Menjadikan Desa Tak Lagi Marjinal
Sabtu, 11 Februari 2023 - 08:35 WIB
Perhatian pemerintah pusat terhadap desa dari tahun ke tahun kian besar. Potensi besar desa dengan segala sumber daya yang dimilikinya diyakini dapat menggerakkan ekonomi masyarakat di level paling kecil, yakni rumah tangga.
Bukti keseriusan pemerintah mengembangkan kawasan perdesaan juga bisa terlihat dari realisasi dana desa yang dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami kenaikan. Tahun lalu misalnya, dana desa ditetapkan sebesar Rp68 triliun dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Pada tahun 201, anggaran dana desa bahkan mencapai Rp72 triliun rupiah. Sedangkan pada 2020 sebesar Rp71 triliun.
Alokasi anggaran dana desa tersebut dari tahun ke tahun cenderung meningkat sejak pertama kali diluncurkan pada 2015. Saat itu anggaran untuk dana desa hanya Rp21 kriliun, kemudian di 2016 naik menjadi Rp47 triliun, lalu di 2017 sebesar Rp60 triliun, 2018 sebesar Rp60 triliun, dan 2019 sebesar Rp70 triliun. Dari alokasi sebesar, realiasi dana desa dari tahun ke tahun juga terbilang tinggi karena selalu di atas 96% secara rata-rata nasional.
Menurut Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021, secara garis besar dana desa digunakan dengan prioritas untuk Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa. Ini meliputi penanggulangan kemiskinan; pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes serta pengembangan usaha ekonomi produktif.
Kemudian, dana desa juga digunakan untuk prioritas nasional sesuai kewenangan desa misalnya pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengelolaan TIK. Lalu ada juga pengembangan desa wisata, penguatan ketahanan pangan, pencegahan stunting, serta pengembangan desa inklusif.
Dan, yang tak kalah penting adalah alokasi untuk mitigasi dan penanganan bencana alam. Khusus yang terakhir ini digunakan sesuai kewenangan desa termasuk mewujudkan desa tanpa kemiskinan melalui BLT Dana Desa.
Melihat rincian yang diuraikan pada Permendes tersebut, sudah sangat jelas bahwa peruntukan dana desa benar-benar untuk mengembangkan masyarakat di lingkup desa. Kewenangan tersebut ditambah lagi dengan diperbolehkannya dana desa digunakan untuk operasional pemerintahan desa mulai tahun ini.
Dengan alokasi sebesar itu, maka tidak heran apabila pemerintah pusat berharap banyak di desa-desa akan muncul pusat-pusat ekonomi baru terutama setelah berkembangnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Potensi kian berkembangnya BUMDes juga kian terlihat ketika pemerintah mengeluarkan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa posisi BUMDes kini bisa setara dengan perseroan terbatas (PT). Beleid itu tertuang pada PP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Maka, lengkap sudah dukungan perangkat regulasi untuk mendukung sepenuhnya keberadaan BUMDes agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Namun, kelengkapan roadmap ini akan sia-sia belaka apabila dalam pelaksanaanya tidak diimplementasikan secara tepat sasaran dan tidak diawasi.
Bukti keseriusan pemerintah mengembangkan kawasan perdesaan juga bisa terlihat dari realisasi dana desa yang dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami kenaikan. Tahun lalu misalnya, dana desa ditetapkan sebesar Rp68 triliun dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Pada tahun 201, anggaran dana desa bahkan mencapai Rp72 triliun rupiah. Sedangkan pada 2020 sebesar Rp71 triliun.
Alokasi anggaran dana desa tersebut dari tahun ke tahun cenderung meningkat sejak pertama kali diluncurkan pada 2015. Saat itu anggaran untuk dana desa hanya Rp21 kriliun, kemudian di 2016 naik menjadi Rp47 triliun, lalu di 2017 sebesar Rp60 triliun, 2018 sebesar Rp60 triliun, dan 2019 sebesar Rp70 triliun. Dari alokasi sebesar, realiasi dana desa dari tahun ke tahun juga terbilang tinggi karena selalu di atas 96% secara rata-rata nasional.
Menurut Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021, secara garis besar dana desa digunakan dengan prioritas untuk Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa. Ini meliputi penanggulangan kemiskinan; pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes serta pengembangan usaha ekonomi produktif.
Kemudian, dana desa juga digunakan untuk prioritas nasional sesuai kewenangan desa misalnya pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengelolaan TIK. Lalu ada juga pengembangan desa wisata, penguatan ketahanan pangan, pencegahan stunting, serta pengembangan desa inklusif.
Dan, yang tak kalah penting adalah alokasi untuk mitigasi dan penanganan bencana alam. Khusus yang terakhir ini digunakan sesuai kewenangan desa termasuk mewujudkan desa tanpa kemiskinan melalui BLT Dana Desa.
Melihat rincian yang diuraikan pada Permendes tersebut, sudah sangat jelas bahwa peruntukan dana desa benar-benar untuk mengembangkan masyarakat di lingkup desa. Kewenangan tersebut ditambah lagi dengan diperbolehkannya dana desa digunakan untuk operasional pemerintahan desa mulai tahun ini.
Dengan alokasi sebesar itu, maka tidak heran apabila pemerintah pusat berharap banyak di desa-desa akan muncul pusat-pusat ekonomi baru terutama setelah berkembangnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Potensi kian berkembangnya BUMDes juga kian terlihat ketika pemerintah mengeluarkan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa posisi BUMDes kini bisa setara dengan perseroan terbatas (PT). Beleid itu tertuang pada PP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Maka, lengkap sudah dukungan perangkat regulasi untuk mendukung sepenuhnya keberadaan BUMDes agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Namun, kelengkapan roadmap ini akan sia-sia belaka apabila dalam pelaksanaanya tidak diimplementasikan secara tepat sasaran dan tidak diawasi.
tulis komentar anda