2020 - 21:04 WIB
"Sistem Resi Gudang dapat disebut sebagai opsi terbaik karena memberikan solusi yang adil kepada semua pihak, hal ini sebenarnya sudah memiliki ketentuan hukum yang kuat yaitu UU Nomor 9 tahun 2006 Sistem Resi Gudang diperbaharui dengan UU Nomor 9 tahun 2011," katanya.
Dengan mengantongi Resi Gudang, lanjut dia, para petani kopi dapat memperoleh dana tunai dari bank yang ditunjuk, sehingga mereka dapat menggunakan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari. Kata dia, semua aturan dan mekanisme dalam penerapan SRG ini sudah ada dan dipahami oleh pihak- pihak terkait, hanya diperlukan willingness yang lebih kuat dari pembuat kebijakan agar dapat ditingkatkan kapasitas dan jangkauannya.
"Menurut penuturan para pelaku kopi di Gayo, pada saat ini sudah ada 4 gudang yang ditunjuk menjadi Sistem Resi Gudang, dengan kapasitas masing- masing sekitar seribu ton biji kopi kering, sehingga jika diakumulasikan dapat menampung maksimum empat ribu ton biji kopi pada saat bersamaan, sebuah angka yang sangat signifikan yang apabila dikonversi menjadi uang tunai sekitar Rp 200 Miliar," ungkapnya.
Dana sebanyak itu, kata dia, walaupun secara aturan hanya 70% yang dapat dicairkan untuk petani pemegang resi pasti akan berdampak sangat besar dan memberikan multiple effect bagi kehidupan masyarakat Gayo khususnya dan tentunya akan mempengaruhi daerah- daerah sekitarnya yang secara ekonomi berhubungan. "Sayangnya, realita yang terjadi di Gayo tidak demikian," ujarnya.
Dia menjelaskan, penerapan SRG belum memberikan dampak yang signifikan dan luas kepada masyarakat Gayo karena beberapa faktor, di antaranya masih rendahnya plafon pembiayaan yang dapat disalurkan oleh Bank yang ditunjuk yaitu maksimum Rp 20 Miliar.
"Dengan dana segitu, jumlah green bean yang dapat disimpan ke gudang pengelola resi hanya sekitar 560 ton (asumsi harga green bean termurah Rp50.000/kg). Jumlah tersebut sangat tidak seimbang dengan produksi kopi Arabika Gayo yang mencapai 70 ribu ton per tahun," ujarnya.
Kemudian, bank yang ditunjuk hanya satu, yaitu Bank Rakyat Indonesia, padahal jika Bank- bank lain diberi kesempatan yang sama terutama Bank Aceh dengan sistem syariahnya pasti akan lebih menguntungkan bagi masyarakat.
Lalu, yang boleh memperoleh resi gudang hanya kelompok tani/koperasi, tidak boleh individu (usaha pribadi). Selain itu, syarat batas minimum volume kopi untuk disimpan yaitu 1 ton. Umumnya keluarga di Gayo menyimpan kopi di rumah sejumlah 100 Kg, mereka harus menggabungkan stok kopinya dengan keluarga lain atau membentuk kelompok lain, sebuah upaya yang tidak mudah dan berlangsung cepat.
Sebagai wakil rakyat Aceh di Komisi VI DPR RI yang mengawasi ruang lingkup tugas bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi UKM, BUMN, Investasi dan Standarisasi Nasional, dirinya merasa terpanggil untuk dapat menyuarakan kepentingan masyarakat Gayo dalam perluasan penerapan SRG ini.
"Insya Allah, jika upaya ini didukung oleh segenap masyarakat Aceh, para anggota forbes, lebih khusus lagi pemerintah Aceh dengan BUMD-nya, perjuangan ini akan semakin dikuatkan dan dapat diterima oleh pembuat kebijakan di tingkat nasional dalam hal ini mitra kami kerja kami Komis VI DPR RI, Kementerian Keuangan dan OJK," katanya.
Dengan mengantongi Resi Gudang, lanjut dia, para petani kopi dapat memperoleh dana tunai dari bank yang ditunjuk, sehingga mereka dapat menggunakan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari. Kata dia, semua aturan dan mekanisme dalam penerapan SRG ini sudah ada dan dipahami oleh pihak- pihak terkait, hanya diperlukan willingness yang lebih kuat dari pembuat kebijakan agar dapat ditingkatkan kapasitas dan jangkauannya.
"Menurut penuturan para pelaku kopi di Gayo, pada saat ini sudah ada 4 gudang yang ditunjuk menjadi Sistem Resi Gudang, dengan kapasitas masing- masing sekitar seribu ton biji kopi kering, sehingga jika diakumulasikan dapat menampung maksimum empat ribu ton biji kopi pada saat bersamaan, sebuah angka yang sangat signifikan yang apabila dikonversi menjadi uang tunai sekitar Rp 200 Miliar," ungkapnya.
Dana sebanyak itu, kata dia, walaupun secara aturan hanya 70% yang dapat dicairkan untuk petani pemegang resi pasti akan berdampak sangat besar dan memberikan multiple effect bagi kehidupan masyarakat Gayo khususnya dan tentunya akan mempengaruhi daerah- daerah sekitarnya yang secara ekonomi berhubungan. "Sayangnya, realita yang terjadi di Gayo tidak demikian," ujarnya.
Dia menjelaskan, penerapan SRG belum memberikan dampak yang signifikan dan luas kepada masyarakat Gayo karena beberapa faktor, di antaranya masih rendahnya plafon pembiayaan yang dapat disalurkan oleh Bank yang ditunjuk yaitu maksimum Rp 20 Miliar.
"Dengan dana segitu, jumlah green bean yang dapat disimpan ke gudang pengelola resi hanya sekitar 560 ton (asumsi harga green bean termurah Rp50.000/kg). Jumlah tersebut sangat tidak seimbang dengan produksi kopi Arabika Gayo yang mencapai 70 ribu ton per tahun," ujarnya.
Kemudian, bank yang ditunjuk hanya satu, yaitu Bank Rakyat Indonesia, padahal jika Bank- bank lain diberi kesempatan yang sama terutama Bank Aceh dengan sistem syariahnya pasti akan lebih menguntungkan bagi masyarakat.
Lalu, yang boleh memperoleh resi gudang hanya kelompok tani/koperasi, tidak boleh individu (usaha pribadi). Selain itu, syarat batas minimum volume kopi untuk disimpan yaitu 1 ton. Umumnya keluarga di Gayo menyimpan kopi di rumah sejumlah 100 Kg, mereka harus menggabungkan stok kopinya dengan keluarga lain atau membentuk kelompok lain, sebuah upaya yang tidak mudah dan berlangsung cepat.
Sebagai wakil rakyat Aceh di Komisi VI DPR RI yang mengawasi ruang lingkup tugas bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi UKM, BUMN, Investasi dan Standarisasi Nasional, dirinya merasa terpanggil untuk dapat menyuarakan kepentingan masyarakat Gayo dalam perluasan penerapan SRG ini.
"Insya Allah, jika upaya ini didukung oleh segenap masyarakat Aceh, para anggota forbes, lebih khusus lagi pemerintah Aceh dengan BUMD-nya, perjuangan ini akan semakin dikuatkan dan dapat diterima oleh pembuat kebijakan di tingkat nasional dalam hal ini mitra kami kerja kami Komis VI DPR RI, Kementerian Keuangan dan OJK," katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda